Penyakit ginjal kronis (chronic kidney disease atau CKD) merupakan kondisi yang tidak dapat dipulihkan dan berpotensi memburuk secara progresif, menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang parah. Ketika ginjal tidak mampu lagi mempertahankan keseimbangan dalam tubuh, kondisi ini memasuki tahap akhir atau End Stage Renal Disease (ESRD), di mana satu-satunya intervensi medis yang dapat dilakukan adalah hemodialisis atau transplantasi ginjal, meskipun transplantasi seringkali terhambat karena kelangkaan donor. Pasien yang menjalani hemodialisis sering mengalami ansietas dan gangguan konsep diri akibat perubahan fisik serta penjadwalan terapi yang kaku. Penggunaan obat anti-kecemasan telah membantu, tetapi terdapat kekhawatiran terkait efek sampingnya, sehingga terapi alternatif seperti aromaterapi inhalasi mulai dikembangkan.
Saat dalam penggunaannya, aromaterapi dapat diberikan melalui beberapa cara, antara lain inhalasi, berendam, pijat dan kompres. Dari keempat cara tersebut, cara yang tertua, termudah, dan tercepat diaplikasikan adalah aromaterapi inhalasi. Mekanisme kerja system fisiologis, yaitu sirkulasi tubuh dan sistem penciuman. Wewangian dapat mempengaruhi kondisi psikis, daya ingat, dan emosi seseorang.
Aromaterapi  bekerja melalui sistem
saraf pusat, dapat memberikan efek menenangkan dan memengaruhi suasana hati melalui stimulasi sistem olfaktori. Data dari National Kidney and Urologic Disease Information Clearinghouse (NKUDIC) dan Program Indonesian Renal Registry (IRR) menunjukkan peningkatan prevalensi pasien CKD dan hemodialisis, baik di Amerika Serikat maupun Indonesia, termasuk di wilayah Sumatera Utara, yang menekankan pentingnya pengembangan terapi yang mendukung kualitas hidup pasien.
Metode yang digunakan metode pra-eksperimen dengan rancangan one group pre test-post test design. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RS. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara diukur dengan
menggunakan Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) dengan Score (0-56). Dari seluruh sampel yang terpilih dilakukan observasi dan wawancara (pre test) terhadap responden 10 menit sebelum
dilakukan pemberian aromaterapi inhalasi. Menggunakan selembar kertas tissue untuk diteteskan essensial oil Lavender 0,6 ml, ajarkan pasien untuk bernafas rileks selama 5 menit.
Rata-rata nilai kecemasan pasien gagal ginjal kronik sebelum pemberian aromaterapi inhalasi adalah 37.15 dengan deviasi standar 5.942, sedangkan setelah pemberian aromaterapi, nilai rata-rata kecemasan turun menjadi 19.08 dengan deviasi standar 2.875. Perbedaan rerata nilai kecemasan sebelum dan sesudah pemberian aromaterapi inhalasi menunjukkan penurunan sebesar 28.115 dengan deviasi standar 4.4085, dan perbedaan nilai rata-rata antara pengukuran sebelum dan sesudah adalah 18.000 dengan deviasi standar 4.163. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,001, yang berarti p < = 0,05, sehingga hipotesis diterima. Ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan dari aromaterapi inhalasi terhadap penurunan nilai kecemasan pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam pada tahun 2018.
Aromaterapi lavender terbukti efektif dalam merilekskan pasien dan menurunkan kecemasan, serta memberikan manfaat untuk perbaikan mood dan peningkatan gelombang alpha yang mendukung kreativitas dan relaksasi. Kandungan utama dalam bunga lavender adalah linalyl asetat dan linalool, yang berkontribusi pada efek menenangkan. Aromaterapi inhalasi dapat dijadikan sebagai terapi alternatif dan komplementer untuk mengatasi kecemasan yang dialami pasien gagal ginjal kronik selama menjalani hemodialisis, serta untuk meminimalkan efek samping dari terapi farmakologi. Disarankan agar pasien dapat menerapkan aromaterapi ini secara mandiri saat mengalami kecemasan selama proses hemodialisis, karena metode ini mudah diaplikasikan dan sangat bermanfaat.Â