Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Kisah di Bawah Bayang-bayang Penjajah - Part 28

14 September 2024   04:22 Diperbarui: 14 September 2024   04:30 10 0
Dalam Kegelapan Menanti

Langit kelam menyelimuti benteng yang semakin sunyi, seolah-olah bumi sendiri merasakan ketegangan yang menggerogoti hati para prajurit. Raden duduk di ruang pertemuan, di hadapan peta besar yang telah penuh dengan tanda dan catatan. Di luar, gerimis mulai turun, menciptakan suara lembut di atap benteng. Ia tidak bisa tidur malam itu. Kegelisahan menyelimuti pikirannya, dan hatinya terusik oleh bayangan-bayangan gelap tentang apa yang akan terjadi esok hari.

Di sampingnya, seorang prajurit muda bernama Bagus berdiri dengan penuh waspada, siap menerima perintah kapan saja. Meskipun masih belia, ketenangan Bagus adalah sesuatu yang sangat dihargai Raden. Bagus telah menunjukkan keberanian luar biasa dalam pertempuran-pertempuran sebelumnya, dan sekarang ia dipercayakan untuk berada di sisi Raden.

"Bagus," Raden memulai dengan suara berat, "apa menurutmu mereka akan datang malam ini?"

Bagus menatap langit yang semakin gelap di luar jendela. "Sulit untuk mengatakan, Raden. Tapi jika mereka menyerang malam ini, kita harus siap. Kita telah menyiapkan pasukan di setiap titik lemah benteng, dan mereka tahu apa yang harus dilakukan."

Raden mengangguk, meski hatinya belum tenang. "Aku tahu kita sudah mempersiapkan segalanya, tapi tetap saja... Ada sesuatu yang menggangguku."

Bagus, meskipun usianya jauh lebih muda dari Raden, memahami rasa gelisah itu. "Perang bukan hanya tentang senjata dan strategi, Raden. Kadang-kadang, yang paling berat adalah ketidakpastian. Tapi aku yakin kita akan melalui ini."

Tiba-tiba, langkah kaki yang tergesa-gesa terdengar dari luar. Seorang pengawal muncul di pintu dengan napas terengah-engah. "Raden, ada laporan dari penjaga di menara. Mereka melihat gerakan mencurigakan di hutan sebelah timur. Pasukan musuh mungkin sedang bergerak mendekat."

Raden segera bangkit dari duduknya. "Bagaimana dengan jumlah mereka? Apakah kita sudah mendapatkan informasi lebih jelas?"

"Belum ada kepastian, Raden," jawab pengawal itu, "tapi dari apa yang kami lihat, tampaknya mereka tidak datang dengan kekuatan penuh. Mungkin mereka hanya pasukan pengintai."

Raden berpikir sejenak, lalu mengangguk. "Bagus, siapkan sekelompok prajurit. Kita akan pergi ke menara dan memastikan sendiri apa yang sedang terjadi."

Tanpa ragu, Bagus segera bergegas keluar untuk menyiapkan pasukan. Sementara itu, Raden merapikan pedangnya, merasakan beban tanggung jawab yang semakin berat di pundaknya. Setiap keputusan yang ia buat malam ini bisa menjadi penentu hidup dan mati bagi ratusan prajurit yang setia kepadanya.

Tidak lama kemudian, Raden, Bagus, dan sekelompok kecil prajurit bergegas menuju menara pengawas di sisi timur benteng. Angin malam semakin dingin, dan suara rintik hujan menambah suasana mencekam. Setibanya di menara, Raden langsung mendekati penjaga yang sedang mengawasi hutan dengan cermat.

"Apakah kau melihat sesuatu yang aneh?" tanya Raden.

Penjaga itu mengangguk, matanya tetap fokus ke arah hutan yang gelap. "Ada beberapa bayangan yang bergerak cepat di antara pepohonan. Kami belum bisa memastikan berapa banyak mereka, tapi mereka terlihat berhati-hati."

Raden mengamati hutan itu, mencoba menembus kegelapan dengan matanya. Dalam beberapa detik, ia melihatnya---gerakan halus di antara pepohonan, sekelompok orang bergerak dengan cepat dan teratur. Ia tahu bahwa ini bukan sekadar pasukan pengintai biasa. Musuh sedang merencanakan sesuatu.

"Kita tidak boleh menganggap remeh mereka," bisik Raden kepada Bagus. "Mereka mungkin mencoba mempelajari pertahanan kita sebelum melakukan serangan besar."

Bagus mengangguk dengan tegas. "Apa yang harus kita lakukan sekarang, Raden?"

Raden berpikir sejenak sebelum mengambil keputusan. "Kita tidak akan menyerang mereka malam ini. Biarkan mereka berpikir bahwa kita tidak menyadari kehadiran mereka. Jika mereka benar-benar mencoba menyerang, kita akan siap. Pastikan setiap prajurit tetap waspada, tapi jangan menunjukkan tanda-tanda bahwa kita tahu mereka ada di sana."

Bagus segera menyampaikan perintah itu kepada para prajurit di menara. Suasana menjadi lebih tegang, tapi mereka semua tahu bahwa keheningan malam ini bisa berubah menjadi kekacauan kapan saja.

Waktu berlalu lambat. Setiap detik terasa begitu panjang, seakan-akan bumi sendiri menahan napas, menunggu pergerakan selanjutnya dari musuh. Raden berdiri di menara, tangannya menggenggam gagang pedangnya dengan erat. Hatinya berdebar-debar, tapi wajahnya tetap tenang. Ia tahu bahwa dalam situasi seperti ini, ketenangan adalah kunci.

Beberapa jam berlalu tanpa ada gerakan lebih lanjut dari hutan. Para prajurit mulai bertanya-tanya apakah musuh benar-benar akan menyerang malam ini atau apakah mereka hanya mencoba menakut-nakuti. Namun Raden tetap waspada. Ia tidak ingin lengah hanya karena musuh tampak tidak aktif.

Tiba-tiba, sebuah suara datang dari kejauhan---teriakan yang memecah keheningan malam. Para prajurit segera bersiaga, tangan mereka siap di gagang senjata. Tapi teriakan itu tidak datang dari hutan, melainkan dari dalam benteng.

"Raden!" seorang prajurit berlari ke arah menara dengan napas tersengal-sengal. "Ada yang tidak beres di bagian barat benteng! Kami mendengar suara aneh, seolah-olah ada yang mencoba masuk melalui terowongan bawah tanah!"

Raden merasa darahnya mendidih. "Ini pasti pengalihan perhatian! Mereka menggunakan hutan sebagai umpan untuk menutupi gerakan mereka di bagian lain benteng!"

Dengan cepat, Raden memberi perintah kepada Bagus dan para prajurit lainnya untuk segera menuju bagian barat benteng. Mereka berlari secepat mungkin, menyusuri lorong-lorong yang gelap dengan hanya cahaya obor sebagai penerang. Detak jantung mereka berdentum keras di telinga, tapi langkah kaki mereka tetap mantap.

Saat mereka tiba di bagian barat benteng, mereka melihat beberapa prajurit lain sudah berkumpul di sekitar pintu terowongan. Suara dentuman keras terdengar dari dalam, seakan-akan musuh sedang berusaha mendobrak masuk.  

"Kita harus menghentikan mereka sebelum mereka berhasil masuk!" teriak Raden, mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. Dengan semangat yang membara, ia memimpin pasukannya menuju terowongan, siap menghadapi musuh yang bersembunyi dalam kegelapan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun