Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Sebuah Keputusan

1 Juni 2012   17:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:30 74 0
Di pinggir pantai Ancol, Jakarta. Pukul 21.00 WIB.

Aku menatapnya dalam. Ada kelegaan di dalam hati.

"Semuanya telah usai. Rasanya, dua setengah tahun cukup bagiku untuk mengakhiri semuanya. Maafkan."

"Jika aku datang duluan ke rumahmu, apakah kau masih menerimaku?"

Aku terdiam lalu tersenyum tipis. "Tentu saja, aku masih menerimamu."

"Sebagai?" Tatapnya lurus.

Aku terdiam sejenak.

"D?"

Aku sibuk dengan perasaanku. Perasaanku yang bergemuruh karena pada akhirnya harus memutuskan semuanya di sela kegalauan yang turun naik selama kurang lebih dua setengah tahun. Kegalauan yang tak kumaui lagi.

"D?" Tanyanya lagi.

Aku menarik napas berat. Berat bagaikan tertimpa batu kali.

"D?" Dia mulai tak sabar.

"Ini adalah keputusanku."

"Baiklah, kau akan melanjutkan hidup dengan siapa, D? Dengan lelaki mana? Suku apa? Pekerjaannya apa? Muslimkah dia?" Berondongnya.

Aku tersenyum pahit.

Kuangkat bahuku perlahan. "We shall see."

"Apakah kau akan mengundangku, D?"

"We shall see."

"Menangislah, D. Aku tahu kalau kau ingin menangis." Dia menyodorkan bahunya.

Aku menggeleng. Aku tak mau menangis dibahunya. Jika menangis dibahunya, maka kemungkinan besar akan ada penyesalan dariku dan menarik keputusanku tersebut.

Ya, sebuah keputusan memang harus kulakukan demi masa depan. Keputusan untuk meninggalkan Al yang telah menarik-ulur perasaanku selama kurang lebih dua setengah tahun....

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun