Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Berpulang

28 Februari 2022   17:18 Diperbarui: 28 Februari 2022   23:58 666 18
5 tahun yang lalu... 
     Dio, lelaki berumur 33 tahun itu pernah tersesat di suatu perjalanan pulang.
     Malam itu adalah kelabu yang menemani jedanya untuk berhenti berlari tak tentu arah. Angin berisik berantakan, mengacaukan seluruh pikirannya yang sedang bertentangan dan bergemeletuk bingung akan kepasrahannya yang sudah menemui ujung akhir.
     Ia merasa bahwa pulang ke rumah adalah suatu tindakan yang sia-sia. Ia juga tidak menemukan apa yang dicari untuk menyambut tibanya pada suatu langkah untuk menetap. Rumah kosong miliknya tak lagi berpenghuni. Karena sekarang, Dio hanya punya diri sendiri untuk menyewa hidup di bumi yang sepi baginya ini.
     "Perlu berapa lama lagi untuk memanjangkan waktu atau periode yang aku butuhkan untuk menyewa kehidupan di bumi ini?" Pasrahnya.
     Itu pertanyaannya di ujung kelelahan, memang semestinya tak perlu di jawab dan tak ada yang tahu apa jawabannya. Namun itu suatu bentuk kepasrahan yang beberapa orang rasakan ketika ia sedang kehilangan orang yang mereka sayangi.
     Manakala netra berisi sedih itu hanya menatap bias pada langit yang berkabung duka, juga angin yang membuat tubuh kurusnya kedinginan dan menggigil.
     Bagaimana tidak sedih, ia ditinggal oleh sang istri tercinta. Belahan jiwanya. Siapapun yang kehilangan orang yang tersayang, pasti akan merasakan hal yang sama seperti Dio.
     tapi tunggu, sepertinya ia melupakan sesuatu akibat terlalu mendalami kesedihan ini.
     Kalau hujan tidak turun bersama kedatangan anak kecil kira-kira berumur 5 tahun yang manis dan cantik itu, mungkin raganya akan ikut terlelap kaku di samping gundukan tanah yang menyembunyikan sang istri. Dengan tangan kosong, dengan kematian yang lebih cepat dijemputnya, dengan segala hal yang dilakukan tidak semestinya dan mendahului takdir tertulis.
     Bisa di tebak siapakah anak kecil itu? ya, dialah Clara Putri Adelin. Malaikat kecil pelengkap keluarga Dio setelah dirinya dan mendiang sang istri. Dio hampir saja melupakan bahwa ia masih memiliki alasan untuk hidup. Ia masih punya tanggung jawab, ia tidak boleh begini.
     "Ayah... Ayah kenapa hujan-hujanan? Rara membawakan payung untuk ayah. Ayah jangan menangis, Bunda pasti sudah bahagia kan di surga sana? Rara tidak ingin Bunda sedih, jadi Rara menahan air mata Rara supaya tidak menangis," Ucap Clara kecil dengan nada polosnya.
     Siapapun yang mendengar kalimat itu pasti akan sedih bercampur dengan rasa terharu yang membuat hati siapapun merasa hangat.
     Ya, itulah awal kisah dimana Dio menjadi ayah sekaligus ibu bagi Clara, putri kesayangannya.
     Ya. Dio harus bertahan untuk Malaikat kecilnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun