Oleh Dion DB Putra [caption id="attachment_183047" align="alignright" width="300" caption="shutterstock"][/caption] DI bidang politik praktis, kiranya belum ada tokoh yang mewariskan  pesan jitu, bernas dan terutama indah seperti Kanis Parera atau lebih tersohor dengan sapaan Bung Kanis Pari (1930-1987). Inilah  secuil pesan Bung Kanis, tokoh politik legendaris yang pernah dimiliki Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Politik itu kotor tapi indah. Licin tapi menarik. Licin tapi resik. Repot tapi asyik. Sulit tapi wajib. Ruwet tapi gairah. Berbahaya tapi mempesona. Penuh jebakan tapi rindu menarik ingin. Jemu tetapi kembali selalu tetap membelengu. Penuh gejolak tapi semarak. Bisa diperhitungkan tapi berantakan tidak terduga. Berpolitik praktis itu sarat dengan hak, berat dengan kewajiban. Babak karena benturan belur karena pukulan. Bimbang hadap kawan bingung hadap lawan. Kecewa gembira silih berganti. Khayal bisa mengawang untuk akhirnya patah frustrasi. Berpolitik praktis adalah masuk bersilat taktik  dan strategi di arena, dengan akibat yang pasti hanya satu: siapa salah buka langkah, dia terlempar keluar gelanggang (mau lengkap silakan baca Kanis Pari: Jangan Takut Berpolitik. Penyunting Jannes Eudes Wawa, Penerbit Bank Naskah Gramedia bekerja sama dengan Pakem 2004). Sepakbola memang bukan politik apalagi politik praktis. Tapi sebagai perayaan pesta kemanusiaan,  politik dan bola kiranya banyak kemiripannya. Ada benang merah terjalin. Menurut beberapa orang terdekatnya, Kanis Pari adalah ujung tombak tim sepakbola saat belajar di SMP Frater Ndao, Sekolah Guru Bawah (SGB) Mataloko dan Sekolah Guru Atas (SGA) Ndao Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Maka patut diduga pesan-pesan indah Bung Kanis tentang politik itu terinspirasi juga dari lapangan bola. Seandainya si bung masih hidup pasti dia akan menulis dengan sangat indah tentang pesta bola dunia yang kini memasuki masa puncak. Siapa salah buka langkah, dia terlempar keluar gelanggang. Begitulah! Dari 32 tim finalis Piala Dunia 2010, tiga puluh tim telah terlempar keluar gelanggang South Africa.  Sebanyak 62 partai telah tersaji dengan total gol 139 biji. Kini tinggal dua tim yang berhak memperebutkan mahkota di Soccer City 11 Juli 2010. Belanda vs Spanyol. Piala Dunia akan mencatat juara baru, negara kedelapan yang akan menggenggam tropi FIFA World Cup setelah Uruguay, Brasil, Inggris, Italia, Jerman, Argentina dan Perancis. Tinggal satu partai lagi. Spanyol ataukah Belanda yang akan terlempar keluar gelanggang? Khayal bisa mengawang untuk akhirnya patah frustrasi. Luar biasa! Khayalan Jerman mengawang tinggi setelah menikam Australia 4-0, melinggis Inggris 4-1 dan melumat Argentina 4-0. Tapi patah frustrasi menghadapi Tim Matador. Tangis dan tawa memang datang silih berganti. Sulit dipercaya keberanian Jerman sirna di Durban. Kemenangan Jerman atas Spanyol secara teknis bisa diperhitungkan namun berantakan tak terduga karena Joachim Loew salah buka langkah pada 45 menit pertama. Di Durban Rabu (7/7/2010) malam, Jerman buka permainan dengan membangun kembali tembok Berlin yang telah menjadi sejarah kelam. Jerman yang atraktif, bertenaga dan lari bersama bola justru menunggu serbuan si Merah,  La Furia Roja. Jerman seperti bingung hadap lawan, sehingga babak karena benturan belur karena pukulan para ksatria Catalan yang tampil spartan. Loew yang biasa membuka langkah dalam skema 4-3-2-1 untuk determinasi tingkat tinggi, tiba-tiba jadi  penakut dengan formasi 4-4-1-1.Partai keenam versus Spanyol merupakan penampilan terburuk Die Mannschaft selama  di Afrika Selatan. Dalam lima laga sebelumnya, Loew  dipuji atas suksesnya mentranformasi tim Der Panzer yang kaku menjadi tim fleksibel, sangat menyerang dan menghibur dengan rekor 13 gol. Aneh sekali, dia sontak berubah saat bertemu Spanyol. Loew kembali ke skema tradisional panser dengan memerintahkan Philipp Lahm dkk bergerombol dulu di lini kedua baru mencari celah untuk menggempur. Dalam 30 menit pertama tidak terlihat sama sekali passing-passing terukur pemain Jerman yang begitu mudah mengoyak gawang Inggris dan Argentina sebelumnya. Loew mungkin berdalih dengan membangun Tembok Berlin setangguh mungkin timnya mengunci pergerakan David Villa, Andres Iniesta, Xavi dan Alonso. Saat Spanyol kehilangan bola, Jerman baru melancarkan serangan balik cepat dan mematikan.  Loew lupa bahwa Vicente del Bosque membaca pikirannya. Saat kehilangan bola, Spanyol lekas berubah  dari skema 4-4-2 ke 5-4-1. Dengan resep itu, Spanyol tetap mendominasi pertarungan di lapangan tengah. Tim muda Jerman begitu minim mendapatkan peluang manis di depan gawang Iker Casillas yang tampil berwibawa. Spanyol tak memberi ruang tembak ideal buat Bastian Schweinsteiger, Lukas Podolski, Philipp Lahm, Mesut Ozill dan Miroslav Klose. Schweinsteiger, Ozill dan  Sami Khedira sebagai tim kreatif lapangan tengah Jerman gagal memainkan perannya memberi passing ke sayap kiri dan kanan. Thomas Muller absen karena sanksi kartu melengkapi ketumpulan Jerman. Blok tengah dikuasai Espana. "Kami berusaha masuk  satu lawan satu dengan cepat tetapi ketika kami berhasil melakukannya, bola sudah lenyap," kata Miroslav Klose. "Mereka kuasai bola dan kami dibuat banyak berlari tanpa hasil. Spanyol pantas menang malam ini," kata pemain berusia 32 tahun itu. Jika babak pertama formula tiki-taka Xavi-Alonso-Iniesta masih malu-malu hingga sulit menembus tembok Berlin, Spanyol mengeluarkan jurus palu godam di babak kedua. Jurus palu dibumbui semangat membunuh ala matador. Gempuran hebat La Furia Roja mencapai klimaks menit ke-73. Si cerdik Xavi mengirim bola dari sudut menuju kepala  gondrong Carles Puyol. Puyol melompat tinggi, melepaskan powered header menembus jala Manuel Neuer.  Skor 1-0. Fajar baru sepakbola Jerman tak pernah lagi menyingsing sejak itu. Yang ada cuma kegelapan meski Loew seperti bangun dari tidur panjang, memerintahkan Lahm dkk menyerang total. Sisa waktu 17 menit tak sanggup mengembalikan martabat Der Panzer. Joachim Loew menyesali strateginya saat jumpa pers. "Kami tidak punya keberanian dan keyakinan untuk sepenuhnya memainkan permainan kami. Kami dibuat bekerja keras untuk mendapat bola karena mereka mempunyai sirkulasi bola yang baik sedemikian rupa," kata pelatih berusia 50 tahun itu. "Kami sungguh tidak menemukan jalan untuk menyerang. Kami tidak mendapatkan gol awal seperti dalam dua pertandingan sebelumnya karena kami kurang berani," tambahnya. Jadi benarlah adanya. Loew salah buka langkah, keliru bersilat teknik dengan Del Bosque di arena Durban. Kegagalan itu jelas tidak ada kaitannya dengan jimat sweater biru yang Rabu malam itu kembali dipakai Loew atau ramalan si gurita Paul bahwa Spanyol akan menyepak Jerman. Ketakutan Loew berujung duka. Jerman menangis. "Semua sudah selesai. Sudah berakhir. Kita keluar," tulis koran berpengaruh di Jerman, Bild, mengomentari kesedihan negaranya. "Seluruh Jerman sekarang sedih dan air mata mengaliri negara," lapor Bild sebagaimana dikutip AFP. "1-0. Jerman disapu. Spanyol melaju," tulis koran lokal,  Hamburger Abendblatt. "Cerita dongeng itu sudah berakhir," demikian Mingguan Die Zeit. Frankfurter Allgemeine melaporkan, perjalanan impian Jerman sudah selesai dan majalah Spiegel menghakimi Loew dengan kata-kata, "Khawatir, grogi dan bermain dalam tekanan." Menenggelamkan Jerman di Piala Eropa 2008 dan Piala Dunia 2010, Spanyol telah merevisi total buku sejarah sepakbolanya. Tak ada lagi bab kutukan selalu gagal di Piala Dunia. Menembus semifinal dan final Piala Dunia 2010 merupakan bab baru yang ditulis dengan tinta emas. Kini dunia salut dan hormat pada La Furia Roja atas dedikasinya mempertahankan sepakbola menyerang dan indah. Juara bagi Spanyol sudah di depan mata asalkan mampu mengalahkan Belanda. Kalaupun Belanda juara, sepakbola Spanyol telah mencapai prestasi mengagumkan di Piala Dunia. *
KEMBALI KE ARTIKEL