Setiap individu melewati berbagai peristiwa penting yang mungkin berdampak pada perkembangan kepribadiannya, termasuk tingkat kepercayaan dirinya. Beberapa mahasiswa mengalami kecemasan ketika harus berbicara di kelas atau mengajukan pertanyaan karena pengalaman sosial yang buruk di masa lalu. Peristiwa ini menciptakan pandangan yang negatif terhadap kemampuan diri sendiri, sehingga menghambat tumbuhnya rasa percaya diri.
Dalam konteks ini, mari kita lihat seorang mahasiswa yang berusia 20 tahun. Meskipun sudah berada di tingkat kuliah, ia terkadang masih merasa takut untuk bertanya saat sesi pertanyaan di kelas. Hal ini dikarenakan rasa takut bahwa jawabannya mungkin salah, atau tidak sesuai dengan harapan. Ketakutan ini sebenarnya berasal dari pengalaman di masa SMA, ketika ia terlibat dalam salah satu organisasi sekolah. Pada suatu rapat, ketua OSIS bertanya, dan ia memberikan jawaban yang ternyata salah. Akibatnya, rapat yang seharusnya membahas program festival malah beralih menjadi sesi evaluasi mengenai kesalahan dalam menjawab. Sejak saat itu, perasaan malu dan takut salah membuatnya enggan berbicara di depan umum.
- Pengaruh Pengalaman Masa Lalu terhadap Kepercayaan Diri
Menurut Erikson (1950) menegaskan bahwa pembentukan identitas dan kepercayaan diri berkaitan erat dengan perkembangan psikososial remaja. Kepercayaan diri seseorang mungkin akan rusak ketika ia gagal atau merasa malu di depan orang lain dalam lingkungan sosial yang penting, seperti rapat organisasi atau kegiatan dikelas setelah diskusi. Sebagai remaja, ketika identitas dan harga diri masih dalam tahap pembentukan, kritik atau evaluasi yang keras dapat membekas dan berdampak pada perilaku di masa depan.
Ketakutan untuk bertanya biasanya berasal dari pengalaman trauma sosial sebelumnya. Dia mulai percaya bahwa setiap kali dia mengatakan sesuatu, ada kemungkinan besar dia salah dan mendapat nilai buruk. Bandura (1977) dalam teorinya mengenai Self Efficacy menjelaskan bahwa keyakinan individu menentukan apakah mereka akan mencoba atau menahan diri untuk melakukan tindakan tertentu. Dalam hal ini, pengalaman kegagalan di masa SMA menyebabkan dia tidak mempercayai kemampuannya dalam memberikan jawaban yang akurat, itulah sebabnya dia cenderung enggan berbicara atau mengajukan pertanyaan di kelas.
- Bagaimana Mengatasi Ketakutan Ini?
Penting untuk menyadari bahwa ketakutan ini adalah akibat dari pengalaman yang sangat spesifik, dan bukan merupakan cerminan dari kemampuan siswa yang sebenarnya. Harter (2012) menjelaskan bahwa kepercayaan diri individu dapat dipulihkan melalui pengalaman positif yang berulang-ulang. Oleh karena itu, untuk mengatasi ketakutan tersebut, mahasiswa perlu diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam situasi sosial yang mendukung, dimana kesalahan dipandang sebagai bagian dari proses pembelajaran, bukan sebagai kegagalan.
Mahasiswa dapat memulainya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kecil atau memberikan komentar sederhana di kelas, sehingga perlahan-lahan dapat membangun kembali kepercayaan dirinya terhadap kemampuannya dalam berkomunikasi. Dukungan dosen dan teman sekelas juga berperan penting dalam menciptakan lingkungan yang aman dan tidak menghakimi.
- Pentingnya Dukungan Sosial dalam Perkembangan
Sebagian besar orang dapat pulih dari trauma sosial dengan mendapatkan dukungan sosial dari keluarga dan teman. Interaksi sosial yang kuat memberikan rasa stabilitas yang dapat memberdayakan seseorang untuk menghadapi dan mengatasi masalah baru, sesuai dengan teori Attachment oleh Bowlby. Dalam situasi ini, dorongan dari teman atau mentor sangat dibutuhkan guna berani mengajukan pertanyaan sehingga dapat membantu mahasiswa yang mempunyai rasa cemas dapat memulihkan kembali kepercayaan diri yang mungkin telah hilang.
Sebagai kesimpulan, pengalaman sosial pada masa remaja memiliki dampak signifikan terhadap perkembangan kepercayaan diri di masa dewasa. Namun, orang dapat mengatasi kekhawatiran mereka dan mendapatkan kembali kepercayaan diri jika mereka menerima dukungan yang tepat dan diberi kesempatan untuk belajar dari pengalaman tersebut. Kesalahan di masa lalu tidak harus menjadi penghalang untuk tumbuh, melainkan dapat menjadi pelajaran berharga dalam proses perkembangan psikologis.