Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

17 Mei 2010

27 Januari 2011   08:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:08 17 0
Dadaku terbelah menjadi dua.

Tidak ada yang tahu.
Aku sedang terkunci bersama hitamku di suatu ruangan.
Ada garis merah kehitaman yang berbau amis mengalir membelah pusarku
Ada ngeri di dalam nganga yang mengelam
Kurogohkan telapak tanganku ke dalamnya
Di manakah memar?
Di manakah biru?

Tidak ada.

Hanya merah yang menghitam.

Kurenggut perlahan lalu pecah.
Sekejap, tubuhku lumpuh.

Ada sinar yang terang menyorot ketelanjanganku
Ada cermin yang menantang aku dihadapanku
Ada cipratan darah di sekujur kulitku
Ada ceceran merah yang menghitam mengotori lantai dan wajahku
Ada jantung usang di remasan jari-jariku.

Memar menghambur.

Aku tidak lagi berfungsi.
Aku melihat kemelasan diriku di depan cermin
Dan aku harap aku bersedu-sedan
Tetapi tidak bisa.
Airmataku terkunci menjadi dosa yang mengutuk sekujur tubuhku.

Dan ketika aku ingin hidup kembali
Kulihat diriku memakan ceceran merah yang menghitam yang telah usang.

Kamar,
Senin, 17 Mei 2010
22:24

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun