I Love United States with all its faults. I consider it my second country (SBY) Kunjungan kenegaraan seorang kepala negara merupakan bagian dari kebijakan politik luar negeri suatu negara. Pastilah ada motif maupun target politik dari kunjungan itu. Sementara itu, kebijakan politik luar negeri sebuah negara selalu bermuara pada kepentingan nasional negara bersangkutan. Sama halnya dengan kedatangan Obama ke Indonesia yang direncanakan bulan Maret nanti adalah bagian dari kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat. Kunjungan presiden AS ini tidak bisa dilihat sekadar kunjungan emosional, nostalgia masa kecil. Apalagi AS adalah negara ideologis yang berbasis kapitalisme.
No free lunch, tidak ada makan siang yang gratis, sudah merupakan ‘idiom politik’ penting negara Kapitalise. Politik luar negeri Negara Paman Sam ini ditujukan untuk menyebarluaskan, mengokohkan, dan menjamin eksistensi ideologi kapitalisme. Sebab eksistensi AS sebagai sebuah negara global akan sangat ditentukan sejauh mana dunia mengadopsi nilai-nilai dari ideologi kapitalismenya. Tidaklah mengherankan kalau di mana pun dan kapan pun pejabat politik AS terutama presidennya akan berbicara tentang
demokrasi, pluralisme, HAM, pasar bebas, liberalisme sebagai pilar penting dari ideologi kapitalisme. Berkaitan dengan ini Bush pernah berpidato, “Jika kita mau melindungi negara kita dalam jangka panjang, hal terbaik yang dilakukan adalah menyebarkan kebebasan dan demokrasi” (Kompas, 6/11/2004). Hal senada diungkap oleh Obama tentang pentingnya mempertahankan sistem kepercayaan (ideologi) AS sebagai hal yang sangat penting. Dalam pidatonya Obama pada Mei 2009 bersumpah untuk melindungi rakyat Amerika dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Amerika. Obama mengatakan senjata yang paling ampuh adalah nilai sistem keyakinan Amerika seperti kebebasan, inilah akan membuat AS aman. (
http://www.globalsecurity.org/) Politik luar negeri AS memiliki metode yang baku yakni penjajahan
(isti’mar), yang berbeda hanyalah bentuknya, bisa politik, budaya, sosial, atau ekonomi. Karenanya, jangan berharap AS akan memperlakukan negara lain secara sejajar
(equal) atau saling menghormati
(mutual respect). Karakter imperialistik ideologi Kapitalisme akan selalu berusaha mengkooptasi, mengekploitasi, paling tidak mendominasi negara lain. Dalam konteks ini, kunjungan Obama ke Indonesia haruslah dilihat sebagai bagian dari politik luar negeri Amerika Serikat. Ada beberapa kemungkinan motif atau tujuan dari kunjungan Obama ini.
Pertama, adalah kunjungan ini dilakukan untuk menjamin dan mengokohkan Indonesia sebagai negara sekuler yang mengadopsi kapitalisme. Pernyataan para pejabat politik luar negeri baik Indonesia maupun AS bahwa kunjungan ini akan mengokohkan kerja sama Indonesia-AS sebagai mitra, harus dilihat sebagai alat untuk mengokohkan sekulerisme di Indonesia. Sebab, dalam paradigma politik luar negeri AS yang disebut mitra atau sahabat adalah negara-negara yang sejalan dengan kepentingan AS dan menjalankan dengan penuh nilai-nilai ideologi kapitalisme . Sebaliknya yang menentang kebijakan AS dianggap sebagai musuh AS. AS memiliki kepentingan strategis dengan Indonesia mengingat Indonesia adalah negara Asia dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Secara ekonomi juga Indonesia adalah negara yang kaya dengan sumber alam, di samping sangat strategis secara geopolitik. Sangat mengkhawatirkan bagi AS kalau Indonesia kemudian menjadi negara yang menerapkan syariah Islam. Hal ini akan mengancam kepentingan politik maupun ekonomi AS, serta mengancam keberadaan perusahan-perusahaan AS yang beroperasi di Indonesia. Kunjungan ini adalah bagian dari upaya menjamin bahwa Indonesia tetap sebagai mitra yang mengadopsi nilai-nilai kapitalisme.
Kedua, mendukung dan menjamin elit-elit politik yang pro terhadap Amerika Serikat. Keberadaan elit-elit politik baik kepala negara, menteri, ataupun anggota parlemen, ataupun militer yang pro AS adalah sangat penting untuk menjamin kepentingan AS di Indonesia. Kedatangan ini bagaikan kunjungan seorang bapak terhadap anak yang selama ini diasuh, dibesarkan, dipelihara, agar tetap berbakti kepada bapaknya. Bukan merupakan rahasia lagi, kalau siapapun yang ingin menjadi pemimpin politik di Indonesia apalagi presiden harus menunjukkan sikap yang pro kepada negara Paman Sam ini. Sebagai contoh, presiden SBY sebelum menjadi presiden menunjukkan kecintaannya kepada negara itu . SBY pernah berujar :
I Love United States with all its faults. I consider it my second country”. Pernyataan itu bisa kita terjemahkan, “Saya cinta Amerika dengan segala kesalahannya. Saya menganggapnya negara kedua saya. Untuk kepentingan ini , AS akan memberikan jaminan dan dukungan politik maupun keuangan yang besar agar anak asuhnya ini tidak berpaling kepada yang lain. Termasuk membangun citra bahwa ‘anak asuhnya’ adalah elit politik yang memiliki citra dan reputasi yang tinggi. ‘Heroisasi’ ini bisa dilakukan dengan memberikan sanjungan dan pujian langsung kepada anak asuhnya atau memberikan penghargaan-penghargaan tertentu yang berkelas dunia.
Ketiga, Indonesia menjadi sangat penting sebagai pion politik belah bambu
(carrot and stick policy) Amerika Serikat. Secara politik,keberadaan Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia tentu sangat penting bagi Amerika. Indonesia diformat sebagai model negara Muslim yang dengan sukarela mengadopsi nilai-nilai kapitalisme. Negara Paman Sam ini berharap negara Muslim lain melakukan hal yang sama mengadopsi nilai-nilai liberal secara penuh. Amerika ingin menunjukkan bahwa nilai-nilai kapitalisme tidaklah bertentangan dengan kepercayaan umat Islam. Tidak heran kalau Indonesia selalu dipuji-puji sebagai negara moderat yang berhasil memadukan nilai-nilai liberalisme dengan keislaman, model negara yang berhasil melakukan dialog antar peradaban, dialog agama , dialog Barat dan Islam. Yang intinya adalah mempertahanakan nilai-nilai liberal dan sekulerisme. AS memanfaatkan Indonesia untuk menutupi ‘wajah kejamnya’ yang melakukan penjajahan di negeri-negeri Islam. AS pun menggunakan hubungannya dengan Indonesia untuk membangun citra baik AS di dunia Islam. Tentu saja bukan sebuah kebetulan kalau sebelum kedatangan Obama, di Indonesia diadakan Kegiatan
US-Indonesia Interfaith Dialogue yang langsung dibuka oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Marty Natalegaw (25 hingga 27 Januari 2010) di Jakarta. Menurut Kedutaan Besar AS, forum ini merupakan pertemuan lintas agama pertama berskala besar sekaligus ajang pembuka bagi forum-forum dialog yang serupa di tahun ini. Posisi Indonesia tampaknya menjadi bagian dari janji Obama untuk membangun paradigma baru politik luar AS yang baru dengan pendekatan
softpower (pendekatan diplomasi dan persahabatan). Padahal di sisi lain AS tetap mempertahankan pendekatan militer dinegeri-negeri Islam yang lain seperti Irak, Afghanistan, dan Pakistan.
Walhasil sungguh menyedihkan kalau Obama disambut bagaikan tamu terhormat. Padahal Indonesia sesungguhnya sedang dimanfaatkan untuk menjadi pion politik luar negeri Obama. Memanfaatkan nostalgia bahwa Obama kecil pernah sekolah di Indonesia. Namun melupakan bahwa Obama sekarang adalah kepala negara dari negara imperilias dunia. Negara ini juga mendukung keberadaan rezim-rezim diktator di dunia Islam yang bertindak represif terhadap warga negaranya sendiri. Termasuk mendukung keberadaan institusi zionisme Israel yang secara sistematis membunuh umat Islam di Palestina. Secara ekonomi juga AS adalah negara imperialis yang mengeksploitasi kekayaan alam negeri Islam termasuk Indonesia atas nama pasar bebas, investasi asing, atau lewat jebakan hutang luar negeri.
KEMBALI KE ARTIKEL