Tara menengadah pada segala yang ada di atasnya lalu menengok kesegala sisi, meskipun ia sebelumnya telah sadar ia hanya akan disuguhkan pemandangan tegaknya dinding-dinding pucat. Semakin lama, semakin ia merasa jengah. Dinding yang mengelilinginya terasa semakin tinggi saja dan tetap tak mempunyai celah. Tara meringkuk pada pojokan dingin ruangan itu. Ia merasa sedikit ramai dengan segala benda-benda semu disekitarnya. Tara melihat dirinya sendiri menghitam di dinding terbias cahaya bohlam lampu yang redup, nyaris mati. Ia juga melihat kilatan-kilatan drama yang bergerak berganti kisah yang ia tahu ternyata adalah kalaedoskop keinginan yang membuncah di kepalanya. Semuanya semu, hanya dirinya sendiri yang nyata.