Bukan karena covid-19. Mereka wafat sebelum wabah menyeruak dan mengakibatkan 'kematian massal".
Tak hanya diriku yang ketinggalan kereta informasi. Teman-teman seperjuangan juga. Mereka telat dapat kabar.
Banyak orang meninggal pada usia muda. Termasuk orang terdekat kita. Penyebabnya kadang tidak terlampau kita pahami.
"Sakit panas, kemudian ngedrop," kata ayah sahabat saya perihal kematian anaknya yang baru 30-an. Sudah dilarikan ke rumah sakit, tetapi tak tertolong.
Sebelumnya, Mas Bagus, sebut saja begitu, terlihat sehat-sehat saja. Beraktivitas lumrah dan biasa. Dia memang pekerja lapangan sehingga sehari-hari kerap bermotor dalam jarak relatif jauh. Pekerjaannya juga menguras pikiran. Ritme dan jam kerja juga tidak pasti. Tetapi secara umum sehat, kok.
Tapi kabarnya tiba-tiba sakit, kemudian wafat. Saya sedih, kaget, ngungun. Jarang berkomunikasi kemudian mendengar kabar sudah tiada.
Sebagai orang awam, kita tidak tahu penyakit yang tengah diidap. Ada banyak penyakit yang masuk kategori musuh dalam selimut. Liver, kanker, hipertensi, ginjal, jantung merupakan beberapa contoh.
Pengidap biasanya merasa sehat. Atau merasakan gejala tetapi diabaikan. Dianggap 'sakit biasa' sampai tiba-tiba akut. Untuk itulah penting bagi kita untuk memeriksa kesehatan secara berkala.
Banyak manfaat pemeriksaan berkala. Yang utama tentu untuk melakukan deteksi dini. Agar bisa mengantisipasi.
Manfaat berikutnya, membantu dokter (dan diri sendiri) melakukan diagnosis dan terapi. Jika kaki tiba-tiba nyeri, kenapa dan karena apa? Diabetes, asam urat, atau kenapa?
Dokter belum tahu tahu karena mereka bukan makhluk serba tahu. Apalagi kita, sebagai orang awam. Paling hanya bisa menebak-nebak.
Tenaga medis butuh informasi lengkap untuk menegakkan diagnosis yang akurat. Kemudian memberi terapi dan pengobatan yang sesuai, merujuk kondisi pasien.
Dokter setidaknya butuh stetoskop untuk mengetahui penyakit. Tidak cukup hanya dari menanyakan gejalanya kepada pasien. Tentu lebih lengkap lagi jika dilakukan pemeriksaan penunjang di laboratorium.
Lebih bagus lagi, pasien mempunyai catatan medis yang lengkap. Dari pengobatan sebelumnya atau berdasar medical check up.
Mahal?
Saya melakukan medical check up sekira tiga bulan silam. Berawal dari bengkak di kaki, kemudian sakit panas dan demam. Sudah berobat ke klinik tapi sakit belum reda.
Karena punya kombo (liver, diabetes, dan asam urat) ahirnya sekalian tes laboratorium. Bukan atas permintaan dokter tapi pasien. Hasilnya, terdeteksi akurat penyakit yang saya idap. Ternyata 'cuma' tifus.
Banyak item yang diperiksa, tetapi hasilnya 'sia-sia'. Karena banyak hasil yang 'negatif' alias tidak sakit. Adapun gejala bengkak pada kaki, merupakan hal yang berbeda.
Berapa biayanya? Lebih mahal dari harga obatnya. Tetapi medical chek itu tentu bukan kesia-siaan.
Tanpa tes laboratorium, dokter belum tentu bisa cepat melakukan diagnosa secara akurat. Serta memberikan obat yang tepat. Daripada sakit (berhari-hari) lebih baik lekas sembuh, bukan?
Jadi medical chek up itu bukan penting dan berguna. Jadi tahu status kesehatan diri kita.
Idealnya medical check up secara berkala. Dilakukan rutin, tak harus 'menunggu' sakit.
Secara parsial saya kerap mealakukan medical check up. Biasanya hanya 'standar' orang tua: liver, asam urat, dan gula darah. Biaya sebenarnya relatif murah jika item yang diperiksa tidak banyak.
Sekarang medical check up bisa cepat selesai. Tidak seperti dahulu, harus menunggu lama. Kadang sampai ganti hari.
Jadi medical check up dan general chek up itu perlu dan penting. Seperti halnya kita melakukan servis rutin kendaraan, motor apalagi mobil. Jangan sampai tiba-tiba kendaraan kita mogok di tengah jalan. Repot,mahal, dan kadang fatal.
Apalagi jika yang tiba-tiba 'mogok' itu organ tubuh kita. Kalau cuma motor atau mobil rusak mendadak di jalan, masih mudah dicarikan solusi. Tapi kalau badan kita tetiba 'mogok', waduh jangan deh.
Jadi? Jangan cuma sayang sama motor atau mobil. Dielus-elus setiap hari tapi memeriksa status kesehatan tubuh sendiri malah enggan. ***