Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Teruskanlah....

11 April 2012   17:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:44 192 0
Di sebuah rumah cluster minimalis yang bercat hitam putih.

"Terima kasih kau sudah datang, D. Kutahu kau pasti takkan bisa menjauh dariku."

Aku tersenyum tipis. "Nih, kukembalikan Andrei Laksana-mu. Novel yang inspiratif, Lelaki Terindah. Bagiku, kau juga pernah menjadi lelaki terindah di dalam salah satu fase kehidupanku."

Al menarik alis kanannya. "Jadi, kau akan ikut bersama kami ke kota itu? Kau, aku, dan perempuan itu."

Aku berdehem. "Nope, thanks."

"Kau merasa tertipu denganku, D?"

"Uhm, sedikit banyak, ya, tertipu tapi teruskanlah perjuanganmu itu. Kau dan 'perempuan' itu..."

Al menyeringai. "Kau tak menyalahkan hubungan kami?"

Aku menggeleng. "Tidak. Biasa saja.... Jangan tanyakan lagi soal itu, ya, karena sulit bagiku untuk memberikan kata-kata yang tepat untuk menjawabnya. Yang jelas, kau dan dia sudah dewasa dan tahu konsekuensi dari segala tanggung jawab yang kalian ambil."

"Nampaknya, selibat tak lagi ada di otakmu, ya? Bagaimana dengan tuduhan murtad, atheis, lesbian, hipokrit, liberal, pemuja setan.... Lalu, sederet tuduhan lainnya?" Al menatapku kecewa.

Aku berjalan ke dapur. Lalu kutuangkan air es dingin dari dalam kulkas. "Abaikan saja. Lumayan, mendapatkan pahala dari tuduhan tersebut, mungkin pahala atau musibah, entahlah, mereka yang melontarkan hal tersebut mungkin akan lebih memahami hal tersebut karena lebih 'berilmu' dariku. Wallahualam." Jawabku santai.

"D, kau tak takut kalau aku akan melakukan hal negatif kepadamu siang ini? Tahukah kalau saat ini kita hanya berdua saja?"

Aku tertawa lebar. "Walaupun kita baru mengenal dua tahun, entah mengapa, aku mengenalmu lebih dari dua tahun. Mungkin, kita pernah berjodoh di kehidupan yang lalu."

"Perempuan aneh. Kudoakan semoga kau tetap fokus dan semakin baik dalam menjalani proses saat ini."

"Amin, terima kasih. Jadi, Mei 2012, kau tak melamarku, eh," tatapku lurus.

Al tersenyum. Dia mengedipkan mata kirinya. "We shall see, D. Jika aku kembali lalu insyaf dan melamarmu, bagaimana, D?"

Kubalas kedipan matanya dengan mata kiriku. "Well, we shall see juga. Tak mau munafik juga, jika saat itu aku masih single fighter, kau juga single fighter dan sudah satu ideologi denganku, maka insya Allah akan kuterima. Sebelum benar-benar melaju ke akad nikah, test kesehatan wajib kita lakukan, terutama, maaf AIDS karena kutahu kau sering bergonta-ganti pasangan."

Al melotot. "Enak ajeh, sembarangan saja! Aku hanya melakukannya dengan perempuan itu, kemudian dengan dua lelaki terindah sebelumnya."

Aku meneloyor kening Al. "Dudul, mangkanye, kudu test kesehatan."

Al tersenyum. "Iya, baik, siap Bos. Mm, jika salah satu syaratnya harus seideologi denganmu, maka sekarang juga aku bersedia melakukannya. Kulakukan demimu, D."

Aku menggeleng. "Nope, terima kasih. Lakukanlah karena memang kau mau dan hanya untuk-Nya juga untukmu, jangan dilakukan hanya untukku."

Al tersenyum lagi. Kali ini, senyumnya lebih manis daripada sebelumnya. Dia mencolek pipiku. "Iya, sayang."

"Jadi, bagaimana sekarang?"

"Aku akan tetap pergi bersama perempuan itu. Sebelum itu, kami akan sowan ke rumah Ibuku untuk memberi tahu hal ini. Kedua orangtua perempuan itu sudah positif menolak hubungan kami dan telah menghapus namanya dari anggota keluarga. Kami akan berjuang bersama di negara yang baru, identitas baru, dan pekerjaan baru. Merdeka!"

"Teruskanlah Al. Semoga Tuhan melindungi kalian berdua dan semoga ada jalan kebaikan yang akan membuka kalian untuk kembali ke kehidupan  yang...."

"Tak usah kau lanjutkan, D. Teruskanlah D, lanjutkan hidupmu. Terima kasih kau sudah bersedia menemuiku di sini. Apakah kau mau ikut mengantarkanku ke bandara dan menemui perempuan itu? Perempuan itu bekerja di Bali dan aku di Jakarta. LDR, Long Distance Relationship terkadang membuat kami lebih banyak curiga dan di sela kami break, aku bersyukur menemukanmu, D. Ya, walaupun hanya dua tahun, bagiku itu tetap suatu hal yang berharga."

Aku mengambil kue cokelat di dalam toples.

"D, terima kasih."

Aku mengangguk. "Ya, ya, ya."

"Aku dan perempuan itu akan bertemu di Bandara Soekarno Hatta sore ini. Ikutlah bersamaku, D. Maksudku, bersama kami."

"Beuh, lalu kita threesome, begitu," kataku meleletkan lidah.

Al tertawa lebar. "Kau ini.... Hati-hati kalau bicara.... Orang yang tak memahamimu akan mengecapmu sebagai orang yang mudah phobia, alergi, dan melabelimu hal-hal negatif. Jika ada yang berani mengganggumu, D, segera hubungi aku. Kalaupun aku tak bisa menggampar orang itu, paling tidak aku bisa mendoakanmu dari jauh supaya kau semakin kuat."

Kuelap mulutku yang belepotan cokelat. Kuteguk air es dingin yang tersisa.

Al mendekatiku. Aku terkesiap.

"Ya ampyun, D!  Dikau santai saja. Aku hanya ingin...." Belum sempat aku menghindar, tubuh Al yang atletis dan sixpack itu memelukku erat selama dua menit. Kemudian, dia mengecup kening dan kedua pipiku sekilas. Sebelum dia mendaratkan bibirnya di atas bibirku, aku sudah menghindar dan refleks menampar wajahnya. Al mengaduh lalu tersenyum,"Maaf, D." Al menjauhiku."Kembalilah ke duniamu yang hitam putih, D, bersama anak didikmu yang innocent."

"Yup, mari kita teruskan kehidupan kita masing-masing."

Aku dan Al bersalaman. Berdamai, setidaknya berusaha berdamai dengan perasaan kami masing-masing....

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun