Kau tuliskan bahwa mencintaiku itu sama saja dengan makan petai, jeroan, ampela, empedu, jengkol, dan pare. Kau juga menuliskan bahwa mencintaiku sama saja dengan di dalam penjara seumur hidup, ah lebai.... Lagi, kau menuliskan bahwa mencintaiku sama artinya dengan makan ongol-ongol, cokelat, roti lapis keju, asinan bogor, dan telur mata sapi. Selain itu, mencintaiku sama saja dengan menyeruput cappucino latte, menyedot es kelapa muda, menenggak alkohol enol persen, dan diet soda. Mmm....
Kubaca kembali tulisanmu malam ini. Tulisan di dalam kertas yang harum. Tulisan yang digoreskan melalui tinta semerah darah, entah apa artinya dan kalaupun itu memang darahmu sendiri, sungguh, aku tak peduli. Maaf adalah sebuah kata yang kuberikan kepadamu jika memang benar itu darahmu.
Kubaca lagi suratmu yang beku. Ada aura kebekuan yang diam-diam menjalari batinku. Aku tahu bahwa kau memang bertujuan seperti itu. Kau ingin aku membeku karena kau telah mencintaiku. Namun, aku tetap bebal. Aku tak mau membeku hanya karena kau mencintaiku.
Masih ada dua lembar surat darimu. Semuanya mengenai arti mencintaiku....
Aku menarik nafas kemudian menatap langit-langit kamar pada dini hari yang lenggang. Kosong, hampa, dan menunggumu untuk datang. Yang kuinginkan adalah kedatanganmu ke rumahku, bukan sekadar surat cinta mengenai arti mencintai, khususnya mencintaiku....