Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Pilihan

Akibat Banjir Harga Pangan Melonjak, Tanggung Jawab Siapa?

22 Januari 2014   18:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:34 154 0

Hampir setiap awal tahun, masyarakat selalu mendapat 'hadiah' kenaikan harga sejumlah harga bahan kebutuhan pokok yang membumbung tinggi.

Musim penghujan yang panjang ditambah bencana banjir yang melanda sebagian wilayah Indonesia, menjadi alasan pemerintah saat harga pangan melonjak.

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa risau. Hatta mengaku, pemerintah perlu fokus untuk meningkatkan stabilitas harga pangan di Indonesia.

Sementara itu Chatib Basri, Menteri Keuangan, mengatakan harga pangan di 2014 lebih stabil, sehingga inflasi hingga akhir tahun diprediksi hanya di kisaran 5,5%.

Menurut Chatib, tekanan inflasi dari sisi volatile food pada tahun ini lebih rendah, karena telah dihapusnya kebijakan kuota impor bahan pangan holtikultura yang diterapkan pada 2013.

Selain itu, gangguan cuaca yang tengah terjadi saat ini tidak banyak mempengaruhi produksi pangan di daerah produsen pertanian. Menurutnya, tekanan inflasi tahun ini terjadi pada masalah distribusi pengiriman bahan pangan.

Berangkat dari pernyataan kedua menteri diatas, terlihat bahwa persoalan kenaikan harga pangan tidak bisa dijelaskan dengan cukup lengkap oleh pemerintah.

Seolah-olah persoalan kenaikan harga barang ini sekedar karena distribusi yang terhambat akibat bencana banjir. Padahal bencana banjir itu sendiri menghambat juga proses produksi produk pertanian.

Sebagai contoh :

Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, mencatat seluas 139 hektare lahan padi masyarakat di Kecamatan Lengaydang gagal panen akibat banjir bandang yang terjadi pada sepekan silam. Kepala Pelaksana Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pesisir Selatan Doni Gusrizal di Painan, Selasa, mengatakan, semua tanaman tersebut tengah berisi padi tetapi dilanda banjir pada pada Senin (13/1) sehingga mengalami gagal panen.

Sebagai akibat dari banjir Sulut, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Kabupaten Minahasa Selatan, Decky Keintjem mengatakan sekitar 183 hektar sawah dan jagung gagal panen. Ada delapan kecamatan di Minsel yang mengalami gagal panen. Di antaranya, Kecamatan Ranoyapo seluas 5 hektar, Tatapaan 5 hektar, Tenga 6 hektar, Tumpaan 30 hektar, Tompaso 20 hektar, Sinonsayang 41 hektar, Amurang Barat 15 hektar, Suluun Tareran 11 hektar.

Contoh-contoh di atas belum termasuk rusaknya sejumlah tambak, dan hilangnya lahan merumput sapi, dan menyebarnya penyakit penyakit ternak yang berlangsung selama masa bencana banjir ini.

Akibatnya, oleh karena proses produksi yang gagal panen ini jumlah stok pangan berkurang. Konsekuensinya harga barang akan meningkat, dan lebih jauh lagi, konsekuensi impor pangan terutama produk hortikultura akan meningkat lebih besar lagi.

Pemerintah kerap menganggap remeh hal pertanian begitu juga banjir. Petani miskin karena banjir. Tak ada yang menjamin kerugian petani karena gagal panen akibat banjir.

Padahal, bencana banjir bukan semata – mata peristiwa alam tetapi karena pemerintah tidak tanggap terhadap ancaman bencana. Buruknya sistem drainase di berbagai daerah menjadi salah satu penyebab banjir.

Pengelolaan anggaran untuk drainase buruk, bahkan banyak yang dikorupsi. Banjir menjadi tanggung jawab pemerintah demikian pula dengan kerugian yang ditimbulkannya.

Jadi salah kalau Menkeu Chatib Basri bilang kenaikan harga pangan karena soal distribusi. Tepatnya adalah akibat gagal panen lantaran sawah ladang terendam banjir.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun