Di Indonesia, tanaman ini masih banyak digunakan untuk pewarna tekstil, terutama masyarakat tradisional. Saya menemukan para mama penenun kain di Flores, Nusa Tenggara Timur menggunakan pewarna alami ini untuk membuat benang kain. Meskipun, warnanya tidak se-kinclong pewarna buatan pabrik, mengolahnya perlu waktu dan kain rawan luntur. Bahkan sejak tahun 1914-1915, pewarna nila dari Tarum ini pelan-pelan kehilangan popularitasnya, berganti dengan pewarna buatan (Bachtiar, 2012)
Tarum memiliki beberapa nama berbeda di daerah. Di Tatar Sunda, masyarakat mengenalnya sebagai “Tarum” (Indigofera spec.div) atau Tarum Areuy (Marsdenia tinctorial R.BR). Di Aceh, namanya “Bak Tarom” atau “Tayom” di Batak, “Pulasan” di Minang, “Talung” di Timor dan “Tom” di Ternate”) (Bachtiar, 2012)