Saya ingin menuliskankannya di sini sekedar membagikannya untuk Anda yang mungkin tidak sempat mengikuti tayangan itu. Berharap Anda berkenan menonton rekaman Kick Andy tersebut melalui youtube yang akan memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan kita semua. Untuk sebuah rasa kepedulian dan penghargaan pada sesama.
SKIZOFRENIA adalah sejenis nama penyakit yang terdengar asing bagi saya, dan mungkin juga bagi sebagian orang lainnya. Pengidap skizofrenia inilah yang kerap orang menyebutnya sebagai orang gila, edan, hilang akal ataupun depresi berat. Penyakit dimana bagi sebagian orang mungkin menakutkan, sementara sebagian lainnya menganggapnya sebagai sebuah aib diri dan keluarga
Profil-profil yang hadir sebagai nara sumber di bawah ini adalah mereka yang pernah terkena penyakit psikis tersebut. Sebagian telah lolos dari ujian maha berat itu. Dan ada juga yang belum sembuh , namun telah dapat berdamai dengan penyakit tersebut dengan berbagai aktifitas hobby yang dimiliki.
Hana Al Fikih
Gadis cantik berambut panjang ini adalah mahasiswi jurusan periklanan di Jakarta.
Ia mengaku mengidap Skizofrenia sedari duduk di bangku SD, namun puncaknya adalah ketika ia duduk di bangku SMP.
Hana yang memang hobby melukis, tiba-tiba merasa didatangi oleh bayangan hitam yang menakutkan. Ia juga mulai mendengar suara-suara aneh yang mengejek dan mencemoohnya. Di lain waktu ia merasa sedang diintai, sehingga ketakutan yang amat sangat datang seketika. Ia merasa hidupnya sering terancam dan jatuh ke dalam perasaan putus asa.
Ia seperti merasa memiliki 2 kepribadian yang kontradiktif. Sering tanpa sebab yang jelas tiba-tiba ia merasa menjadi pribadi yang rapuh. Kesedihan luar biasa yang melanda tanpa sebab sehingga membuatnya menangis sejadi-jadinya dan berteriak histeris. Tak heran jika keluarga dan orang tuanya menganggapnya kesurupan sehingga pernah juga dirukyah.
Pernah suatu ketika di sebuah pesta pernikahan keluarganya, tiba-tiba suara-suara teror itu datang. Jika sudah seperti itu, ia akan menarik diri, diam, dan lalu pulang sendirian dengan cucuran air mata.
Di dalam rumah orangtuanya, suara-suara halusinasi teror itu begitu seringnya datang. Suara itu bisa berupa tetangga yang mengejek, menghina, mencaci maki, dsb. Hana mengaku karena tekanan yang amat sangat itu mendorongnya untuk beberapa kali ia pergi dari rumah ( maaf kasarnya minggat....red). Ia pun hidup menggelandang berhari-hari dan tidur di pos satpam, di mushola, di masjid.
Pernah suatu hari sekitar jam 4 pagi ia dibangunkan oleh penjaga masjid karena masjid akan dipakai untuk shalat Subuh. Hana mengaku berkali-kali ia ingin bunuh diri, dan meminta dibunuh oleh Ibunya. Tentu saja ini membuat hubungan dengan orang tuanya menjadi retak karenanya.
Kini, Hana memilih tinggal kost sendiri, terpisah dari keluarganya. Penyakit itu memang datang dan pergi semaunya tak kenal waktu. Namun berkat pertolonganNya, melalui berbagai upaya seperti bantuan psikitaternya, serta tekad kuat melawan penyakitnya itu, perlahan-lahan ia dapat mengelola dan menaklukkan penyakitnya.
Yang unik dari Hana adalah, ia mendokumentasikan dirinya sendiri saat dimana ia kambuh ke dalam webcam di laptopnya. Kamera itu selalu standby di kamarnya, sehingga di saat ia dalam kondisi sadar, ia bisa melihat kembali rekaman kondisi dirinya di saat skizofrenia datang menyerang.
Dan Hana, seorang penderita skizofrenia yang mempunyai hobby melukis, menuangkan seluruh imajinasinya dalam karya-karya lukisnya. Lukisan yang sepintas indah namun cukup misterius jika dilihat dari dekat itu pernah dicetak oleh sebuah perusahaan sebagai motif korek api yang kini beredar di berbagai supermarket di Indonesia.
Ilustrasi karya-karyanya dijadikan motif berbagai souvenir seperti mug, T-Shirt, dan kartu pos. Hana kini berprofesi sebagai design freelance di sebuah perusahaan jasa periklanan.
Lilik Suwardi
Pria yang berdomisili di Cianjur ini, menyadari bahwa dirinya terkena skizofrenia di tahun 1999.
Ia bertutur, bahwa di masa kecilnya ia suka sekali bermain-main korek api di luar rumah. Dan sang ibu, melarangnya dengan keras. Ia hanya diperbolehkan bermain korek api di dalam rumah saja. Rupanya bagi Lilik kecil, larangan itu dirasakannya sebagai sebuah hukuman dan tekanan.
Saat itulah, tanpa disadari, ia mulai merasa mempunyai teman bayangan di dalam rumah itu. Rasa tak membutuhkan teman di dunia nyata semakin hari semakin kuatnya, karena ia telah lengkap dengan teman-teman bayangan yang mengelilingi di setiap sudut rumah. Seringkali ia berbincang sendirian dengan asyiknya, dan akan diam begitu orang lain mendekatinya. Mungkin bahasa ibu saya menyebutnya sebagai ”ngromed” atau bercakap-cakap sendiri.
Demikian Lilik tumbuh hingga dewasa dengan berbagai keanehan perilaku di mata orang lain dan keluarganya. Bukan hanya menjadi pribadi yang tertutup dan pendiam, tapi juga sangat sensitif. Yang ia ingat, saat hari menjelang Maghrib, dimana suasana siang berganti malam dan langit beranjak gelap, adalah hari paling menakutkan buatnya. Karena demikian sensitifnya, hingga bunyi denting sendok yang beradu pun akan sangat mengusiknya. Maka tak heran jika ia selalu memilih makan dengan menggunakan jari-jari tangannya, dengan mengendap-endap dan balutan rasa cemas.
Kejadian itu berlangsung hari demi hari. Semakin lama, ia semakin jelas mendengar bisikan suara-suara bernada ejekan dan hinaan serta ancaman. Ia menyadari bahwa ada yang aneh pada dirinya, namun ia tak dapat berbuat apa-apa. Sungguh memilukan mendengarnya :(
Karena frekuensi suara-suara teror itu sangat tinggi, maka ia terdorong untuk pergi dari rumah, tanpa tujuan yang jelas. Ia hidup menggelandang di jalanan selama berbulan-bulan. Tidur di emperan toko, makan dengan apa saja yang ditemui. Termasuk menggunakan satu pakaian yang melekat di badannya. Mengenaskan sekali tentunya. Astaghfirullah..... :(:(
Kabar gembiranya, Allah memberikan pertolonganNya, sehingga kini, Lilik telah menemukan kesembuhannya.... Ia bahkan telah menulis sebuah buku berjudul ”Gelombang Lautan Jiwa”. Ia masih meneruskan menulis buku-buku lainnya.
Meski ia telah pulih, namun Lilik menyadari bahwa ia tak bisa hidup di lingkungan pekerjaan dengan stigma dan tekanan apapun, sehingga memilih mengabdikan dirinya dan bekerja di sebuah klinik rehabilitasi gangguan jiwa di daerah Cianjur.
Anto, SG
Pria kelahiran Tulung Agung, Jawa Timur ini menderita Skizofrenia ketika ia mendapatkan berbagai tekanan dan cobaan hidup yang terasa sangat berat baginya.
Saat itu ia bekerja di sebuah perusahaan sambil kuliah, dan kebetulan harus membayar uang ujian. Di saat yang sama, ia pun sedang mengalami keterpurukan setelah mengikuti sebuah MLM ( Multi Level Marketing). Berbagai tekanan hidup itulah yang membuat Anto terjangkit Skizofrenia.
Sama dengan Lilik dan Hana, ia pun pernah hidup menggelandang. Dalam catatannya, setidaknya selama 10 tahun ia hidup dalam pencarian jati diri, dengan berbagai aktifitas yang buat manusia normal adalah berlebihan. Shalat hingga berkali-kali tanpa kenal waktu. Zikir dan mondar-mandir pergi ke masjid adalah hal yang dianggap edan oleh orang lain tentunya.
Sampai suatu ketika, ia pun berjalan kaki dari Tulungagung hingga Madura. Ia terus berjalan seolah sedang mencari rumahnya... :(:(
Anto SG bahkan mengaku dirawat di sebuah puskesmas yang adalah klinik rehabilitasi. Ia diikat dengan menggunakan rantai, dan ia menyebutnya ’dipasung’.
”Sungguh sebuah hal yang menyakitkan. Saya merasa tidak dimanusiakan...” demikian tuturnya.
Namun Alhamdulillah Allah memberikan kesembuhan, sehingga kini ia telah menemukan kestabilan jiwanya kembali. Anto yang memiliki kemampuan menjahit, kini menjalani profesi sebagai penjahit pakaian laki-laki, disamping juga menjadi guru les Bahasa Inggris. Selain itu, ia yang mempunyai hobby melukis dari SMP sering meluangkan waktunya untuk menuangkan karyanya dalam kanvas. Lukisan kaki yang dipasung dan berbagai kisah yang dialami seorang Skizofrenia adalah tema-tema yang sering diangkatnya.
Anto SG datang ke acara tersebut dengan kemeja batik jahitannya sendiri. Dan sebuah kemeja batik setara buatan butik di Jakarta ia hadiahkan buat Andy F. Noya di acara tersebut....:)
Dwiputro
Di forum Kick Andy tersebut, ia terlihat sibuk menggoreskan garis dan warna. Rupanya penderita Skizofrenia yang satu ini mempunyai hobby melukis yang melebihi rata-rata manusia umumnya. Seperti yang diceritakan Nawa Tunggal, sang adik yang mendampinginya, Dwiputro yang akrab dipanggil Pak Wi itu merasa kehilangan pegangan saat kedua orang tuanya meninggal dunia. Ia pun mulai hidup abnormal. Sering bicara sendiri, berjalan kaki menggelandang, memunguti puntung rokok, dan menyediri. Bahkan tak jarang menjadi korban ledekan anak-anak di kampungnya. ”Bahkan pernah kakak saya dipelorotin celana anak-anak itu....” kisah Pak Nawa Tunggal dengan tabahnya.
Sebagai adik, tentunya ia sangat ingin menolong sang kakak. Dicarinya berbagai referensi tentang penyakit yang ternyata adalah Skizofrenia. Dan rupanya Pak Wi suka sekali ketika disediakan alat lukis. Ia dapat melukis tak kenal waktu. Nawa sering pulang ke kampungnya di Jawa Tengah untuk menemaninya melukis.
”Setidaknya saya menemani Pak Wi melukis sudah 10 tahun, dari 2000 hingga sekarang ini. Pernah 24 jam Pak Wi melukis tanpa henti, tak tidur sama sekali. Saya menemaninya melek hingga selesai. Dan di perjalanan di kereta menuju Jakarta, saya tertidur pulas” demikian kisah yang diceritakan sang adik dengan sumringah. Namun sungguh membersitkan rasa haru pada siapapun yang mendengarnya.
Kini lebih dari 3000 lembar lukisan telah dihasilkan oleh Pak Wi. Dan karyanya akan dipamerkan di Pasar Seni Taman Impian Jaya Ancol tanggal 16-28 Oktober 2012 mendatang.
Pak Wi memang mengalami kesulitan berkomunikasi. Namun setidaknya berkat dukungan sang adik, Pak Wi dapat berdamai dengan penyakitnya. Ia mengisi dan menghabiskan waktunya untuk melukis dan terus melukis.
Arya Yudhistira Syuman
Putra dari master balet Indonesia, Farida Utoyo ini pun adalah juga pengajar balet, koreografer serta penari.
Ketika Yudhi menempuh kuliah di Jerman dan tinggal di negara itu, ia merasakan tekanan persaingan hidup yang sangat ketat. Ditambah dengan problema remaja putus cinta, tanpa ia sadari jiwanya terguncang. Skizofrenia menjangkitinya tanpa ia sadari. Mulailah ia mendengar suara-suara halusinasi berupa teror sebagaimana yang dikisahkan para penderita lain sebelumnya.
Suara-suara itu menjadikannya merasa sebagai orang jahat yang tak berhak hidup. Beberapa kali Yudhi mengaku ingin bunuh diri.
Bagi seorang Ibu seperti Farida Utoyo, tentu cobaan berat yang menimpa anaknya itu adalah cobaan juga baginya. Namun karena pengetahuan tentang Skizofrenia itu, Farida menjadi tahu apa yang dibutuhkan oleh putranya itu. Dengan segenap kesabaran, ia berupaya menjadi teman terbaik bagi buah hatinya. Selain bantuan psikiater, obat-obat dokter yang harus terus ia minum mungkin seumur hidupnya, Yudhi kini telah berhasil menjauh dari Skizofrenia. Gangguan suara-suara halusinasi semakin jarang menghampiri.
”Saya juga mengobati diri dengan latihan konsentrasi melalui hipnosis. Dan itu membantu saya mendapatkan ketenangan” demikian Yudhi berbagi tips pengobatan dirinya.
Yudhi saat ini telah aktif berkarya sebagai guru balet, koreografer dan juga penari.
Dua buah karya koreografi dalam sebuah tarian yang ditampilkan di acara Kick Andy malam itu berjudul ”Andai” dan ”Desire” sungguh mengagumkan dan mengharukan.
Bagus Utomo, Ketua Komunitas Skizofrenia yang hadir dalam acara tersebut mengungkapkan bahwa ia dan seluruh rekan-rekan yang tergabung di komunitas tersebut bertujuan mengajak masyarakat untuk lebih peduli pada sesamanya. Skizofrenia adalah penyakit yang dapat menimpa siapapun tanpa pandang status sosial, jenis kelamin, pekerjaan, agama, dsb. Mereka membutuhkan dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat untuk mendapatkan kesembuhannya kembali.
Mengenal dan memahami Skizofrenia, adalah penting bagi kita semua. Agar kita lebih peduli pada sesama. Mungkin mereka adalah teman-teman kita, saudara kita, dan bahkan kakak atau adik kita.
Inilah sekelumit harapan dari Hana, penderita Skizofrenia yang patut kita cermati ;
”Harapan saya tidak muluk-muluk. Berharap agar masyarakat lebih peduli pada sesama aja. Dan jangan menganggap sepele jika ada hal-hal yang dirasa abnormal.
Untuk para pengidap, kita mungkin tidak bisa mengharapkan orang lain untuk mengerti kita. Karena, mereka toh tak dapat merasakan apa yang kita alami. Yang lebih utama adalah kita harus bisa berdamailah dengan diri kita. Kita bisa menerima kekurangan diri, sehingga pengobatan yang dilakukan akan berhasil dengan maksimal dan optimal.”
Tidak mudah untuk menjalani hidup sebagai penderita Skizofrenia tentunya.
Melihat tayangan itu, ingatan saya melayang pada masa kecil saya, tentang seorang wanita setangah baya berpakaian compang camping bernama ”Sudinah” di kampung kami. Berbagai bungkus permen dan puntung rokok ia punguti. Ia yang dikenal sebagai orang gila sering diejek oleh anak-anak kecil, dilempari batu dan dijadikan bahan tertawaan.
Tak banyak orang tua yang mengarahkan anak-anaknya untuk memperlakukan wanita malang itu lebih baik. Mungkin dianggapnya sebagai sesuatu yang wajar saja.
Sudinah sering sekali betah mampir berlama-lama di rumah saya karena Ibu sering memberinya sepiring nasi dan segelas air minum. Sambil tersenyum dan bicara sendiri, ia akan pergi meninggalkan rumah kami. Rasa iba itu selalu saja muncul setiap kali melihatnya. Sebuah kalimat ”Nauzubillah....Alhamdulillah kami semua sehat..” sellau muncul dari hati dan bibir kami setiap kali ia mengunjungi rumah kami. Sepiring nasi itu hanyalah sebuah ungkapan syukur kami, karena hari itu kami masih diberi kesehatan oleh Allah SWT.
Sudinah,....entah masih hidup atau sudah berpulang padaNya hari ini. Jika pun ia telah tiada, semoga Allah menghapuskan segala khilaf dan dosanya. Semoga Ia membalas dengan segala kebahagiaan hidup di alam sana. Karena kutahu pasti di dunia yang fana ini, ia telah sangat menderita....:(:(