Mira mulai menyukai Jocqo ketika mereka sudah saling mengenal selama enam bulan. Menurut Mira, Jocqo-lah figur pria yang ia impikan selama ini untuk menjadi pacarnya atau bahkan pasangan hidupnya. Baik, pengertian, selalu membantu menyelesaikan masalah, ramah, humoris, dan nyambung diajak ngobrol.
Tapi, sayang Jocqo tak kunjung menyatakan cinta kepadanya. Padahal Mira sudah memberikan sinyal-sinyal cinta.
Akhirnya, Mira memutuskan untuk menyatakan cinta duluan ke Jocqo. Meskipun itu adalah langkah yang tidak lazim untuk seorang wanita. Tapi ia tetap melakukannya.
Sayang seribu sayang. Cinta Mira ditolak mentah-mentah oleh Jocqo. Alasannya karena Jocqo sudah mempunyai pacar. Bahkan pacarnya itu sudah ia jadikan sebagai calon istri.
Hancurlah hati Mira. Ia menangis dan meratapi nasibnya yang malang. Berhari-hari ia hanya terbengong-bengong di rumah. Sampai-sampai orang tuanya khawatir akan kesehatan jiwa Mira. Teman-teman dekatnya juga sudah menghiburnya agar ia dapat melupakan Jocqo. Tapi percuma. Baginya, Jocqo adalah cinta sejatinya.
Beberapa bulan kemudian, Mira bisa melupakan Jocqo. Tapi, tiba-tiba Jocqo kembali hadir di kehidupan Mira. Ia baru saja ditinggal oleh calon istrinya yang ternyata berselingkuh. Ia memohon agar Mira menerima cintanya. Tapi Mira sudah terlanjur sakit hati. Ia menolak cinta Jocqo. Padahal Jocqo juga sudah mencintai Mira semenjak mereka menjadi sahabat. Menurutnya, Mira adalah cinta sejatinya.
Tanpa sengaja, Mira mendorong Jocqo yang terus-menerus menyatakan cinta kepadanya ke jalan raya. Jocqo terjatuh dan seketika ia ditabrak oleh sebuah mobil yang melaju kencang. Jocqo pun tewas seketika.
Perasaan cinta kepada Mira yang terlalu dalam, membuat Jocqo tak mau Mira berpacaran dengan orang lain. Akhirnya, arwah Jocqo selalu mengikuti dan mengawasi Mira kemana pun ia pergi. Lengkap dengan memakai seragam dan menenteng AK-47. Tentu saja tanpa sepengetahuan Mira. Ia menjadi penjaga Mira. Selamanya…