dan spesies bergantung padanya. Air adalah unsur vital bagi kehidupan, dan perubahan dalam ketersediaan maupun kualitas air dapat memiliki dampak besar pada keanekaragaman hayati. Misalnya, pengurangan aliran air kedanau dan sungai dapat mengakibatkan berkurangnya habitat bagi ikan dan spesies hewan air lainnya. Pembangunan infrastruktur juga dapat mengakibatkan fragmentasi habitat, yang memisahkan populasi satwa liar dan mengurangi kemampuan mereka untuk bergerak bebas dan mencari makanan. Fragmentasi habitat adalah salah satu ancaman terbesar bagi keanekaragaman hayati, karena dapat mengurangi ukuran populasi, mengisolasi kelompok-kelompok kecil, dan mengurangi peluang reproduksi. Hal ini dapat meningkatkan risiko kepunahan, terutama bagi spesies yang sudah terancam punah. Fragmentasi juga dapat mengganggu pola migrasi dan perilaku satwa liar. Misalnya, banyak spesies burung dan mamalia besar yang membutuhkan area yang luas untuk mencari makanan dan berkembang biak. Pembangunan jalan, bangunan, dan infrastruktur lainnya dapat memutus jalur migrasi ini, mengurangi akses ke sumber daya penting, dan meningkatkan konflik antara manusia dan satwa liar.
Kalimantan Timur mengalami penurunan tutupan pohon sebesar 20% antara tahun 2001 dan 2022, dengan 69% dari kehilangan tersebut terjadi di hutan alam. Deforestasi di Kalimantan Timur telah menyebabkan peningkatan suhu maksimum harian sebesar 0,95 derajat Celcius antara tahun 2002 dan 2018. Laju deforestasi meningkat dari 89 ribu hektar per tahun menjadi 157 ribu hektar per tahun. Wilayah Kalimantan Timur memiliki biodiversitas yang sangat beragam, termasuk 527 jenis tumbuhan, 180 jenis burung, 25 jenis herpetofauna, dan lebih dari 100 jenis mamalia. Deforestasi mengancam keberlangsungan hidup spesies-spesies terancam
punah seperti orangutan, bekantan, dan beruang madu. Sejak 1973, Kalimantan telah kehilangan lebih dari 30% tutupan lahannya, yang berdampak signifikan pada habitat asli orangutan dan spesies lainnya
Menurut Dr. Dwiko Budi Permadi, Ph.D., dosen Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, pembangunan IKN di atas lahan yang berstatus hutan dapat menyebabkan deforestasi signifikan. Ia menyatakan bahwa meskipun pemerintah mengklaim bahwa 70% dari kawasan IKN tetap akan hijau, hal ini berarti 30% dari lahan hutan akan diubah menjadi lahan pembangunan (Nurhadi Sucahyo, 2023). Dampak kerusakan lingkungan tidak dapat dihindari karena menurut Greenpeac, dari tahun 2015 -- 2019, terdapat banyak titik api kebakaran lahan dan hutan di Kalimantan Timur (Theresia et al., 2020a).
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: UU ini mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Dalam konteks pemindahan IKN, UU ini menekankan pentingnya menjaga keanekaragaman hayati dan kelestarian lingkungan.
Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur membawa dampak signifikan terhadap lingkungan, terutama berkurangnya habitat alami satwa dan tumbuhan khas di wilayah tersebut. Pembangunan besar ini melibatkan pengembangan infrastruktur yang luas, termasuk gedung, jalan, dan akomodasi lainnya, yang memerlukan pembukaan lahan dalam skala besar. Akibatnya, hutan-hutan yang menjadi rumah bagi berbagai spesies satwa dan tumbuhan endemik terancam hilang.