Keluar gerbang sekolah, Selma mengingatkan Ade agar jangan banyak melamun. Selma mengingatkan sahabatnya itu karena tadi padi Ade salah masuk kelas. Kemarin malah lebih parah, ketika habis makan di kantin gadis itu terus ngeloyor pergi. Selma yang harus nombokin.
“Kita istirahat di Kopi Apik!” kata Ade.
“Hoooiiiii...... ini masih siang. Kopi Apik itu bukanya ntar, jam setengah lima!”
“Terus kita ke mana?”
“Ya ampuuun Ade! Kita ke Bimbel. Apa Ade?”
“Bim-bel......”
Hampir sebulan ini dua sahabat karib ini sedang dilanda masalah. Masalah sepele, bahkan bagi sebagian orang itu bukan masalah. Jika sekolah kedatangan siswa baru apa ini masalah? Bukan. Itu hal biasa. Tapi bagi Ade itu adalah masalah.
“Selmaaaa... tolong aku!” kata Ade dulu ketika si anak baru, baru saja datang.
“Usaha sendiri kenapa?”
“Maluuu.... “
“Kalau malu ya sudah, kubur hidup-hidup simpatimu itu!”
“Jahat kamu Sel!”
“Memang apa menariknya anak baru itu sih?”
“Ganteng. Katanya namanya Jisoo, tampan seperti artis Korea itu.”
“Yeaah De, lebih tampan Lee Min Ho! Hidungnya mancuuung!” kata Selma menyebut pemeran utama serial Boy Over Flower.
“Gantengan Jisoo!”
“Iya iya... aku mengalah. Gantengan Jisoo, Tapi yang anak XII MIPA 8 itu Jisoo-nya adalah Aji Somantri, jadi Ji-So. Apaan tuuh? Nama kok lembur banget, nggak ada deket-deketnya sama aktor K-action!”
“Sel, bantu aku makcomblangin , aku pingin deket sama dia, tapi maluuuu....”
“Iiiih kamu De, kalau malu ya sudah sama teman sekelas saja.”
“Teman sekelas? Nowayyyy! Haroooom!”
“Hus! Bilang harom, kuwalat kamu De, jadian sama teman sekelas tahu rasa kamu!”
“Nowayyyy tahu!”
Beberapa hari berikutnya Ade dan Selma berlaku seperti detektif. Keduanya punya satu keinginan: Mengetahui dengan siapa saja Ji-So berteman. Yang sikapnya parah memang Ade, sepertinya ia benar-benar merasakan keinginannya kenal dengan Ji-So dengan sungguh-sungguh, tapi malunya juga sungguh-sungguh. Buktinya, setiap keduanya caper , lewat depan kelas Ji-So, Ade selalu berlindung di balik badan Selma. Mukanya kelihatan merah tegang. Tangannya memegang erat lengan Selma, seperti anak kecil yang takut ditinggal ibunya.
“Nhaaaa!!!!” tiba-tiba dari belakang ada teriakan.
“Astaghfirullaaaahhhh.... sabar, sabaar...... “ Selma berteriak kaget hingga terloncat.
Ade yang tidak siap akan kejadian itu masih memegangi lengan Selma. Begitu gadis itu terloncat, Ade terbawa. Karena tidak siap, gadis pemalu itu jatuh. Kemudian mulutnya menyeringai menahan sakit.
“Aduuuh .... sakit ya Neng?”
“Iya...lumayan... sssaliit..... “ kata Ade sambil memegangi lutut yang membentur lantai.
“Sini aku bantu....”
“Nggaak usah ... aku... bisa... bisaaaa.... ” dengan tertatih Ade berusaha bangkit perlahan, kemudian melihat siapa yang menawarkan bantuan. Perlahan ia menoleh.
“Aku bantu?”
“Aaaaaaaaaaaaaa.....!!!!” demi melihat siapa yang di dekatnya, Ade menjerit, kemudian berlari meninggalkan tempat.
“Ade! Adeeee.... aduuuuh... wah, itu anak kenapa?” Selma bingung melihat sahabatnya lari demi melihat Aji Somantri.
“Kenapa dia?” tanya Aji.
“Nggak tahu, kamu anak baru itu kan?” tanya Selma meyakinkan.
“Iya, anak baru. Kenalkan Aji Somantri Wiradiputra!” kata Aji sambil mengulurkan tangan mengajak kenalan. Selma menerima uluran tangan Aji.
“Selma.”
“Selma siapa?”
“Selma Junita..... kelasku itu MIPA 4.”
“Lhoooo ...... tadi .... nggg...... aku.... aku kayak lihat kamu di MIPA 5.”
“Hahaaa! Yang itu yaaaa?” kata Selma sambil menunjuk ke arah teras depan ruang kelas MIPA 5.
“Lhaaa..... lhaaa.... itu kamu kok di sana? Sakti ya?”
“Bukan.... Ajiiii.... dia ntu anak kembar.” Kini yang celutuk Rahmawan, teman Aji.
“Oooooohh ..... anak kembar? Aku paling malas berfikir tentang anak kembar.”
“Emang kenapa?” tanya Selma heran.
“Nguras energi, susaaah membedakan! Dia namanya siapa?”
“Selmi.”
“Selmi? Lengkapnya?”
“Selmi Junita.”
“Omaigaaad! Cuma beda satu huruf , a dan i !” kata Aji sambil garuk-garuk kepala.
Sejenak anak laki-laki yang bareng Aji, maju ke depan Selma mengulurkan tangan mengajak salaman.
“Apaan?” tanya Selma heran.
“Terima dulu .....” kata anak itu.
“Iya... yaa.... apaan sih?” tanya Selma sambil terpaksa menerima uluran tangan.
“Kenalkan, saya Rahmawan!”
“Aiiiiihhh..... sialaaan kamu ah! Huuuhhh!!” kata Selma sambil dengan cepat menarik tangannya. Rahmawan tertawa terbahak-bahak.