Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Perlukah Balita Bisa Membaca ?

15 Januari 2010   06:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:27 164 0
Sekedar pertanyaan yang menggayuti pikiran saya siang ini.

Mengapa ?

Ya, siang ini, seperti biasa di jam istirahat kami makan siang, kali ini kami pilih menu gerobak (nasi goreng/mie goreng/ketoprak).

Saat makan siang itulah terjadi obrolan siang, kali ini topiknya ANAK.

Saya yang memang membiasakan diri tidak menceritakan secara lisan anak saya bisa anu logh, bisa ini logh, bla bla bla maka cukup mendengarkan obrolan tersebut :)

Lain halnya di tulisan, saya memang membuat blog khusus anak saya, itu pun semata sebagai catatan portfolio kehidupan HE (Home Education).

Ok, singkat cerita, topik tentang anak sampailah pada pembahasan Balita Bisa Membaca.

Di sinilah saya menjadi gedabruk, hati ini terpuruk jauuuuuhhhh sekali :'(

KENAPA SIH ?

Urusan ortunya donk ah kalo anaknya yang balita bisa baca DIN !

Bangga donk anak balita sudah bisa baca DIN !

Oke oke dua kalimat seru di atas hanya bayangan saya saja kog, wong saya tetap dalam diam mendengarkan pembahasan tsb ..

Dalam diam tersebut, pikiran saya melayang-layang ke Finlandia.

Iya, memang belum pernah saya ke sana, tapi teman saya ada yang sudah pernah ke sana dan menceritakan sungguh mantapnya kehidupan pendidikan di sana.

Iya, memang selain tahu dari sang teman tersebut, saya hanya sekedar tahu dari artikel-artikel tentang bagusnya perkembangan pendidikan di Finlandia bahkan peringkat pertama di dunia.

Kabarnya, di sana, justru melambatkan usia masuk sekolah yaitu usia 7 tahun (di sini ? 6 tahun saja ada yang sudah heboh anak gw udah bisa baca belooommm sambil panik).

Kabarnya, di sana, dll dsb bla bla bla yang cukup membuat hati dan pikiran tambah miris :'(

Gimana, di negara yang pendidikannya termasuk peringkat pertama saja melambatkan usia sekolahnya, nah di kita ? Usia balita sudah bisa baca ?

Wah peringkat kita bisa di atasnya Finlandia, donk ?

Apa iya ?

Secara, kabarnya, di sana ....


  • Finlandia Unggul secara akademis tapi juga menunjukkan unggul dalam pendidikan anak-anak lemah mental.
  • Finlandia tidaklah menggenjot siswanya dengan menambah jam-jam belajar, memberi beban PR tambahan, menerapkan disiplin tentara, atau memborbardir siswa dengan berbagai tes.
  • Kualitas guru yang ok.
  • Finlandia justru percaya bahwa ujian dan testing itulah yang menghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak testing membuat kita cenderung mengajarkan kepada siswa untuk semata lolos dari ujian.
  • Siswa diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri.
  • Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai kesempatan untuk memperbaiki.
  • Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinya masing-masing
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun