Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Pilihan

Utang Luar Negeri Indonesia Lunas karena "Ekonomi Rumpun Bambu"

1 Januari 2019   14:22 Diperbarui: 1 Januari 2019   15:00 156 0

Utang Indonesia per bulan Juli 2018 sebanyak 4.253 triliun, mengalami peningkatan 1.600 triliun pada pemerintahan Jokowi-JK yang sebagian besar dari pinjaman luar negeri dengan resiko bunga cukup tinggi. 

Utang tersebut sebagian besar untuk pembangunan infrastruktur yang dilakukan secara masif demi terwujudnya program Nawa Cita dan Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia. Akan tetapi, pembangunan infrastruktur tersebut tidak diikuti dengan laju pertumbuhan ekonomi yang baik, pertumbuhan pada kuartal I (2018) hanya sebesar 5,06%. 

Disisi lain, Jepang memiliki memiliki skema utang yang 80% berasal dari rakyatnya sendiri. Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan ekonomi Jepang cenderung stabil dan ekonomi kerakyatannya berlangsung secara baik. 

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut merupakan salah satu pertumbuhan ekonomi terendah di negara ASEAN. 

Pemerintah saat ini perlu melakukan evaluasi bahwa pembangunan infrastruktur secara masif seharusnya memberikan dampak pertumbuhan ekonomi semakin baik. Permasalahan tersebut jika diatasi dengan baik tentu dapat menunjang kelancaran program Nawa Cita dan SDGs di Indonesia.

Permasalahan utang luar negeri tersebut dapat disubstitusi dengan mengambil permodalan dari dalam negeri, yaitu investor domestik. Keberadaan modal yang bersumber dari investor domestik dapat dikolektif dalam bentuk pendanaan program pembangunan ekonomi kerakyatan. 

Program ekonomi kerakyatan yang paling baik diterapkan di Indonesia, yaitu koperasi. Keberadaan koperasi dapat membuka lapangan pekerjaan yang lebih luas sehingga dapat mengurangi tingkat pegangguran di Indonesia. Keberadaan investor domestik dapat menjadi solusi yang baik dalam pembiyaan koperasi dengan pola invetasi syariah. Konsep investasi syariah lebih mudah diterima dikalangan masyarakat Indonesia yang sebagian besar masyarakatnya beragama Islam.

Konsep "Ekonomi Rumpun Bambu" merupakan solusi dalam mewujudkan SDGs dan program Nawa Cita dengan melibatkan banyak stakeholders. Konsep berupa koperasi dengan sistem pembiayaan investasi syariah (syirkah) sangat sesuai diterapkan agar terwujudnya ekonomi kerakyatan. 

Konsep "Ekonomi Rumpun Bambu" merupakan pengadopsian ekonomi kerakyatan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat agar bergotong-royong membangun Indonesia. Sumber pembiayaan untuk membangun Indonesia seperti membangun infrastruktur, pendidikan, dan lainnya menggunakan perpaduan konsep koperasi yang berlandaskan keluarga dan gotong royong, sehingga modal tersebut berasal dari

masyarakat Indonesia sendiri. Menggunakan prinsip investasi syariah, diharapkan semua stakeholders mendapatkan bagiannya masing-masing sesuai dengan kesepakatan bersama. 

Stakeholders yang terlibat dalam skema ekonomi berjamaah, yaitu instansi pemerintahan pusat dan daerah (OJK, BUMN, BUMD, dan kementerian terkait), akademisi, pelaku bisnis (pengelola koperasi), dan masyarakat. Semua stakeholders melakukan kesepakatan dan investasi untuk kemajuan bersama sehingga diharapkan dengan konsep ini utang luar negeri Indonesia dapat di minimalisir dengan menggunakan dana dalam negeri yang berasal dari rakyatnya sendiri. 

Pengawasan terhadap "Ekonomi Rumpun Bambu" juga perlu dilakukan untuk menjaga kepercayaan dan keberlanjutan pembangunan. Pengawasan dilakukan oleh semua stakeholder yang terlibat, jadi mengawasi bersama sehingga tidak ada satupun yang dirugikan dan dampaknya dapat dirasakan oleh masyarakat.

Konsep ekonomi tersebut diharapkan mampu memberi solusi dalam mengatasi utang luar negeri menjadi utang dalam negeri dengan mengkolektif para investor domestik di Indonesia. 

Oleh karena itu, konsep "Ekonomi Rumpun Bambu" diharapkan dapat menjadi sarana pembangunan ekonomi kerakyatan yang kuat dengan semangat gotong royong seperti "Rumpun Bambu".

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun