Dengan bencana yang terjadi di Jepang, Indonesia dan belahan Bumi lainnya yang tak terpublikasikan menunjukkan bahwa telah terjadi disharmoni kehidupan antara alam dan manusia di bumi ini. Hasrat manusia yang selalu mengeksploitasi alam tanpa henti untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tak mengindahkan proses reboisasi atau proses pemeliharaan sehingga mengakibatkan ketidakseimbanganlah yang memicu terjadinya bencana-bencana ini. Tanpa menafikan kehendak Tuhan yang Maha Berkuasa atas segala hal, jika kita melihat prinsip causalitas proses terjadinya bencana ini di pengaruhi juga oleh terpenuhinya persyaratan-persyaratan terjadinya bencana oleh manusia.
Momentum ini layaknya menjadi perenungan mendalam atas apa yang telah dan akan kita lakukan terhadap alam, hanya orang sombong dan bodohlah yang menganggap bencana ini tanpa memiliki makna apapun. Sungguh ironis apabila kita tergolong pada dua karakter tersebut, karakter yang tak menunjukkan sikap mensyukuri apa yang telah kita nikmati selama ini.
Seandainya kita menyukuri apa yang telah dinikmati yang bersumber dari alam, maka kita akan melakukan proses pemeliharaan terhadap alam sehingga terjaga keseimbangan di alam, proses menjaga keseimbangan di alam ini akan berimplikasi pada harmonisasi kehidupan yang terjadi antara alam dan manusia di muka bumi ini. Menjaga keseimbangan dan harmonisasi kehidupan layaknya termanifestasikan dalam segala aspek kehidupan, baik kehidupan berkeluarga, kehidupan bermasyarakat, kehidupan bernegara, dan kehidupan bermanusia. Niscaya kita takkan mengalami lagi penindasan, ketidak adilan dan sebagainya.
Alam telah mengirimkan pesan tersebut untuk kita, maka sekaranglah waktunya kita mampu memanifestasikan pesan tersebut untuk mejadi manusia yang menjaga keharmonisan dan keseimbangan selama hidupnya karena itulah karakter manusia seutuhnya.