Praktik keperawatan merupakan profesi yang sangat dekat dengan interaksi manusiawi dan membutuhkan standar etik yang tinggi dalam setiap tindakan pelayanannya. International Council of Nurses (2021), kode etik keperawatan menjadi panduan fundamental bagi para profesional kesehatan dalam menjaga martabat dan hak asasi pasien. Maraknya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh tenaga keperawatan, seperti yang terjadi di Klinik Medika Utama Cipadu (Joniansyah & Febriyan, 2024 dalam tempo.co), menunjukkan adanya degradasi moral yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak. Penelitian Bruschini et al. (2023) mengungkapkan bahwa kasus pelecehan seksual di lingkungan kesehatan semakin mengkhawatirkan dan membutuhkan intervensi sistematis. Oleh karena itu, esai ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya pelecehan seksual dalam praktik keperawatan dan merumuskan strategi pencegahan berbasis etika profesional.
Kode etik keperawatan merupakan pedoman tertulis yang mengatur sikap dan perilaku profesional perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan. International Council of Nurses (2021) menegaskan bahwa kode etik bertujuan melindungi hak pasien, menjaga profesionalitas, dan menciptakan hubungan terapeutik yang aman. Nawawi et al. (2023) menjelaskan bahwa prinsip-prinsip etik keperawatan mencakup menghormati martabat, memberikan asuhan tanpa diskriminasi, menjaga kerahasiaan, dan bertindak demi kepentingan terbaik pasien. Penelitian Kahsay et al. (2020) mengidentifikasi bahwa lemahnya pemahaman dan internalisasi nilai-nilai etik menjadi salah satu faktor utama terjadinya pelanggaran dalam praktik keperawatan. Implementasi kode etik mensyaratkan perawat untuk selalu mempertahankan integritas profesional dan menghindari tindakan yang dapat merugikan pasien.
Nilai moral keperawatan merupakan fondasi utama dalam mencegah terjadinya pelecehan seksual terhadap pasien. Komnas Perempuan (2023) mencatat bahwa kasus kekerasan seksual di ranah publik, termasuk di institusi kesehatan, terus mengalami peningkatan yang signifikan. Yosep et al. (2023) dalam penelitiannya di Rumah Sakit Jiwa Jawa Barat menemukan bahwa faktor personal, lingkungan kerja, dan lemahnya mekanisme pengawasan berkontribusi terhadap terjadinya pelecehan seksual. Kasus yang terjadi di Klinik Medika Utama Cipadu (Joniansyah & Febriyan, 2024 dalam tempo.co) menunjukkan bahwa pelecehan seksual dapat terjadi ketika batas-batas profesional diabaikan dan kepercayaan pasien disalahgunakan. Diperlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan pendidikan etika berkelanjutan, sistem pelaporan yang aman, dan konsekuensi tegas bagi pelaku pelanggaran.
Pelecehan seksual dalam praktik keperawatan merupakan permasalahan serius yang membutuhkan penanganan sistematis dan berkelanjutan. Penguatan nilai-nilai etik dan moral harus menjadi prioritas utama melalui pembekalan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga keperawatan. Institusi pendidikan dan rumah sakit perlu mengembangkan kurikulum yang menekankan pentingnya etika profesional dan memberikan pemahaman mendalam tentang batas-batas profesional. Penegakan kode etik yang tegas dan konsisten, disertai dengan mekanisme pelaporan yang aman dan perlindungan bagi korban, menjadi langkah strategis dalam mencegah terjadinya pelecehan. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi akar permasalahan dan mengembangkan intervensi yang efektif. Upaya pencegahan pelecehan seksual harus menjadi tanggung jawab bersama antara individu perawat, institusi kesehatan, dan pemangku kepentingan terkait.
Referensi: