Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Pilihan

Tukang Gorengan Wajib Punya NPWP!

8 Desember 2014   18:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:47 196 0


Suatu ketika saat rapat di sebuah instansi pemerintah, tersaji aneka gorengan mulai dari tahu tempe, singkong, pisang goreng, ubi goreng, cireng dan sebagainya ditemani beberapa cangkir teh manis hangat dan kopi, menggantikan kue-kue dan gelas plastik air mineral yang selama ini selalu tersedia saat rapat berlangsung. Namun saat hendak membuat pertanggung jawaban makan minum tersebut, bendahara mulai kebingungan. Pasalnya si tukang gorengan tidak mempunyai bon dan cap, apalagi faktur pajak, wong NPWP aja gak punya. Kalau teh dan kopi masih mending karena bisa beli di supermarket atau toko yang punya NPWP. Akhirnya sang pemimpin rapat sekaligus si bos terpaksa mengeluarkan uang dari kantongnya untuk membayar gorengan yang terlanjur dibeli. "Wah, lama-lama bangkrut nih saya kalau harus nombokin bayar gorengan setiap rapat," gerutu si bos sambil garuk-garuk kepala.

Kebijakan pemerintah untuk hidup hemat yang ditandai salah satunya dengan mewajibkan hidangan tradisional seperti singkong atau gorengan dalam setiap rapat di satu sisi memang menggembirakan karena disamping penghematan juga turut memberdayakan makanan lokal serta pedagangnya. Namun di sisi lain, mekanisme atau tata cara pengadaan makanan tersebut belum berubah. Hal ini berarti bahwa tukang gorengan yang menjual singkong harus memiliki NPWP, faktur pajak, kwitansi, serta cap dan tetek bengek lainnya. Selain itu mereka juga harus mengurus izin mulai dari TDP, SIUP, HO, dan sebagainya sebelum mengurus NPWP. Memang sih toko kue sekarang sudah menyediakan juga makanan tradisional, tapi kalau begitu berarti tidak memberdayakan usaha kecil dong.

Sisi positifnya, semua usaha baik formal maupun informal harus taat bayar pajak, walaupun cuma sekedar jualan gorengan. Artinya pemerintah harus intensif menyisir para pedagang informal untuk mendaftarkan dirinya sebagai wajib pajak alias punya NPWP. Walaupun kecil, kalau jumlahnya banyak apalagi seluruh Indonesia tentu akan menambah pemasukan pemerintah dari sektor pajak. Tapi pemerintah juga harus menyederhanakan proses perizinan dan keringanan pajak bagi mereka. Kasihan kan kalau nilai keuntungannya kecil habis hanya untuk membayar perizinan dan pajak.

Sisi negatifnya, ya itu tadi, tukang gorengan jadi ribet mengurus berbagai macam perizinan sebelum dapat NPWP. Harga gorenganpun jadi lebih mahal untuk menutup biaya perizinan dan tetek bengeknya yang konon bisa menggerus sekitar 30% dari pendapatan. Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah perlu menyederhanakan kebijakan terkait pembelian makan dan minum, misal cukup dengan kwitansi dan tanda tangan saja agar tidak melanggar ketentuan. Tapi memang bangsa Indonesia terkenal kreativitasnya, sehingga bila kebijakan disederhanakan dikhawatirkan akan memicu lubang baru untuk penyelewengan. Halah mak susahnya mengurus negeri ini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun