Mohon tunggu...
Program
kkn
infinite
kilas balik
narativ
the series
ramadan
Terpopuler
Terbaru
Headline
Topik Pilihan
Komunitas
Event
Video
K-rewards
Game Changer
Cerita Pemilih
Analisis
Sosok
Fiksiana
Cerbung
Cerpen
Horor
Puisi
Roman
Halo Lokal
Bandung
Joglosemar
Makassar
Medan
Palembang
Surabaya
Humaniora
Bahasa
Filsafat
Pendidikan
Seni
Sosbud
Inovasi
Gadget
Nature
Otomotif
Lyfe
Beauty
Book
Diary
Film
Games
Healthy
Hobby
Home
Humor
Love
Music
Parenting
Worklife
Money
Entrepreneur
Financial
New World
Artificial intelligence
Cryptocurrency
Metaverse
NFT
Olahraga
Atletik
Balap
Bola
Raket
Ruang Kelas
Ilmu Alam & Tekno
Ilmu Sosbud
Travel Story
Foodie
Trip
Video
Vox Pop
Hukum
Kebijakan
Politik
KOMENTAR
Puisi
Pilihan
Prau 2565 Mdpl
28 Maret 2017 14:51
Diperbarui: 25 April 2017 02:00
545
1
Hembusan angin di siang itu seakan memaparkan lirih
Tajam dingin sejuknya menusuk pori-pori batin kegelisahan
Dengan harmoni cakrawala sedikit malu-malu mempersembahkan terang
Diselimuti tipis kabut kehidupan disekitarnya
Langkah-langkah kami begitu terasa kecil dan berat
Menyusuri hutan cemara menanjak dan berbatu
Genit gerimis sang empunya menyambut kami dalam lelah
Peluh menetes, nafas tersengal, kaki gontai tak kuasa
Dalam lelah dan letih kaki-kaki ini terus berpijak
Memerhati dan mengamati disekeliling yang ada
Rimbunnya hutan cemara
Riuhnya angin gunung tak terbatas; lepas
Jalan berkelok penuh batu dan mendaki
Kepedulian satu dengan yang lainnya menjadi cemara di hati
Silih berganti melepas lelah dalam pendakian mengenal diri
Deras gerimis meleleh menjadikannya hujan
Angin bertiup kencang mengoyak tubuh-tubuh ketiadaan
Dingin memagut pada tubuh-tubuh yang basah dan kuyup
Sebentar lagi puncak itu menyajikan malam di atas kelam
Berjalan kami mencari titik persinggahan
Hanya sebatang terang dari senter harapan menjadi penuntun jalan
Gemuruh angin menghantarkan ketakutan semakin dalam
Tenda-tenda pelindung diri seakan ingin berlari dipekatnya malam
Pagi lekaslah kembali!
Doa-doa beribu kali sudah diberi
Harapan kemanusiaan tinggi menanti menjadikan puisi
Di tengah tebalnya kabut tanpa hati masih menyimpan mimpi
Potret-potret kamera menjadi saksi ironi di waktu pagi
Prau 2565 mdpl tersimpan asa ada terang dipuncaknya
Satu wajah nampak murung kau matahari
Di puncak Prau kami mengerti; harapan itu sudah terjual-beli olehnya.
Prau, 14 Desember 2016
KEMBALI KE ARTIKEL
KIRIM
Artikel Lainnya
Powered by
Jixie mencari berita yang dekat dengan preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita tersebut disajikan sebagai berita pilihan yang lebih sesuai dengan minat Anda.
LAPORKAN KONTEN
Konten tidak orisinal/melanggar hak cipta
Hate speech/menyerang/merugikan pihak lain
Vulgar/menimbulkan perasaan tidak nyaman (pornografi, darah, data privat, dsb)
Mengandung berita bohong/hoaks/misinformasi
Promosi aktivitas ilegal/berbahaya (judi, aborsi, investasi bodong, bunuh diri, dsb)
Spamming
Akun ini palsu/menggunakan identitas orang lain
Akun ini membahayakan pihak lain
Akun ini diretas
Akun menyebarkan kebencian (hate speech)
Alasan
Batalkan
Laporkan
1
1
Laporkan Konten
Laporkan Akun
X CLOSE
×
Akun Terverifikasi
Diberikan kepada Kompasianer aktif dan konsisten dalam membuat konten dan berinteraksi secara positif.
Pelajari selanjutnya.