Atmosfer eksternal yang kurang menguntungkan tersebut tampaknya masih akan mewarnai perjalanan perekonomian nasional sepanjang 2015. Perekonomian Tiongkok melambat, padahal negeri itu menjadi tujuan ekspor nomor satu Indonesia saat ini, yang tahun lalu mencapai USS 23miliar.
Mayoritas ekspor Indonesia ke Tiongkok adalah produk primer atau komoditas. Padahal harga komoditas, terutama minyak sawit mentah (CPO) dan batubara, diprediksi masih melemah pada tahun depan. Celakanya, sekitar 65% dan total ekspor produk Indonesia berupa komoditas.
Selain Tiongkok, dua mitra penting Indonesia juga dalam kondisi lemah, yakni Eropa dan Jepang. Ekonomi kaw asan Eropa terjadi deflasi sehingga harus dipompa dengan stimulus. Ekonomi Jepang juga sedang berkontraksi.
Praktis kini tinggal Amerika Serikat yang menjadi motor tunggal perekonomian global. Perekonomian AS terus membaik sehingga tercipta lapangan kerja yang kian luas. Namun, justru karena ekonominya pulih itulah, AS kemungkinan mempercepat kenaikan suku bunga.
Ken aikan tersebut akan mendorongkeluarnya dolar dari negara-negara kelomp ok emerging markets. Indonesia tidak terlepas dari fenomena terjadinya capital otuflow tersebut. Pasar finansial tentu akan sedikit terguncang dan menekan nilai tukar rupiah. Tekanan terhadap rupiah juga bersumber dari pelemahan ekspor sementara impor tetap tinggi, sehingga defisit transaksi benjalan diprediksi masih sekitar 2,5% dan produk domestik bruto (PDB).
Tapi, di balik tantangan eksternal yang kurang menggembirakan tersebut, rnasih terbersit optimisme yang bersumber dari domestik. Rencana penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan membuat fiskal lebih sehat dan fundament al ekonomi juga menguat dalam jangka panjang, Meski kebijakan ini akan sedikit menekan konsumsi masyarakat dan mendorong inflasi, sifatnya hanya temporer.
Terlebih lagi masyarakat golongan kurang mampu yang paling terkena dampak penaikan harga BBM sudah disiapkan paket kompensasi yang cukup komp rehensif.
Kita tahu konsumsi domestik masih menjadi pemegang peran utama pertumbuhan ekonomi. Terus bertambahnya kelompok kelas menengah akan membuat konsumsi domestik semakin solid.
Pertumbuhan ekonomi 2015 juga akan ditopang oleh invest asi, yang diprediksi membaik seiring euforia dan ekspektasi yang tinggi terhadap pemerintahan baru di bawah Presiden Joko Widodo.
Bank Pembangunan Asia (ADB) baru menilis sebuah survei terhadap perusahaan-perusahaan Amerika Serikat yang beroperasi di Asean, termasuk Indonesia. Sekitar 65% menyatakan bahwa laba mereka akan naik tahun depan dan 41% responden akan ekspansi ke Indonesia. ADB juga menyebut kepercayaan asing terhadap bisnis di Indonesia meningkat karena mereka memiliki harapan besar pemerintah baru bakal mengusung reformasi kebijakan. Kredit investasi diprediksi tumbuh 30%, kendati likuiditas secara umum tetap ketat.
Selain investasi dan konsumsi domestik, pertumbuhan PDB tahun depan akan disokong oleh peningkatkan investasi pemerintah. Dengan asumsi harga BBM naik Rp 3.000 per liter, subsidi BBMyang bisa dihemat mencapai Rp 135 triliun. Mayoritas dana itu akan dibelanjakan untuk pembangunan infrastruktur yang dapat mendorong ekonomi melaju lebih pesat.
Dengan ilustrasi tersebut, kita optimistis perekonomian nasional tahun 2015 masih mampu tumbuh di atas 5%. Karena katakuncinya adalah investasi, maka pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah sudah jelas, yakni bagaimana memperbaiki iklim bisnis. Artinya, sejumlah persoalan klasik harus dibenahi, seperti rumitnya perizinan, ketidakpastian hukum, tumpang tindih regulasi, infrastruktur yang buruk, tingginya biaya logistik, sulitnya pembebasan lahan, dan suburnya praktik korupsi.
Persoalan-persoalan domestik itu bukanlah hal baru dan pemerintah sudah paham betul, tinggal keberanian untuk mengeksekusi. Jika kita mengacu pada jargon Presiden “Kerj a, kerja, dan kerja” serta kiprah awal Kabinet Kenja yang cukup greget, kita percaya mereka semua adalah tim yang memiliki komitmen tinggi untuk memajukan perekonomian nasional dan menaikkan kesejahteraan rakyat. (ID).