Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Mandiri Vs Sendiri???

19 September 2010   13:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:07 174 0
Pagi ini aku teringat kisah dari seorang kawan tentang kakak semata wayangnya.

Sang kakak yang cantik jelita itu sudah 3 tahun ini meninggalkan rumahnya di Malang dan merantau ke Jakarta. Begitu bangganya kedua orang tua kawanku saat itu.

"Aku ingin mandiri, Pak, Bu." begitu kata sang kakak setengah pongah saat pamitan kepada orang tuanya.

Kawanku pun merasa sangat senang saat itu. Kakak yang sangat dicintainya akhirnya bisa menyenangkan hati orang tuanya. Merampungkan kuliah dengan sukses, meraih IPK yang memuaskan. Istilah orang Jawa, sang akak telah berhasil "mentas".

Tapi apa dinyana, sudah 3 tahun ini pula, sejak sang Kakak berangkat ke Jakarta tak pernah lagi tersiar kabar darinya. Sang orang tua kelimpungan mencarinya, menanyakan dengan gusar ke para sanak keluarga, hingga terbang menyusul ke Jakarta. Tapi pada saat mereka akhirnya bertemu, bukannya merasa menyesal dan bersalah, sang Kakak hanya tersenyum sembari berkata: "Lo Bu, Pak, nggak usah khawatir. Saya khan sudah mandiri."

Hadeeeewwww...

Saya pun membandingkan kisah ini dengan kisah seorang teman yang lain, kali ini tentang Adiknya, yang saat ini masih duduk di semster 7 di bangku sebuah universitas swasta di kota Malang. Kendati orang tuanya menawarkan kepada sang Adik untuk melanjutkan kuliah di luar kota di universitas yang lebih bergengsi, sang Adik menolak.

"Aku ingin disini saja, bersama Mama dan Papa."

Adik yang satu ini memang mengagumkan, sejak SMP dia sudah sangat terbiasa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah, berangkat pulang dari mana-mana sendiri, menyelesaikan masalahnya sendiri. Bahkan ketika kuliah pun dia ulet mencari beasiswa untuk membiayai kuliahnya sendiri. Ia juga sudah mengambil beberapa pekerjaan part time sebagai guru privat sejak semester 3 di sela-sela kesibukannya kuliah. Hanya sang Adiklah yang sungguh-sungguh tak mau meninggalkan orang tuanya saat semua saudara-saudaranya mencari pekerjaan di luar kota.

"Selama ada yang bagus disini, dekat dengan Mama dan Papa, kenapa harus pergi ke tempat lain?"

Meninjau suatu hubungan misalnya, ada beberapa laki-laki yang mengaku sangat mengidamkan sosok wanita mandiri. Mandiri yang seperti apa yang mereka inginkan? Apakah sosok wanita mandiri adalah wanita yang mengatur semuanya sendiri tanpa pernah meminta pertimbangan dan urun rembug dari orang-orang lain? Apakah anda para lelaki senang jika kekasih anda tidak pernah sedikitpun menunjukkan sikap manja? Tidak pernah meminta diantar kemanapun? Tidak pernah marah jika ceritanya tidak didengarkan? Tidak pernah ngambek dan memutuskan sambungan telepon tiba-tiba?

Apakah mandiri berarti hidup untuk diri sendiri dengan caranya sendiri?

Apakah mandiri berarti bahagia dan sudah sendiri dengan mengesampingkan peran orang lain dan mengabaikan kehadiran orang-orang penting dalam hidup kita?

Apakah sang Kakak kawan saya diatas mandiri?

Apakah sang Adik kawan saya sangat tidak mandiri?

Buat saya, seorang Dini, mandiri tidak berarti harus hidup sendiri, di suatu tempat asing tanpa adanya sanak keluarga. Buat seorang Dini sesorang bisa dikatakan mandiri jika ia bisa dengan bijak mengatur kapan saatnya harus menuntaskan sesuatu sendiri dan kapan saatnya harus berhenti untuk peduli bahkan meminta bantuan orang lain.

Mandiri beda dengan sendiri. Mandiri adalah mencoba yang terbaik yang kita bisa capai dalam hidup kita, dengan tak sedikitpun mengesampingkan indahnya anugerah Tuhan berupa kehadiran orang-orang yang kita sayangi di sekitar kita.

Mandiri tak harus berarti jauh. Juga tak berarti tak pernah merasakan apa itu takut. Mandiri adalah mengolah ketakutan menjadi sebuah pelajaran hidup yang tak tergantikan. Sendiri juga tak berarti menutup begitu saja semua pintu hatimu. Mintalah bantuan, rasakan cinta, dan kepedulian.

Sendiri bukan berarti penuh.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun