Kamu memang bukan peri yang menghampiriku dengan sayap
tapi mendekat dengan kepedulian pada diriku
Aku manusia pincang harapan.
Kamu meraba rasa sakit ini untuk dipahami atas apa yang aku alami.
Air matamu turun lebih dulu daripada aku yang justru membekukan tangis.
Kata-kata seakan telipat pada bibirku saat di hadapanmu, dan aku begitu kelu.
Dirimu selembut tetes gerimis saat turun mengaliri kemaraunya jiwa ini.
Bunga-bunga itu akan merunduk karena kamu memiliki kecantikan dari dalam.