Pendahuluan.
Ada 3 kebutuhan pokok hidup Manusia, yaitu papan sandang dan pangan. Masyarakat Indonesia Sandang dan pangan relatif sudah dipenuhi kebutuhannya. Sedangkan papan atau rumah masih jutaan penduduk yang belum mempunyai rumah layak huni.
Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia yang dijamin dalam Pasal 28 (h) Undang-Undang Dasar 1945, dengan kata lain Pemerintah wajib menyediakan perumahan yang layak huni bagi rakyatnya.
Tidak semua penduduk mampu menyediakan perumahan sendiri, begitu juga pemerintah. Oleh sebab itu pemerintah menghadirkan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat BP Tapera.
Dasar terbitnya BP Tapera adalah Undang undang Nomor 4 tahun 2016. Tentang Tabungan Perumahan Rakyat.
Tapera hadir untuk menjadi solusi terhadap penyediaan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan dalam rangka pembiayaan perumahan yang layak dan terjangkau bagi masyarakat Indonesia, khususnya mereka yang berpenghasilan rendah
Untuk menjabarkan Undang undang tersebut Pemerintah mengeluarkan Kebijakan tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera, yang ditetapkan Presiden Jokowi pada 20 Mei 2024
Dalam Peraturan Pemerintah tersebut menyebutkan bahwa, Simpanan Tapera ini berlaku wajib bagi PNS, TNI, Polri, pekerja BUMN, BUMD, karyawan swasta hingga pekerja mandiri.
Dalam Pasal 15 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2024 disebutkan besaran simpanan pemerintah tetapkan sebesar 3% dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri.
Sedangkan Ayat 2 Pasal 15 nya mengatur tentang besaran simpanan peserta pekerja yang ditanggung pemberi kerja sebesar 0,5% dan pekerja sebesar 2,5%. Sedangkan untuk peserta pekerja mandiri ditanggung sendiri oleh mereka.
Sifat wajib dan besaran tabungan pada program Tapera yang diprotes masyarakat, khususnya kaum buruh
Sejarah Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera.).
Awalnya pemerintah Orde Baru berkeinginan kuat untuk membantu peningkatan kesejahteraan PNS dalam bidang perumahan baik PNS Pusat maupun Daerah , maka dibentuklah Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri sipil (Bapertarum PNS.).
Badan ini terbit melalui surat Keputusan Presiden Nomor 14 tahun 1993. Badan inilah yang mengumpulkan dana untuk pembiayaan perumahan melalui pemotongan gaji PNS.
Setelah diundangkannya UU nomor 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, pada tanggal 24 Maret 2018 Bapertarum PNS dibubarkan dan beralih menjadi BP Tapera.
Hingga Bapertarum PNS dibubarkan kiprah meningkatkan kesejahteraan PNS melalui bidang perumahan tidak banyak PNS mengetahui nya apalagi masyarakat umum.
Baru heboh tentang Tabungan Perumahan Rakyat saat keluar nya peraturan pemerintah nomor 21 tahun 2024 tentang penyelenggaraan Tapera yang ditetapkan presiden Joko Widodo pada tanggal 20 Mei 2024 lalu.
Mengapa Kebijakan Tabungan perumahan rakyat heboh dan ditentang banyak orang?
Dari sudut pandang kaum buruh, Ada beberapa alasan mengapa Kebijakan Tabungan perumahan rakyat yang sejati nya ingin meningkatkan kesejahteraan masyarakat dibidang perumahan, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah.ditentang oleh masyarakat khususnya buruh dan pengusaha?
Pertama. BP Tapera merupakan program lanjutan dari Bapertarum PNS, mengacu pada pengalaman Bapertarum PNS hingga dibubarkan, terlihat masih sedikit keberhasilannya sebagai penyedia pembiayaan perumahan, kalau tidak bisa dibilang gagal. Pengalaman penyelenggaraan Bapertarum yang akhirnya dibubarkan dibuat contoh oleh masyarakat untuk mempertimbangkan ikut program Tapera.
Kedua, Bapertarum PNS hanya menyasar PNS saja keberhasilannya belum terlihat jelas hasilnya, apalagi BP Tapera yang menyasar buruh, pekerja mandiri dan pengusaha. Semua paham karakter buruh sangat berbeda jauh dengan karakter PNS. Bila program Tapera diwajibkan, aksi dan protes keras buruh dipastikan sudah disiapkan.
Ketiga, trauma buruh dengan kebijakan undang undang Omnibuslaw cipta kerja yang dibuat tanpa melibatkan dan sosialisasi secara baik dengan Buruh ,begitu juga dengan BP Tapera dalam penyusunan dan rancangannya tidak dengan baik sosialisasinya dan tidak melibatkan dengan buruh. Wajar buruh bereaksi dengan kecurigaan tinggi terhadap program Tapera.
Keempat , waktu pelaksanaan yang tidak didukung dengan kondisi ekonomi buruh saat ini, dimana kenaikan UMP rata rata hanya naik 2 persen sedangkan tabungan Tapera diwajibkan 2,5 persen. Kondisi ini membuat keresahan di kalangan buruh. Sekalipun program Tapera diberi tanggang waktu hingga tahun 2027.
Kelima, kekhawatiran pikiran kaum buruh di zaman media sosial saat ini, dimana berita berita terkait penyelenggaraan pengumpulan dana dari masyarakat oleh lembaga yang dibentuk oleh negara masih ramai dibicarakan. Dana BPJS, Dana Asabri hingga Jiwasraya. Terkini ada seorang menteri yang meminta keikhlasan para calon jemaah haji tabungan hajinya di gunakan untuk proyek yang tidak berhubungan dengan penyelenggaraan haji. Kekhawatiran ini memperkuat dorongan kaum buruh untuk menolak program Tapera
Bagaimana serikat buruh menyikapi program Tapera?.
Salah satu elemen kelompok buruh yang kenceng menolak program Tapera adalah Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia ( KSPI) dan tidak menutup kemungkinan elemen buruh lainnya juga menolak program Tapera seperti KSPSI AGN dan KSBSI Eli Silaban.
Serikat buruh disamping menolak program Tapera tetapi juga memberikan saran dan usulan.
Ayah didi sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), mengutip pernyataan usulan KSPI kepada pemerintah terkait program Tapera.
Kutipan usulan ditulis sesuai aslinya, Yaitu sebagai berikut;
1. Merevisi UU tentang Tapera dan peraturan pemerintahnya yang memastikan bahwa hak rumah adalah hak rakyat dengan harga yang murah dan terjangkau, bentuk yang nyaman/layak, dan lingkungan yang sehat dimana pemerintah berkewajiban menyediakan dana APBN untuk mewujudkan Tapera yang terjangkau oleh rakyat.
2. Iuran Tapera bersifat tabungan sosial, bukan tabungan komersial. Artinya, pengusaha wajib mengiur sebesar 8,5%, pemerintah menyediakan dana APBN yang wajar dan cukup untuk kepemilikan rumah, dan buruh mengiur 0,5% dimana total akumulasi dana Tabungan sosial ini bisa dipastikan begitu buruh, PNS, TNI/Polri dan peserta Tapera saat pensiun otomatis memiliki rumah yang layak, sehat, dan nyaman tanpa harus menabahkan biaya apapun. Bagi peserta yang sudah memiliki rumah, maka Tabungan sosial tersebut bisa diambil uang cash di akhir pensiunnya untuk memperbaiki atau memperbesar rumah yang sudah dimilikinya.
3. Program Tapera jangan dijalankan sekarang, tapi perlu kajian ulang dan pengawasan terhindarnya korupsi hingga program ini siap dijalankan dengan tidak memberatkan buruh, PNS, TNI, Polri dan peserta Tapera.
4. Naikkan upah buruh yang layak agar iuran Tapera tidak memberatkan para buruh. Agar upah bisa layak, maka yang harus dilakukan pemerintah adalah mencabut omnibus law UU Cipta Kerja yang selama ini menjadi biang keladi upah murah di Indonesia.
5. Karena Tapera adalah program tabungan sosial (seperti JHT dan Jaminan Pensiun) dan bukan program asuransi sosial (seperti Jaminan Kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja), maka harus dipastikan jumlah tabungan milik buruh dan peserta Tapera tidak digunakan subsidi silang antar peserta Tapera. Karena sifat tabungan sosial beda dengan sifat asuransi sosial. Jadi bila ada yang berkata bahwa Tapera sama dengan program BPJS Kesehatan, maka hal itu adalah keliru. Jangan ada subdisi silang dalam program Tapera.