Malam ini ia memakai gamis berwarna mocca dengan jilbab yang senada. Merasa sudah siap, diraihnya kunci motor dan melengang ke luar rumah.
Belum sampai membuka pintu, Savana berhenti sejenak seraya berkata, "Ngapain gue bawa motor, ya? Si Hamizan mau jemput gue, nggak, ya?" lirihnya.
Beberapa menit kemudian ponsel miliknya berbunyi, pertanda telepon masuk. Tertera nama Alkhalifi Zikri Hamizan.
Segera Savana mengangkat teleponnya, "Nah kan baru ada nelpon gue, elo."
"Sans dong, daritadi gue telpon elo nggak diangkat. Gue udah di depan rumah elo!" Hamizan mematikan sambungan telponnya.
"Ishhh... dasar cowok nyebelin!"
Sebelum ke luar, Savana menetralkan perasaannya agar tidak terlihat marah-marah di depan Zikri. Seanggun mungkin gadis itu menghadapi teman laki-laki yang menurutnya menyebalkan.
"Udah siap?" tanya Zikri memastikan.
"Udah dong," jawab Savana meyakinkan.
"Naik motor, nggak papa?" tanya Zikri sekali lagi.
"It's okay," jawab Savana kembali meyakinkan.
"Lagian kenapa sih pakai nanya, nggak papa pakai motor, gue udah biasa pakai motor padahal, naik kendaraan umum aja gue biasa. Mentang-mentang punya mobil nih anak!" Savana sedikit menggerutu di dalam hati setelah mendengar pertanyaan terakhir Zikri.
"Yuk, naik!"
Akhirnya Savana memilih menurutinya. Sepanjang perjalanan yang entah akan ke mana Zikri akan membawanya malam ini. Gadis itu sama sekali tidak mengetahui, yang terpenting saat itu dia bisa melupakan kesedihannya yang diakibatkan oleh masa lalunya.
Alih-alih melupakan masa lalunya, Savana justru dibuat flashback dengan beberapa kejadian yang pernah dilalui bersama seseorang yang pernah ia cintai di masa lalu.
"Lintang, kamu apa kabar?" monolognya.
***
Kilas balik 2019
"Lintang, hari ini aku ada rapat organisasi. Kamu nggak usah jemput aku ke Kampus, ya. Nanti kita pulang bareng saja setelah aku selesai rapat." Savana mengirimkan pesan kepada Lintang - kekasih yang sangat ia cintai.
"Oke Jingga, kamu hati-hati di sana ya, semangat rapatnya. Berkabar kalo udah selesai, nanti aku jemput."
Savana selalu tersenyum bahagia setiap kali menerima pesan dari Lintang. Perasaannya menghangat, jiwanya hidup penuh warna. Begitu juga dengan Lintang yang merasakan kebahagiaan atas hadirnya Savana di hidupnya.
Mereka pasangan yang sangat serasi. Orang-orang di lingkungan sekitar mereka sangat mendukung jika mereka menjadi sepasang kekasih.
Pukul 15.30 Savana telah selesai rapat. Tepat saat itu juga Lintang sudah stay di depan Kampus menunggu Savana yang dipanggil khusus olehnya dengan panggilan Jingga. Jingga adalah nama depan Savana.
"Assalamualaikum calon masa depan ku." Savana menyambut hangat kedatangan Lintang.
"Waalaikumsalam kebahagiaan ku." Lintang begitu berseri dengan penyambutan Savana yang selalu membahagiakannya.
Lintang menjadi salah satu orang yang beruntung bisa mendapatkan ketulusan cinta dari seorang Savana. Bumi dan langit seolah menyertai hubungan keduanya.
Savana memiliki masa lalu yang membuatnya trauma terhadap cinta. Berkali-kali dirinya pernah dikhianati dan diselingkuhi oleh kekasih sebelumnya. Sehingga Tuhan mempertemukannya dengan Lintang, laki-laki baik yang mampu memberikan ruang kebahagiaan bagi Savana.
"Gimana kuliahnya hari ini? Banyak tugas, nggak?" tanya Lintang seraya memasangkan helm ke kepala gadis yang sangat ia cintai itu.
"Alhamdulillah lancar, aku senang. Untuk tugas ya, selalu ada, tapi udah aku handle kok, in sya Allah." Savana menaiki jok belakang motor Beat Biru milik Lintang. Motor yang menjadi saksi kisah perjalanan mereka dari awal pertemuan hingga kini mereka menjadi sepasang kekasih yang saling membahagiakan.
"Hari ini, sebelum pulang ke rumah, kita makan dulu, yuk!" Setiap kali pulang kuliah, Lintang pasti mengajak Savana untuk makan terlebih dahulu.
Savana tidak mungkin menolak, karena ia juga pasti merasa lapar setelah seharian belajar. Diajak makan dan bisa makan bersama Lintang membuatnya semakin bersemangat.
Bagi Savana, Lintang termasuk orang yang sangat seru, setiap kali bertemu tidak akan pernah kehabisan topik obrolan. Lintang sangat sempurna di matanya. Dia sosok laki-laki baik, pintar, penyayang dan memiliki semua bahasa cinta yang tanpa diminta pun akan dia berikan kepada Savana.
Rooftop Love menjadi pilihan Lintang dan Savana untuk menghabiskan waktu di sore hari. Tempatnya sangat indah, dari atas rooftop ini mereka bisa menikmati keindahan Kota Intan yang di kelilingi gunung menjulang. Tepat di bawah bangunan ini adalah bunderan menuju pusat kota. Banyak sepasang muda-mudi yang berlalu lalang menggunakan kendaraan.
Lintang dan Savana memesan menu favorit mereka. Keduanya sama-sama saling menikmati makanan dengan khidmat.
Selesai makan, Savana mengajak Lintang berswa foto. Pada saat Savana asyik selfie, tiba-tiba Lintang mengajak Savana untuk duduk saling berhadapan. Ditatapnya mata Savana dalam, Lintang begitu sangat mencintainya. Savana tidak menyangka jika Lintang akan mengutarakan perasaannya dengan sungguh-sungguh tepat di ulangtahunnya yang ke-19.
"Jingga perempuan hebat dan tangguh yang sangat-sangat aku cintai, hari ini bertambahnya usiamu. Semoga Allah senantiasa selalu menjagamu dan mengabulkan semua doa-doa baik yang selalu kamu panjatkan. Happy Birthday, wish you all the best," ucapannya singkat, namun berkesan kala Lintang mengeluarkan sebuah cincin dan memperlihatkan cincin tersebut tepat di depan mata Savana.
Mata Savana berbinar bercampur dengan perasaan terharu. Dirinya merasa istimewa, merasa bahagia menjadi perempuan yang paling dicintai oleh sosok laki-laki baik hati seperti Lintang.
Tanpa berlama-lama, Lintang langsung saja menyematkan cincin tersebut di jari manis Savana. "Semoga suka, ya," ucapnya seraya mengelus kepala Savana yang tertutup jilbab berwarna navy.
"Thankful My Sunshine," ucap Savana. Lisannya terasa kelu tanpa mampu berkata-kata lagi saking bahagianya.
***
"Sav, Savana!"
Tiga kali Zikri mengucapkan nama Savan, namun gadis itu sama sekali tidak mendengarkannya. Terlalu larut dalam bayang masa lalu.
Ide jahilnya terlintas, Zikri menancap gas motor dengan sangat kencang, sehingga membuyarkan lamunan gadis yang tengah duduk di belakangnya.
"Hamizan, gue masih mau hidup!" Savana berteriak tepat di telinga Zikri seraya berpegangan erat.
Di balik helmnya Zikri tersenyum puas, karena telah membuat temannya merasa ketakutan sehingga berpegangan erat kepadanya. Entah kenapa Zikri merasakan kebahagiaan.