Mentari kian meninggi ketika shalat Idul Adha di tanah lapang digelarkan. Tanah lapang itu bukan benar-benar lapangan basket, lapangan bola, apalagi hamparan rumput hijau tempat bermain layang-layang sebagaimana di daerah pedesaan. Namun adalah halaman masjid kami yang akhirnya diperluas ke jalanan. Tak apalah, memang alas bumi dan atap langit yang dibentangkan itu bisa berujud apa saja.
Dari yang paling asri dan alami, hingga jalanan beraspal sebagaimana yang kami gunakan.
Antusiasme umat muslim di lingkungan kami ternyata amatlah tinggi untuk mengikuti event akbar tahunan yang berlangsung tak lebih dari satu jam saja. Maka ketika kami datang ke lokasi, harus rela mendapat shof ( baris, red) di belakang.
KEMBALI KE ARTIKEL