John Bowlby: Dasar Teori Attachment
John Bowlby, seorang psikiater Inggris, adalah pelopor teori attachment. Ia percaya bahwa keterikatan emosional yang kuat antara anak dan pengasuh utamanya (biasanya ibu) adalah dasar penting bagi perkembangan psikologis anak. Bowlby mengajukan beberapa prinsip utama:
1. Kebutuhan Akan Keterikatan: Anak memiliki kebutuhan biologis untuk membentuk hubungan yang dekat dengan pengasuh, yang memberikan rasa aman dan perlindungan.
2. Perilaku Attachment: Perilaku seperti menangis, tersenyum, atau merangkak ke arah pengasuh adalah cara anak memastikan mereka tetap dekat dengan figur yang memberikan perlindungan.
3. Model Kerja Internal (Internal Working Model): Pengalaman keterikatan awal membentuk "model kerja internal," yaitu cara seseorang memahami hubungan di masa depan, termasuk kepercayaan, keamanan, dan pola hubungan interpersonal.
4. Tahapan Attachment:
Pra-attachment (0-6 minggu): Bayi menunjukkan perilaku seperti menangis untuk menarik perhatian, tetapi belum membentuk keterikatan spesifik.
Attachment in the making (6 minggu - 6 bulan): Bayi mulai mengenali pengasuh tertentu.
Clear-cut attachment (6 bulan - 2 tahun): Anak menunjukkan kecemasan perpisahan.
Formation of reciprocal relationships (2 tahun ke atas): Anak mulai memahami kepergian pengasuh dan dapat mengatur emosinya.
---
Mary Ainsworth: Strange Situation dan Kategori Attachment
Mary Ainsworth mengembangkan teori Bowlby melalui studi empiris. Ia terkenal dengan eksperimen "Strange Situation," di mana ia mengobservasi interaksi anak dan pengasuh dalam situasi yang melibatkan perpisahan singkat dan pertemuan kembali. Dari eksperimen ini, ia mengidentifikasi empat pola utama attachment:
1. Secure Attachment (Keterikatan Aman):
Anak merasa aman saat pengasuh hadir dan cemas saat pengasuh pergi.
Anak mudah ditenangkan saat pengasuh kembali.
Pola ini muncul ketika pengasuh responsif dan konsisten.
2. Avoidant Attachment (Keterikatan Menghindar):
Anak cenderung menghindari pengasuh, tidak mencari kenyamanan meskipun pengasuh hadir.
Pola ini sering berkembang karena pengasuh tidak responsif terhadap kebutuhan anak.
3. Ambivalent/Resistant Attachment (Keterikatan Ambivalen/Resisten):
Anak sangat cemas saat pengasuh pergi tetapi sulit ditenangkan saat pengasuh kembali.
Pola ini muncul karena pengasuh tidak konsisten dalam merespons kebutuhan anak.
4. Disorganized Attachment (Keterikatan Tidak Terorganisir):
Anak menunjukkan perilaku yang kontradiktif, seperti mendekati pengasuh tetapi juga menghindar.
Pola ini sering ditemukan pada anak yang mengalami trauma atau pengabaian serius.
---
Relevansi Teori Attachment
Teori ini sangat penting untuk memahami perkembangan psikologis dan sosial, termasuk:
Kesehatan mental di masa dewasa.
Pola hubungan interpersonal (romantis, persahabatan, dan keluarga).
Peran pengasuhan dan pentingnya keterikatan awal dalam perkembangan anak.
Teori attachment adalah konsep psikologi yang menjelaskan bagaimana hubungan antara anak dan orang tua/pengasuh mempengaruhi perkembangan emosi, sosial, dan kognitif anak. Berikut adalah beberapa poin penting tentang teori attachment:
Teori Awal Attachment
Teori attachment pertama kali dikembangkan oleh John Bowlby, seorang psikolog Inggris, pada tahun 1950-an. Bowlby mengemukakan bahwa anak-anak memiliki kebutuhan dasar untuk merasa aman dan terlindungi, dan bahwa hubungan dengan orang tua/pengasuh sangat penting dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
Jenis-Jenis Attachment
Menurut teori attachment, ada empat jenis attachment yang berbeda:
1. *Attachment Aman (Secure Attachment)*: Anak-anak dengan attachment aman merasa nyaman dan aman dalam hubungan dengan orang tua/pengasuh. Mereka dapat memisahkan diri dari orang tua/pengasuh tanpa merasa cemas.
2. *Attachment Tidak Aman (Insecure Attachment)*: Anak-anak dengan attachment tidak aman merasa tidak nyaman dan tidak aman dalam hubungan dengan orang tua/pengasuh. Mereka dapat merasa cemas atau marah ketika dipisahkan dari orang tua/pengasuh.
3. *Attachment Ambivalen (Ambivalent Attachment)*: Anak-anak dengan attachment ambivalen merasa tidak pasti dan tidak stabil dalam hubungan dengan orang tua/pengasuh. Mereka dapat merasa cemas atau marah ketika dipisahkan dari orang tua/pengasuh, tetapi juga dapat merasa tidak nyaman ketika bersama orang tua/pengasuh.
4. *Attachment Menghindar (Avoidant Attachment)*: Anak-anak dengan attachment menghindar merasa tidak nyaman dan tidak aman dalam hubungan dengan orang tua/pengasuh. Mereka dapat menghindari kontak fisik dan emosi dengan orang tua/pengasuh.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Attachment
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi attachment antara anak dan orang tua/pengasuh adalah:
1. *Kualitas Hubungan*: Kualitas hubungan antara anak dan orang tua/pengasuh sangat penting dalam mempengaruhi attachment.
2. *Ketersediaan dan Responsivitas*: Ketersediaan dan responsivitas orang tua/pengasuh dalam memenuhi kebutuhan anak sangat penting dalam mempengaruhi attachment.
3. *Pengalaman Trauma*: Pengalaman trauma dapat mempengaruhi attachment anak dengan orang tua/pengasuh.
4. *Kondisi Kesehatan*: Kondisi kesehatan anak dan orang tua/pengasuh dapat mempengaruhi attachment.
Dampak Attachment terhadap Perkembangan Anak
Attachment dapat mempengaruhi perkembangan anak dalam beberapa aspek, seperti:
1. *Perkembangan Emosi*: Attachment dapat mempengaruhi perkembangan emosi anak, seperti kemampuan mengatur emosi dan mengembangkan empati.
2. *Perkembangan Sosial*: Attachment dapat mempengaruhi perkembangan sosial anak, seperti kemampuan berinteraksi dengan orang lain dan mengembangkan hubungan yang sehat.
3. *Perkembangan Kognitif*: Attachment dapat mempengaruhi perkembangan kognitif anak, seperti kemampuan belajar dan mengembangkan keterampilan kognitif.
Kesimpulan
Teori attachment adalah konsep psikologi yang menjelaskan bagaimana hubungan antara anak dan orang tua/pengasuh mempengaruhi perkembangan emosi, sosial, dan kognitif anak. Attachment dapat mempengaruhi perkembangan anak dalam beberapa aspek, dan beberapa faktor dapat mempengaruhi attachment, seperti kualitas hubungan, ketersediaan dan responsivitas, pengalaman trauma, dan kondisi kesehatan.