Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Transparansi Lembaga Swadaya Masyarakat

6 Januari 2014   11:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:06 419 0

Oleh Difa Kusumadewi

Keberadaan Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) masih diperlukan oleh masyarakat. Terdapat berbagai kegiatan yang dilakukan oleh LSM-LSM di Indonesia seperti membantu pembangunan, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan di daerah terpencil, memantau progam pemerintah, mengampanyekan ide, bahkan untuk mengawasi aliran dana dan meminta transparansi keuangan lembaga. Namun, apakah LSM juga cukup transparan dalam membuka laporan keuangan mereka kepada masyarakat?

LSM, terutama LSM asing, akhir-akhir ini banyak disorot oleh masyarakat karena dikhawatirkan membawa kepentingan asing.  Belum lagi banyak LSM asing yang belum terdaftar dalam Kementrian Luar Negeri

Kasubditsosbud dan Lembaga Non-Pemerintah Kementerian Luar Negeri, Dindin Wahyudin menyatakan bahwa saat ini terdapat 150 LSM asing di Indonesia. Tapi hanya 109 yang sudah mengantongi rekomendasi Kemenlu. Menurutnya, selama ini ada beberapa masalah yang dihadapi pemerintah melihat sistem perolehan dana LSM asing.

Tokoh Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI) Fuad Bawazier juga meminta pemerintah untuk mengaudit LSM-LSM asing yang berada di Indonesia. Baik audit keuangan atau pun audit kinerja.

Fuad menilai, citra LSM utamanya LSM asing di Indonesia saat ini semakin terpuruk. Kepercayaan publik hilang karena masyarakat Indonesia semakin sadar dan kritis melihat sepak terjang sejumlah LSM, terutama LSM asing yang mengusung agenda tersembunyi. Apalagi, audit keuangan dan kinerja terhadap LSM asing sangat jarang dilakukan pemerintah.

Hasil survei Edelman Trust Barometer Indonesia melansir turunnya kepercayaan masyarakat terhadap  LSM Indonesia. Dari 61 persen pada 2011, menurun drastis menjadi 53 persen pada 2012. Bahkan, pada 2013, kepercayaan publik kepada LSM merosot hingga 51 persen. Survei juga menunjukkan kepercayaan publik terhadap LSM di Indonesia berada di bawah rata-rata dunia yakni 63 persen. Hasil ini masih di bawah Malaysia yang mencapai 76 persen, dan Cina sebesar 81 persen.

Salah satu LSM asing di Indonesia yang kini menjadi sorotan adalah LSM asing World Wide Fund for Nature (WWF) dan Greenpeace. KinerjaWWF sebagai LSM asing yang berkantor pusat di Jenewa, Swiss itu dinilai kurang baik dalam mengelola Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Riau.

Pada awalnya, luas TNTN mencapai 83.068 hektare dengan memasukkan areal hutan produksi terbatas yang berada di sisinya. Namun berdasarkan analisis citra landsat, saat ini luas hutan alam TNTN hilang hingga 64 persen. Sedangkan pada areal perluasan, hutan alam yang hancur telah mencapai 83 persen. Namun, WWF tetap ingin kembali menggarap proyek serupa di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Riau.

Greenpeace juga tidak luput dari tudingan buruk masyarakat. Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing pernah mempertanyakan pengelolaan keuangan dana masyarakat oleh Greenpeace Indonesia lewat jalur UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik). Menurut Aliansi tersebut, Greenpeace tidak menjelaskan secara detail perincian jumlah donatur tahunan atau bulanan dan berapa nominal yang disumbangkan donatur.

Kurangnya keterbukaan laporan keuangan oleh LSM inilah yang dikritisi oleh masyarakat dan pemerintah. LSM seharusnya profesional dan terbuka melaporkan keuangannya agar tidak melulu dicurigai sebagai agen kepentingan asing.

Sumber Foto: www.rimanews.com

Artikel ini telah dipublikasikan di suratrakyat.com

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun