Dalam tulisan kali ini, saya akan coba cerita tentang zakat. Wah berat
banget ya temanya? Lihat
aja dari judul tulisanya
udah kayak judul
paper tugas kuliah. Tapi tenang saudara-saudara, saya
ga akan memakai bahasa yang aneh-aneh kok.
Lagian kan sudah mau bulan Ramadhan nih, jadi cocok
dong kalau kita ngebahas hal-hal yang berbau agama :). Nah, pertama tentang zakat dulu. Apa sih zakat itu? Mengutip pengertian zakat yang tertera di website Dompet Dhuafa (
www.dompetdhuafa.or.id), zakat itu secara umum menggambarkan istilah untuk kegiatan pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu, dan untuk diberikan pada golongan tertentu. (
Al-Mawardi dalam kitab Al-Hawi). Wah banyak kata tertentunya ya, tapi ini berarti zakat merupakan kegiatan yang sangat khusus dan spesifik sekali, karena bisa saja suatu waktu saya misalnya mengeluarkan uang saya dengan niat memberikan uang itu untuk teman saya yang sedang membutuhkan, tapi dia bukan orang miskin misalnya, nah berarti dia tidak termasuk dalam golongan tertentu seperti yang disebutkan oleh Al-Mawardi tadi, karena kegiatan yang saya lakukan itu sedekah namanya. Itu secara umum, tentang zakat, tapi kita tidak akan membahas lebih lanjut tentang zakat itu sendiri ya. Silahkan teman-teman cari tahu sendiri kalau memang penasaran tentang zakat dan serba-serbinya :). Kita
lanjutin ya pembahasannya, zakat itu akan dibayarkan oleh umat islam kepada orang atau lembaga yang telah ditunjuk untuk mengelola dan membagikan zakat, biasanya disebut
amil. Di zaman sekarang ini, bentuknya bukan hanya perseorangan atau kumpulan orang-orang dalam bentuk informal yang bisa menjadi
amil, tapi lembaga formal juga bisa. Bahkan akan menjadi lebih efektif karena jaringannya akan lebih luas, contohnya adalah Dompet Dhuafa yang menjadi salah satu lembaga pengumpul dan pengelola ZIS (zakat, infaq dan shodaqoh) di Indonesia. Hebatnya, zakat oleh dompet dhuafa ini bisa dikelola sedemikian rupa untuk membuat Indonesia jadi jauh lebih baik loh?
Ga percaya? Baca
lanjutannya ya :). Di bawah naungan dompet dhuafa, terdapat sebuah lembaga otonom yang bernama Masyarakat Mandiri (MM). Dengan menggunakan dana ZIS yang diterima dari masyarakat, MM kemudian melakukan berbagai kegiatan sosial yang tidak hanya menyentuh nilai-nilai kemanusiaan tapi juga memberdayakan masyarakat itu sendiri sehingga mandiri dan sedikit demi sedikit lepas dari kemiskinan. Ini
nih, yang kemudian disebut sebagai pembangunan alternatif. Wah, apa tuh ya? Kalau kita merujuk dari buku
Society, State and Market: A Guide to Competing Theories of Development yang ditulis oleh
John Martinussen, pembangunan alternatif menekankan pada adanya pergeseran pembangunan yakni dari yang awalnya berfokus pada pemerintah dan
corporate economy menjadi lebih berfokus pada
civil society dan
political community. Teman-teman semua tahu kan kalau Indonesia itu masih menjadi negara berkembang, dimana kita masih terus melakukan pembangunan dan perbaikan disana-sini, baik dari segi fisik (gedung,jalan, transportasi, dsb) maupun non-fisik (manusia). Nah, jika kemudian pemerintah melaksanakan kegiatan pembangunan, itu namanya pembangunan konvensional, karena memang sudah kewajiban pemerintah membuat negara dan masyarakat di dalamnya menjadi lebih baik. Tapi kemudian, dengan kompleksitas proses pembangunan Indonesia yang juga ditambah korupsi di sana-sini membuat pembangunan di negeri tercinta ini sering kali terhambat dan bahkan gagal. Contoh, pendidikan di Indonesia, kita sudah merdeka 66 tahun tapi masih banyak sekali anak-anak yang belum bisa mengecap pendidikan karena misalnya alokasi biaya pendidikan yang masih kurang, atau dana pendidikan dikorupsi, dsb. Lalu bagaimana jika pemerintah tidak sanggup? Apakah masyarakat hanya diam? Nah, masyarakat juga bisa menjadi aktor dalam pembangunan, bahasanya kerennya bisa jadi
civil society. Nah, ketika proses pembangunan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tapi juga oleh
civil society inilah yang kemudian disebut sebagai pembangunan alternatif. Oleh karena itu, sebelumnya saya sebut Lembaga Masyarakat Mandiri secara khusus dan Dompet Dhuafa secara umum telah berkontribusi bahkan menurut saya sudah sangat luar biasa aksinya dalam upaya membangun Indonesia. Hal ini karena Dompet Dhuafa dan Masyarakat Mandiri merupakan kumpulan dari masyarakat biasa yang tidak terlibat baik dalam pemerintahan maupun
corporate economy sehingga bisa dikategorikan sebagai salah satu
civil society di Indonesia. Masyarakat Mandiri melakukan program misalnya, pemberdayaan komunitas petani kelapa di Pacitan, pemberdayaan kelompok pengusaha makanan sehat di Jabodetabek, dan pemberdayaan ekonomi korban bencana Situ Gintung. Di saat sentuhan pemerintah akan masyarakat marginal masih sangat kurang, Masyarakat Mandiri hadir dan membuat posisi masyarakat tersebut terangkat dari marginal menuju berdaya dan mandiri. Hebat ya, dari zakat yang sebenarnya hanya merupakan nilai moral yang bersumber dari ajaran agama di mana kesadaran dan kepedulian yang menjadi basisnya, namun ketika dikelola oleh
civil society yang memiliki visi untuk membangun dan mensejahterakan Indonesia serta memiliki manajemen organisasi yang baik, bisa sangat signifikan membantu pemerintah dalam menjadikan masyarakat Indonesia menjadi lebih baik atau dengan kata lain melakukan pembangunan alternatif di Indonesia. Jadi, fokus pembangunan bisa imbang, antara pemerintah danmasyarakat. Semoga ke depannya lebih banyak lagi bermunculan
civil society lainnya yang bisa berkontribusi dalam pembangunan alternatif untuk negeri kita tercinta :).
Sumber dan Bahan Bacaan Tulisan: http://www.dompetdhuafa.or.id/zakat/z002.htm http://masyarakatmandiri.org/?mod=program&show=listprogram#tab-3 John Martinussen, Society, State and Market: A Guide to Competing Theories of Development, Bab 20.
Sumber Gambar: http://ekonomisyariat.com
KEMBALI KE ARTIKEL