Dalam era modern di mana akses pelayanan kesehatan dianggap sebagai hak dasar warga negara, peran penyedia jaminan sosial menjadi semakin penting. Namun sayangnya, seiring waktu, masyarakat merasa kecewa bahwa layanan kesehatan nasional tidak selalu memenuhi harapan.
Ombudsman Republik Indonesia telah menerima pengaduan pembatasan layanan kesehatan bagi peserta badan penyelenggara jaminan sosial.
Menurut anggota Ombudsman Republik Indonesia, Robert Na Endi Jaweng, mengatakan bahwa pelayanan kesehatan adalah hak konstitusional kepada warga negara sebagai perlindungan. Ironisnya, meskipun demikian, masih sering terjadi diskriminasi pelayanan kesehatan yang menjadi sorotan mata publik.
"Badan penyelenggara jaminan sosial tidak boleh lepas tangan dari masalah masyarakat hanya karena klaim tidak pernah mengatur itu (pembatasan). Jadi, harus tanggung jawab. Ini lebih besar dari sekadar pembiayaan, tetapi hak warga mengenai jaminan kesehatan," ujarnya.
Salah satu keluhan utama peserta badan penyelenggara jaminan sosial adalah antrean pelayanan kesehatan lambat. Hal ini seringkali terjadi di puskesmas dan rumah sakit, di mana mereka harus menunggu berjam-jam hanya untuk mendapatkan pengobatan atau pengambilan resep obat.
Pelayanan kesehatan masih belum merata di Indonesia, terutama daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK). Dan, melihat kondisi kekurangan jumlah tenaga medis yang bertugas, menjadi kendala besar bagi masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan, terutama bagi mereka yang memiliki kondisi gawat darurat. Kenyataannya, di daerah terpencil ketersediaan dokter spesialis dan peralatan medis masih minim. Hal ini dapat menyebabkan penundaan perawatan kesehatan yang kritis, dan meningkatkan risiko komplikasi atau keparahan penyakit.
"Kementerian kesehatan terus mendorong penguatan fasilitas pelayanan kesehatan atau sumber daya manusia, melalui alokasi beasiswa, atau pengiriman tim Nusantara Sehat (NS) dan wajib kerja dokter spesialis sebagai upaya pemenuhan tenaga medis," kata Prof. Nila Moeloek.
Peserta badan penyelenggara jaminan sosial yang mengeluhkan keterbatasan obat dan alat medis yang tersedia. Tidak jarang, mereka harus membeli obat-obatan dengan biaya pribadi. Bahkan, masalah mencakup peralatan medis yang seringkali tidak memadai atau rusak, sehingga menghambat proses diagnosis dan pengobatan.
Masyarakat menyadari masih terdapat kekurangan yang perlu perbaikan agar badan penyelenggara jaminan sosial memberi layanan kesehatan nasional secara merata, contoh: mereka yang merasa kebingungan terkait hak dan kewajiban sebagai peserta badan penyelenggara jaminan sosial. Kurang edukasi dan sosialisasi pemerintah menyebabkan peserta tidak tahu bagaimana cara menggunakan layanan kesehatan dengan benar.
Selain itu, sistem rujukan rumah sakit begitu rumit menjadi keluhan yang sering terdengar, bahkan memakan waktu lama dan membutuhkan prosedur yang membingungkan. Ini menunda penanganan pasien dan memperburuk kondisi kesehatan. Mereka mengeluhkan harus menunggu berbulan-bulan hanya untuk mendapatkan klaim pembayaran.
Dalam jangka panjang, hal mengurangi minat fasilitas kesehatan untuk bekerja sama dengan badan penyelenggara jaminan sosial. Meskipun terdapat berbagai kekurangan layanan kesehatan, badan penyelenggara jaminan sosial tetap program pemerintah Indonesia yang memberi manfaat bagi masyarakat.
Pemerintah perlu melakukan peningkatan infrastruktur kesehatan, terutama di daerah terpencil atau kurang berkembang, seperti: investasi dalam pembangunan fasilitas kesehatan, pengadaan peralatan medis yang modern, dan peningkatan jumlah tenaga medis yang berkualitas.
Selain itu, pemerintah melakukan reformasi sistem rujukan rumah sakit memastikan bahwa prosedur secara efisien, atau penggunaan teknologi informasi untuk mempercepat pengolahan klaim pembayaran. Pada akhirnya, kesehatan nasional memiliki potensi besar untuk menjadi motor perubahan.