Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Surat Terbuka untuk Pak Jokowi dan Bung Rudy

3 April 2012   16:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:04 230 1
Yth. Pak Jokowi dan Bung Rudy

Assalamualaikum, Salam sejahtera,

Beberapa waktu lalu melalui media ini saya menulis tentang alasan mengapa Bung Rudy ikut demo anti kenaikan BBM. Kali ini saya mencoba menulis yang ada hubungannya dengan penghematan BBM.

Masyarakat sudah lama mengetahui anda berdua sukses dalam merelokasi Pasar Klithikan menjadi pasar di daerah Semanggi. Kini pasar tersebut sudah mapan dan diburu konsumen. Dengan prinsip "nguwongke" ternyata persoalan-persoalan rumit bisa dicarikan solusi. Kekhawatiran para pedagang juga akhirnya terjawab, bahwa dengan kebersamaan dan kerja keras masyarakat pasar dengan lokasi baru lebih cepat dikenal dan lebih pas, karena sesuai peruntukannya.

Duet Jokowi-Rudy juga telah berhasil merenovasi pasar-pasar tradisional yang lain termasuk juga Pasar Triwindu yang spesial menjual barang-barang antik. Pemberdayaan kampung batik Laweyan, pusat jajanan Solo Langen Bogan juga contoh bagaimana masyarakat Solo pada hakekatnya kompak dan guyub mendukung Solo menjadi lebih baik.
Kawasan untuk pejalan kaki dan masih banyak hal lain lagi yang menunjukkan bahwa Solo jauh lebih nyaman dari tahun-tahun ketika dipimpin Walikota sebelumnya.

Dengan keberhasilan-keberhasilan tersebut, saya mempunyai mimpi dan pemikiran bahwa Solo bisa menjadi pioneer kota sepeda. Kota sepeda pernah melekat kepada Yogyakarta pada tahun 60, 70 hingga 80-an. Ketika itu Yogyakarta terkenal juga dengan kota pelajar. Mulai pelajar tingkat SMP hingga Perguruan Tinggi pergi pulang dari rumah ke sekolah atau kampus mengandalkan sepeda.

Kala itu dengan dominasi sepeda Yogya sungguh sebuah kota yang hijau, bersahaja dan sangat romantis. Romantisme Yogya telah banyak mengilhami para seniman-seniman dan budayawan besar yang juga lahir dan besar justru di jalanan Yogya. Nama-nama besar Rendra, Umar Khayam, hingga Emha Ainun Nadjib dan banyak seniman hebat terasah kemampuannya di pinggiran jalan Malioboro.

Berkaca dari itu mengapa kita tidak berbuat sesuatu untuk memindahkan romantisme tersebut ke Solo? Yakni menghidupkan kembali kebiasaan bersepeda pada masyarakat. Bukankah hal-hal yang sulit sekalipun kalau kita bersama-sama bertekad juga akan menghasilkan sesuai yang kita harapkan? Apalagi embrio gemar bersepeda telah disemai di Car Free Day setiap Minggu di kawasan utama Solo, Slamet Riyadi.

Solo kini mulai menuai kemacetan. Hampir semua ruas jalan kini macet pada waktu jam berangkat dan pulang sekolah. Sepeda motor telah menjadi pilihan utama para pelajar khususnya untuk pergi pulang sekolah. Belum memadainya sarana transportasi umum serta mudahnya masyarakat umum mendapatkan sepeda motor menyebabkan perkembangan sepeda motor berkembang sangat cepat. Puluhan ribu jumlah sepeda motor baru menambah populasinya seperti sel yang berkembang biak. Hampir tiap pagi selalu saja berpapasan dengan truk pengangkut sepeda motor.

Belum lama ini Pemkot bikin terobosan lagi dengan memilih beberapa sekolah dan pegawai Pemkot menjadi pilot project seragam beskap pada hari Kamis. Awalnya ribet, mungkin sampai sekarangpun masih banyak yang mengeluh ribet. Tapi tak sedikit pujian datang. Selain nguri-nguri kabudayan, berbeskap juga akan memacu menghidup besarkan pengrajin batik Solo. Keponakan saya yang tinggal di Jakarta dan seorang teman yang lagi sekolah diluar negeri sampai terkagum-kagum dan minta dikirimi gambar anak saya memakai beskap ke sekolah. Seperti jaman Boedi Oetomo katanya.

Maka pada kesempatan ini saya ingin mengusulkan pada Pemkot Solo, bagaimana kalau pelajar yang tempat tinggalnya tidak jauh dari sekolah, kira-kira kurang dari 3 kilometer dihimbau untuk naik sepeda saja. Syukur-syukur kalau para karyawan juga berpartisipasi. Maka saya yakin Solo akan menjadi kota yang lebih ramah lingkungan. Kota yang sejuk, hemat, cerdas dan romantis.

Bayangkan juga ketika sore hari anak-anak remaja usia SMP dan SMA berseliweran dengan sepeda warna-warni, lalu bercengkerama di pedestrian, duduk bersama teman, saudara atau orang tua kursi-kursi menikmati kota sambil browsing karena hot spot tak terputus seantero kota. Juga menikmati "Surup Srengenge" yang menentramkan hati. Bahkan kalau kita bisa mengemasnya, Surup Srengenge ini akan lebih dahsyat dari istilah Sunset. Sungguh sebuah kota impian.

Bila gayung bersambut maka Pemkot bisa menyisihkan jalur hijau yang teduh untuk para pengendara sepeda.

Salam bangga jadi Wong Solo!!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun