HJ. WATI RAHMI RIA, SH. MH.
Dina Uswatun Hasanah
222121138
Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, Indonesia
Abstrak:
Buku ini merupakan panduan yang komprehensif tentang hukum perdata Islam, membahas berbagai aspeknya mulai dari ajaran dan sumber hukum Islam, sejarah Islam, hukum keluarga, hukum ekonomi, hukum perikatan, lembaga keuangan Islam, hingga wakaf. Kelebihan buku ini adalah menyajikan informasi yang mendalam dan terperinci tentang hukum Islam, memberikan pemahaman yang baik kepada pembaca tentang konsep-konsep hukum Islam. Namun, kekurangan buku ini antara lain bahasanya yang terkadang terlalu teknis sehingga sulit dipahami oleh pembaca awam, kurangnya contoh kasus untuk memperjelas penerapan konsep-konsep hukum Islam, dan kurangnya analisis kritis dalam penyajian informasi. Meskipun demikian, buku ini tetap menjadi referensi yang berguna bagi mereka yang ingin memahami lebih dalam tentang hukum Islam dalam berbagai konteks kehidupan.
Keywords: Perdata islam, sumber hukum, keluarga, ekonomi, perikatan.
Pendahuluan
Fiqh, atau hukum Islam, adalah cabang ilmu pengetahuan yang secara umum terbagi dalam dua kategori: ibadah dan muamalah. Namun kategori ini tidak hanya subjektif. rancu, juga agak panjang. Bersifat rancu dalam dua kategorii ini adalah materi hukum Islam bersatu, misalnya seperti wasiat. Kurang komprehensif, karena masih banyak sekali materi hukum Islam yang tidak termasuk dalam salah satu kategori tersebut di atas, seperti waris, iinayah, munakahat, dan materi lainnya.
Hukum Islam merupakan kumpulan hukum yang mengubah kehidupan sehari-hari masyarakat guna mencapai perdamaian dunia dan akhirat. Oleh karena itu, hukum Islam menjunjung tinggi hukum yang mengatur hak asasi manusia di seluruh dunia. Islam menjunjung tinggi seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, dalam hubungannya dengan orang lain, diri sendiri, lingkungan, dan Allah.
Hukum Islam yang diterapkan di bidang agama yang menjadi mutlak diperlukan sebelum berlakunya UU Tahun Ketiga 2006 hanya berlaku di bidang kawinan, kewarisan, dan waqafan. Yang saling melengkapi. Hukum Islam (juga dikenal sebagai KHI) adalah salah satu bentuk upaya penegakan prinsip-prinsip hukum Islam di Indonesia. Dengan demikian, KHI muncul sebagai lembaga penelitian hukum Islam terkemuka di Indonesia. KHI yang dilaksanakan melalui Inpres Nomor 1 Tahun 1991 dianggap sebagai produk hukum mapan sehingga menjadikannya sebagai pedoman. dan bantuan yang diberikan oleh para pemimpin agama Indonesia dalam mengatasi masalah karma, penyesalan, dan puasa. Keberagaman dan ketidaksamaan pedoman atau acuan yang digunakan oleh para ulama/hakim untuk memutus perkara yang berguna dalam hukum Islam sehingga di banyak tempat muncul perbedaanperbedaan. Keberagaman serta pemikiran untuk membentuk KHI. Oleh karena itu, KHI muncul sebagai upaya terdepan dalam penegakan hukum Islam di Indonesia.
Berdasarkan apa yang kita pelajari dan pahami selama ini, UU Perdata merupakan seperangkat peraturan hukum yang menjalin hubungan hukum antara seseorang dengan orang lain. Menitik berkata kepentingan perseorangan saja, yang digunakan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau dikenal juga dengan akronim BW. Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Reformasi dan Unifikasi Hukum Islam atau dikenal dengan KHI yang disahkan pada tanggal 10 Juni 1991, melegalkan penggunaan agama oleh pemerintah dan masyarakat umum sepanjang masih dapat digunakan. berbentuk Keputusan Presiden. Secara sederhana, Hukum Perdata adalah kumpulan aturan yang mengatur hubungan antara orang satu dengan yang lain. Ini fokus pada kepentingan individu, diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau disingkat BW. Begitu juga, ada Undang-Undang tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam yang telah disahkan oleh pemerintah untuk digunakan oleh instansi pemerintah dan masyarakat yang memerlukannya.
Hasil dan Diskusi
Ajaran dan Sumber Hukum Islam
Islam memiliki luasnya jangkauan wawasan yang disampaikan oleh Rasulullah Saw, melalui hadis-hadisnya. Iman dalam Islam terdiri atas 69 rangka, dengan malu sebagai salah satu rangka iman. Rangka tersebut dikelompokkan menjadi tiga golongan besar yaitu : aqidah, syariah, dan akhlaq. Aqidah membahas asas beragama tentang keimanan pada jagad raya dan kekuatan-kekuatan supranatural. Syariat mencakup ibadah khusus dan muamalah sebagai ibadah sosial. Akhlaq meliputi tata krama dalam kehidupan pribadi, sosial, berbangsa, bernegara, dan hubungan dengan Allah SWT.
Islam memiliki enam pokok kepercayaan (enam rukun iman) yang mencakup iman pada Allah, kitab-kitab suci, para malaikat, Rasulullah, hari kiamat, dan Qadla dan Qodar. Manifestasi penyerahan diri dalam Islam dirumuskan dalam lima rukun Islam, yang mencakup mengucapkan syahadat, menegakkan salat, mengerjakan shaum, membayar zakat, dan menunaikan hajji. Islam juga mengajarkan ide-ide atau konsep mengenai hidup kemasyarakatan, kenegaraan, dan sebagainya, yang tertuang dalam istilah atau pengertian ikhsan dan mu'amalah. Tasawuf adalah salah satu bentuk atau manifestasi hidup sesuai dengan etika Islam, yang memprioritaskan hidup kerohanian.
Ringkasan: Hukum Islam mengatur kehidupan manusia di dunia untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat, ini mencakup semua aspek kehidupan manusia baik individu maupun masyarakat. Berbeda dengan hukum Barat yang membedakan hukum privat dan publik, hukum Islam tidak membedakan secara tajam kedua bidang tersebut. Dalam hukum Islam, hukum perdata dan publik saling terkait. Bagian-bagian hukum Islam seperti munakahat, waratsab, muamalat, jinayat, al-ahkam al-sulthaniyah, dan mukhasamat tidak dibedakan secara tegas antara hukum perdata dan publik. Hukum perdata Islam mencakup munakahat (perkawinan dan perceraian), waratsab (harta peninggalan dan pembagian warisan), dan mu'amalat (hubungan manusia dalam soal kebendaan seperti jual beli, sewa menyewa, dan pinjam-meminjam).
Hukum Islam bertujuan memelihara kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat, dengan taklif sebagai landasannya. Kemashlahatan dapat ditemukan melalui teks Al-Quran dan hadis, namun jika tidak eksplisit, peran mujtahid penting untuk menggali mashlahat. Pengetahuan tentang Maqashid Al-Syariah kunci bagi mujtahid dalam ijtihadnya. Para ulama membagi tujuan syariah dalam tiga tingkatan: memelihara lima unsur pokok dalam kehidupan manusia, menghilangkan kesulitan, dan melakukan yang terbaik. Hukum Islam memiliki tiga spesifikasi yang tidak berubah: takamul, wasathiyah, dan harakah. Islam bersifat universal, ditujukan untuk seluruh umat manusia, bersifat elastis, dan manusiawi dengan memperhitungkan keadaan individu.
Sejarah Islam
Islam memiliki ajaran yang luas, disampaikan melalui hadis-hadis Rasulullah. Iman dalam Islam terdiri dari 69 rangka, dikelompokkan menjadi aqidah, syariah, dan akhlaq. Aqidah berfokus pada keimanan pada jagad raya dan kekuatan supranatural, syariah mencakup ibadah khusus dan muamalah, sedangkan akhlaq meliputi tata krama dalam kehidupan pribadi, sosial, berbangsa, bernegara, dan hubungan dengan Allah.
Masyarakat Arab memiliki garis keturunan patrilineal yang diwariskan melalui nama-nama bapak dalam silsilah. Mereka bangga dengan rentetan nama-nama tersebut dan menghormati nenek moyang mereka. Sebuah kabilah dipimpin oleh seorang patriarkh dan dalam mengurus kepentingan bersama, mereka mengikuti tradisi musyawarah. Ketika sistem monarki mulai mapan, pengertian bani identik dengan dinasti seperti Bani Umayah atau Bani Abasiah. Sebelum Islam, masa yang disebut jahiliyah sebetulnya tidak tepat jika diartikan sebagai masa kebodohan, karena pada masa itu orang Arab memiliki ilmu dan sastra yang cukup tinggi. Namun, mereka menyembah berhala dan masih menganut adat balas dendam darah serta memiliki pandangan negatif terhadap perempuan.
Islam memiliki enam pokok kepercayaan (enam rukun iman) yang mencakup iman pada Allah, kitab-kitab suci, para malaikat, Rasulullah, hari kiamat, dan Qadla dan Qodar. Manifestasi penyerahan diri dalam Islam dirumuskan dalam lima rukun Islam, yang mencakup mengucapkan syahadat, menegakkan salat, mengerjakan shaum, membayar zakat, dan menunaikan hajji. Islam juga mengajarkan konsep-konsep mengenai hidup kemasyarakatan, kenegaraan, dan sebagainya, yang tertuang dalam pengertian ikhsan dan mu'amalah, Tasawuf merupakan salah satu manifestasi hidup sesuai dengan etika Islam, yang mengutamakan hidup kerohanian.
Hukum Keluarga Islam
Islam mengatur hukum perkawinan sebagai upaya mewujudkan keinginan manusia untuk hidup bersama pasangannya dalam hubungan yang sah. Keluarga dalam Islam terdiri dari ayah, ibu, dan anak, yang dibentuk atas dasar melalui perkawinan yang sah menurut hukum Islam. Tujuan dari perkawinan dalam Islam adalah membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, yang penuh dengan cinta dan kasih sayang.
Menikah adalah hubungan intim antara pria dan wanita yang dijadikan halal oleh akad perjanjian untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal. Dalam Islam, nikah merupakan ibadah yang kuat untuk mentaati perintah Allah. Hukum pernikahan dapat berubah-ubah tergantung pada situasi dan kondisi individu, seperti wajib, sunnah, makruh, atau haram.
Hukum menikah menjadi wajib bagi yang takut terjerumus dalam perbuatan zinah, sementara menjadi sunnah bagi yang memiliki syahwat tinggi dan tidak takut terjerumus dalam zinah. Hukum nikah menjadi makruh bagi orang yang tidak mampu, seperti laki-laki yang impoten atau sudah berusia lanjut, karena hal itu dapat menghalangi keiginan untuk meneruskan keturunan. Hukum nikah menjadi haram bagi seorang Muslim yang berada di daerah orang kafir yang sedang memeranginya, atau jika seseorang hendak menikahi wanita dengan maksud tujuan menganiaya atau memperolok-olokannya. Untuk melangsungkan perkawinan yang sah, harus dipenuhi rukun dan syarat perkawinan.
Pernikahan dalam Islam adalah akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya sebagai ibadah. Prinsip awal hukum pernikahan adalah Mubah (boleh), yang dapat berubah tergantung pada situasi dan kondisi individu. Hukum nikah dapat menjadi wajib, sunnah, makruh, mubah, atau haram. Hukum menikah menjadi wajib bagi yang takut terjerumus dalam perbuatan zinah jika tidak menikah, sesuai dengan syarat jasmani dan rohani yang telah mencukupi.
Hukum menikah menjadi sunnah bagi yang memiliki syahwat tinggi dan tidak takut terjerumus dalam zinah, serta telah memiliki biaya hidup yang mencukupi.
Hukum menikah menjadi makruh bagi orang yang tidak mampu, seperti laki-laki impoten atau sudah berusia lanjut, karena hal ini bisa menghalangi tujuan meneruskan keturunan.
Hukum menikah menjadi haram bagi seorang Muslim yang berada di daerah orang kafir yang memeranginya, atau jika seseorang hendak menikahi wanita dengan maksud menganiaya atau memperolok-olokannya.
Untuk melangsungkan perkawinan yang dianggap sah, harus dipenuhi rukun dan syarat perkawinan. rukun perkawinan terdiri dari: calon suami, calon istri, wali nikah dari calon istri, dua orang saksi laki-laki, mahar, dan ijab kabul. Sedangkan di sisi lain syarat perkawinan mencakup persyaratan calon suami, calon istri, wali nikah dari calon istri, serta saksi.
Hukum pernikahan menurut UU Nomor 1 Tahun 74 tentang Perkawinan mengatur bahwa perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua belah pihak, calon mempelai laki-laki harus berumur 19 tahun dan mempelai perempuan 16 tahun, dan jika belum berumur maka harus mendapat izin dari orangtua atau walinya.
Perkawinan dianggap sah jika sesuai dengan peraturan agama, dan membawa konsekuensi hukum terkait dengan keabsahan anak, kewajiban orang tua terhadap anak, kewajiban anak terhadap orang tua, dan harta yang timbul dari perkawinan. Islam menganjurkan menikahi wanita dengan latar belakang agama yang baik, mampu menjaga diri, dan berasal dari keturunan yang baik. Agama menjadi unsur pertimbangan utama dalam memilih pasangan hidup, dengan faktor-faktor lain menjadi pertimbangan berikutnya.
Hukum Ekonomi Islam
Islam adalah agama yang disempurnakan dengan sumber utamanya Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah. Selain mengatur masalah ibadah, Islam juga mengatur muamalah, termasuk dalam bidang ekonomi. Islam memberikan pedoman yang umumnya berupa garis besar untuk memungkinkan perkembangan zaman dalam persoalan perekonomian.
Dalam pandangan Islam, kegiatan perekonomian bukan hanya anjuran tetapi juga tuntutan kehidupan dengan dimensi ibadah. Umat Islam diwajibkan menjalankan ibadah untuk bekal kehidupan di akhirat serta memiliki bekal selama menjalani kehidupan di dunia. Islam mengajarkan keseimbangan dalam hidup dan aktivitas ekonomi, tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. Tujuan aktivitas ekonomi dalam Islam adalah memenuhi kebutuhan hidup pribadi, keluarga, menyisihkan sebagian untuk ditabung, dan menolong sesama, khususnya anak-anak yatim yang memerlukan pertolongan.
Hukum Perikatan Islam
Dalam Hukum Perdata Islam menetapkan beberapa asas perikatan yang harus dipenuhi agar perikatan sah. Ada lima macam asas yang harus ada dalam suatu perikatan, termasuk memenuhi rukun dan syarat yang tidak boleh ditinggalkan. Para ahli hukum Islam berbeda pendapat tentang rukun perikatan, namun umumnya mencakup al-'aqidain, sighat al-'aqd, dan muqawimat 'aqd.
Suatu perikatan dapat rusak jika tidak memenuhi rukun dan syarat sahnya, atau karena tidak terpenuhinya unsur sukarela antara pihak-pihak yang bersangkutan. Khiyar adalah hak pilih bagi pihak yang melakukan perikatan untuk meneruskan atau tidak meneruskan perikatan dengan mekanisme tertentu. Ada beberapa jenis khiyar, seperti khiyar syarath dan khiyar ta'yin yang bersumber dari kedua belah pihak, serta khiyar yang bersumber dari syara' seperti khiyar 'aib, khiyar ruyah, dan khiyar majelis.
Perikatan berakhir dalam hukum Islam dapat disebabkan oleh terpenuhinya tujuan perikatan, pembatalan, putus demi hukum, kematian, atau ketidakizinan dari pihak yang memiliki kewenangan dalam mengurus perikatan.
Produk-Produk Akad
Bank Syariah menerapkan sistem bagi hasil seperti Musyarakah dan Mudarabah, berbeda dengan Bank Konvensional yang menggunakan sistem bunga. Terdapat perbedaan pendapat ulama tentang hukum riba (bunga) dalam perbankan, namun umumnya ada yang mengharamkannya, menghalalkan, atau menganggapnya sebagai hal yang sebaiknya dihindari.
Musyarakah dan Mudarabah adalah model kesepakatan dalam Islam yang bebas dari sistem riba. Mudharabah adalah kerja sama usaha antara pemilik modal dan pengelola usaha, di mana keuntungan dan kerugian dibagi sesuai kesepakatan. Murabahah adalah jual beli barang dengan keuntungan yang ditetapkan di awal.
Istishna adalah akad jual beli di mana pemesan memesan barang dengan spesifikasi tertentu kepada pembuat barang, dengan pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan. Sedangkan ijarah adalah akad pemindahan hak guna suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
Lembaga Keungan Islam
Bank Syariah berperan penting dalam perekonomian dengan prinsip-prinsip syariah yang berbeda dengan Bank Konvensional. Bank Syariah menghimpun dana dari masyarakat dengan produk seperti giro, tabungan, dan deposito. Namun, tidak semua produk dapat dibenarkan oleh hukum Islam, sehingga perlu dipahami secara mendalam dan menyeluruh.
Asuransi dalam Islam disebut takaful, ta'min, atau Islamic Insurance, yang berarti saling menanggung antar-umat manusia. Investasi dalam Islam sangat dianjurkan, karena membuat harta menjadi produktif dan memberikan manfaat kepada orang lain. Investasi dalam islam sangat dianjurkan, Pasar modal menjadi salah satu sarana investasi yang penting dalam perekonomian saat ini.
Ekonomi dalam Islam bertujuan memenuhi kebutuhan hidup manusia melalui produksi, distribusi, dan konsumsi. Di Indonesia, perbankan Islam memberikan alternatif bagi masyarakat yang ingin mengembangkan bisnis atau usaha mereka namun tidak dapat berhubungan dengan perbankan konvensional.
Tinjauan Umum Wakaf
Wakaf berasal dari kata bahasa Arab yang berarti berhenti atau berdiri. Dalam hukum Islam, wakaf adalah menyerahkan hak milik yang tahan lama zatnya kepada seseorang atau badan pengelola, dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya dipergunakan sesuai dengan ajaran Islam. Sebelum Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 berlaku, pengaturan wakaf di Indonesia belum memenuhi kebutuhan dan dapat menyebabkan penyimpangan.
Pada tahun 1960, dikeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang kemudian diikuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Namun, pengaturan ini hanya terbatas pada wakaf sosial dengan obyek berupa tanah hak milik.
Pada tahun 1991, Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 dikeluarkan untuk menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam, yang mengatur wakaf sebagai salah satu bentuk ibadah maliyah. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf mengubah pandangan terhadap wakaf dengan menganut prinsip temporalitas, yang selama ini tidak diakui oleh mayoritas mazhab Sunni. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai pengaruh mazhab syariah Islam yang mana yang mempengaruhi undang-undang tersebut.
Sedangkan menurut pendapat para ahli yurisprudensi Islam definisi wakaf diartikan sebagai berikut:
Imam Abu Hanifah menyatakan bahwa wakaf adalah menahan suatu benda yang tetap milik si waqif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebaikan.
Imam Malik dari Mazhab Maliki berpendapat bahwa wakaf tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan si waqif; namun, wakaf mencegah si waqif melakukan apa pun yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada orang lain. Selain itu, waqif berkewajiban untuk menyedekahkan manfaatnya serta tidak melepaskannya kepada orang lain. Namun, mazhab Syafi'i memberi definisi wakaf yang berbeda, yang berarti tidak melakukan apa-apa atas sesuatu yang dianggap sebagai milik Allah SWT dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial).
Menurut Mazhab lain Mazhab lain sama dengan mazhab ketiga, namun berbeda dari segi kepemilikkan atas benda yang diwakafkan yaitu menjadi milik yang diberi wakaf (mauquf 'alaih), meskipun mauquf 'alaih tidak berhak melakukan suatu tindakan atas benda wakaf tersebut, baik menjual atau menghibahkannya.
Dasar Hukum Wakaf
Al-Qur'an dan asSunnah tidak menyebutkan wakaf secara eksplisit, tetapi kedua kitab Islam tersebut menjelaskan makna dan arti wakaf. Al-Qur'an sering menggunakan istilah "wakaf" untuk menggambarkan derma harta (infaq) untuk kepentingan umum. Namun, dalam hadith, kata wakaf sering dikombinasikan dengan kata habs, yang berarti tahan.
Rukun Dan Syarat Wakaf
Rukun adalah sesuatu yang dianggap menentukan suatu disiplin, menjadi bagian penting dari disiplin itu sendiri. Dengan kata lain, rukun adalah penyempurna sesuatu, menjadi bagian dari sesuatu itu. Namun, para pakar hukum Islam tidak setuju satu sama lain dalam menentukan definisi wakaf yang telah disebutkan di atas. Namun, mereka tidak setuju tentang syarat wakaf karena tanpa syarat, wakaf tidak dapat berdiri sendiri dan tidak sah.
Di antara lima syarat wakaf adalah sebagai berikut:
Waqif (orang yang memberikan wakaf) pemilik harta yang mewakafkan hartanya adalah waqif.
Mauquf bih (harta atau benda yang di wakafkan) merupakan hal yang sangat penting dalam perwakfan, sebagai objek wakaf, harta benda yang di wakafkan tersebut bisa di pandang sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Memiliki nilai yang dapat dipertahankan jika terjadi kerusakan.
Harta wakaf harus jelas bentuknya. Para fuqaha mengatakan bahwa harta itu harus diketahui secara pasti dan tidak ada sengketa.
Wakaf adalah hak milik dari Waqif. Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan fuqaha tentang apakah wakaf tidak sah jika itu berasal dari harta milik pewakaf sendiri. Oleh karena itu, pewakaf harus menjadi pemilik dari harta yang diwakafkanya atau yang berhak untuk melakukan wakaf terhadap harta yaitu dengan mewakilinya kepada pemilik.
Harta wakaf bisa berups benda yang sesuai dengan tradisi.
Mauquf alaih (penerima wakaf, tujuan wakaf) wakaf hanya boleh dilakukan dalam batas-batas yang diizinkan oleh syariat islam.
Sighat (pernyataan wakaf) jumhur fuqaha menyetujui rukun wakaf ini, mereka menganggap pelaksanaan wakaf belum sempurna jika tidak ada ikrar wakaf.
Nazhir (pengendali wakaf) kitab fiqih biasanya tidak mencantumkan nazhir sebagai rukun wakaf, namun, dengan mempertimbangkan tujuan wakaf untuk menjaga manfaat dari benda wakaf, kehadiran nazhir sangat penting.
Hakikat Harta Benda Wakaf
Benda yang diwakafkan adalah komponen penting wakaf. Wakaf tidak mungkin terjadi tanpa benda wakaf. Menurut fuqaha dan hukum positif, benda wakaf harus bermanfaat dan bernilai ekonomis (baik bendanya maupun manfaatnya) dan dapat diperjual belikan. Madzab Hanafi berpendapat bahwa harta yang dapat diwakafkan harus memenuhi syarat abadi atau kekal. Oleh karena itu, agar wakafnya dapat diabadikan, harta yang hendak fiwakafkan harus berupa harta yang kekal, akibatnya ulama hanafiah mengatakan bahwa dasar wakaf adalah harta yang tidak bergerak. Asa wakaf yang paling penting ta'bid (tahan lama) berasal dari kaidah mazhab Hanafi, pada prinsipnya, yang sah diwakafkan adalah benda tidak bergerak.
Menurut Abu Zahrah, wakaf benda bergerak diizinkan sebagai pengecualian dari prinsip jika memenuhi persyaratan. Pertama, benda bergerak harus selalu menyertai benda tetap karena dua alasan, mereka sangat dekat dengan benda tetap (misanya, bangunan dan pepohonan) atau kedua, karena mereka disediakan untuk kepentingan benda tetap (misalnya, bajak untuk membajak sawah). Kedua mewakafkan barang bergerak dapat dilakuka berdasarkan asar (perilaku) sahabat yang memungkinkan, seperti mewakafkan senjata atau pakaian perang yang digunakan dalam perang. Ketiga, mewakafkan barang bergerak dapat mendatangkan pengetahuan, dan ini dapat dilakukan sesuai dengan urf (tradisi). Mewakafkan kitab-kitab dan mushaf Al-Qur'an sama dengan itu.
Menurut mazhab Hanafi, mengganti benda wakaf yang dianggap tidak kekal memungkinkan kekalnya manfaat. Selain itu, mereka memperbolehkan mewakafkan barang-barang, yang sudah biasa dilakukan. Para ulama yang megikuti imam syafi'i berpendapat bahwa fungsi atau manfaat harta yang diwakafkanharus dipertimbangkan, apakah itu barang bergera, barang tidak bergerak, atau barang kongsi (milik Bersama). Namun mazhab maliki berpendapat bahwa mewakafkan barang bergerak, tidak peduli apakah ada nash yang mengizinkanya. Mazhab ini menizinkan wakaf sementara karena tidak disyaratkan ta'bid (hsrusselama-lamnya).
Mazhab hambali juga mengizinkan wakaf harta, baik bergerak maupun tidak bergerak, ini termasuk kendaraan, hewan ternak, senjata, kitab, dan harta bergerak lainya, serta harta yang tidak bergerak seperti harta dan tanaman. Mazhab ini berpendapat bahwa keabadian suatu wakaf tergantung pada sifatnya. Jika harta wakaf tidak mengalami kerusakan, seperti tanah, maka keabadianya lebih terjamin selama tanah itu dapat digunakan. Sebaliknya, jika harta wakaf mengalami kerusakan, keabadianya terbatas sampai harta wakaf itu tidak digunakan lagi.
Kesimpulan
  Kesimpulan ini menyoroti beberapa poin penting yang diangkat dalam pembahasan sebelumnya tentang hukum Islam, khususnya dalam konteks ajaran dan sumber hukum Islam, sejarah Islam, hukum keluarga Islam, hukum ekonomi Islam, hukum perikatan Islam, lembaga keuangan Islam, dan wakaf. Islam sebagai agama memiliki ajaran yang luas dan menyeluruh, disampaikan melalui hadis-hadis Rasulullah. Ajaran tersebut mencakup iman (aqidah), syariah (hukum ibadah dan muamalah), dan akhlaq (tata krama dan etika). Islam memiliki enam rukun iman dan lima rukun Islam sebagai pedoman hidup umatnya. Konsep hidup kemasyarakatan, kenegaraan, dan lainnya juga menjadi bagian integral dari ajaran Islam.
Dalam hal hukum keluarga, Islam mengatur perkawinan sebagai upaya untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Perkawinan dianggap sah jika sesuai dengan peraturan agama, dengan agama menjadi unsur pertimbangan utama dalam pemilihan pasangan hidup. Dalam ekonomi Islam, kegiatan ekonomi bukan hanya anjuran tetapi juga tuntutan kehidupan dengan dimensi ibadah. Islam mengajarkan keseimbangan dalam hidup dan aktivitas ekonomi, serta tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. Perekonomian dalam Islam bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup pribadi, keluarga, dan menyisihkan sebagian untuk ditabung serta menolong sesama.
Hukum perikatan Islam menetapkan beberapa asas perikatan yang harus dipenuhi agar sah, serta mengatur berbagai jenis perikatan dan mekanisme pembatalannya. Asas sukarela menjadi faktor penting dalam perikatan, dan terdapat hak khiyar bagi pihak yang melakukan perikatan. Lembaga keuangan Islam, seperti bank syariah, menerapkan sistem bagi hasil dan produk-produk yang sesuai dengan prinsip syariah. Asuransi dalam Islam disebut takaful dan investasi sangat dianjurkan dalam Islam, dengan tujuan untuk membuat harta menjadi produktif dan memberikan manfaat kepada orang lain.
Wakaf merupakan salah satu aspek penting dalam Islam yang mengatur penyerahan hak milik yang tahan lama zatnya untuk kepentingan umum sesuai dengan ajaran Islam. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf mengubah pandangan terhadap wakaf dengan menganut prinsip temporalitas, yang selama ini tidak diakui oleh mayoritas mazhab Sunni.
Dalam kesimpulan ini, kita dapat melihat betapa luasnya dan mendalamnya ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ajaran tentang keluarga, ekonomi, perikatan, dan lembaga keuangan. Keseluruhan ajaran ini memberikan pedoman yang jelas bagi umat Islam untuk menjalani kehidupan yang seimbang dan bermanfaat bagi diri sendiri dan sesama.
Referensi
RIA, WATI RAHMI. 2018. Hukum Perdata Islam. Aura. Team Aura. Lampung: CV. Anugrah Utama Raharja.