Perbankan syariah di Indonesia terus berkembang pesat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap layanan keuangan berbasis syariah. Namun, di balik perkembangannya, sengketa antara nasabah dan lembaga keuangan syariah tetap menjadi tantangan tersendiri. Sengketa ini sering kali melibatkan aspek hukum perdata, aturan syariah, dan ekspektasi moralitas yang berbeda. Artikel ini akan membahas dilema nasabah dalam menyikapi sengketa perbankan syariah dengan mengacu pada ketentuan hukum, prinsip syariah, dan sebuah studi kasus nyata. Ketentuan Hukum dalam Sengketa Perbankan Syariah Dalam sistem hukum Indonesia, penyelesaian sengketa perbankan syariah diatur melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pasal 55 ayat (1) UU tersebut menyatakan bahwa sengketa yang timbul dalam kegiatan perbankan syariah diselesaikan melalui pengadilan agama. Hal ini selaras dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah. Namun, Pasal 55 ayat (2) memberikan opsi bagi para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme lain seperti arbitrase atau musyawarah. Salah satu lembaga arbitrase yang berperan penting dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah adalah Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).
KEMBALI KE ARTIKEL