Sebagai contoh dalam  kisah kisruhnya RUU Pilkada, yang tidak selesai saat palu sudah diketuk oleh mereka sendiri. Seharusnya masalah itu selesai sampai di situ dan tidak diperpanjang lagi. Terrnyata Mereka  lebih memilih  menuntaskan keinginan  tertunda pihak partai masing daripada menyelesaikan agenda selanjutnya yang mereka miliki demi terwujudnya birokrasi yang baik untuk kepentingan rakyat.
Seingat penulis Partai Demokrat menyatakan sikap Politiknya dalam memberikan dukungan terhadap pemilukada secara langsung dengan 10 syarat pada tanggal  18 September 2014, seharusnya pada saat itu sudah mulai terjadi lobi lobi politik yang dilakukan oleh partai partai yang mendukung pilkada langsung, dalam hal mengakomodir keinginan pihak pihak terkait, dan menyusun strategi serta berakhir dengan kontrak politik untuk mufakat bersama bersama maju dalam memenangkan keinginan rakyat, yaitu pemilukada langsung.  Namun apa yang terjadi, semua partai pendukung malah saling jaga gengsi untuk minta disambangi dan ditanya mengenai hasrat mereka, yang satu tidak mau bersilaturahim kepada partai yang mempunyai visi dan misi yang sama, dan menggantungkan nasib mereka pada loby loby fraksi pada saat sidang paripurna nanti., dan bila hasilnya tidak memuaskan, media lah menjadi sarana mereka dalam menebar opini atas ketidak sukaan keputusan yang telah diputuskan dan disetujui oleh mereka sendiri.
Saran untuk Partai Demokrat, Â jika memang diri kalian mendukung pemlukada langsung, jangan terus dibiasakan memutuskan suatu keputusan di saat injury time seperti ini, dan seolah tidak memberi ruang kepada partai lain untuk membicarakan niat baik tersebut.
Saran untuk PDIP, Hanura, PKB, bila memang platform kalian berjuang untuk rakyat, mulai saat ini hilangkanlah batasan batasan si Partai A berasal dari koalisi MP Partai B ketumnya tidak disukai  ketumku, sehingga hal hal tersebut justru memberikan batasan terhadap gerak kalian dalam memperjuangkan aspirasi rakyat.
Ingatlah musyawarah untuk mufakat adalah ciri khas bangsa Indonesia, inilah yang seharusnya kalian perjuangkan dengan sekuat tenaga, bukannya duduk manis dengar dan akhirnya menjadi juri vote lock dalam memutuskan suatu kebijakan untuk rakyat. Â Dan bila kalah dalam voting, melempar opini kepada media untuk menutupi kekurangan kalian.
Kami rakyat Indonesia memilih kalian menjadi wakil kami di legislatif untuk memberikan suatu aturan dan tatanan terbaik bagi kehidupan kami. Di sini kami diam dan hidup tentram satu sama lain, dan tak bertengkar satu sama lain, tapi kenapa kalian yang di sana malah saling otot ototan  kemudian melemparkan opini kalian yang kelak akan mempengaruhi pendapat kami, dan membuat kami juga harus otot-ototan sesama kami karena perbedaan dalam memilih wakil kami yang ada di sana.
Introspeksilah, dan dewasalah, hilangkan batasan dan bersatulah untuk memberikan yang terbaik untuk kami, rakyat Indonesia, konstituent yang telah menunjuk kalian sebagai wakil kami. Itu saja permintaan kami, tidak banyak kan? Â Masa tidak bisa. Salam Damai. Jaya Indonesiaku.