**
Pandemi Covid-19 terlepas dari teror mengerikan yang disebarkan, juga seperti menghadirkan jeda untuk memberi makna baru pada kebersamaan.
Kebersamaan sebagai keluarga dalam lingkup terkecil, dengan tetangga dan masyarakat sekitar di ranah yang lebih besar, serta kebersamaan dalam entitas besar bernama "negara".
"Saya kehilangan 6 anggota keluarga, mas. Istri, adik dan keponakan hanya dalam waktu singkat," kata seorang bapak. Yang bekerja di sebuah biro perjalanan di bilangan Jalan Sudirman, Yogyakarta.
Sambil melayani, beliau berbagi cerita yang terasa sangat banyak dalam waktu yang pendek. Cerita duka dan kehilangan.
Bau kematian menyelinap ke setiap bagian perjumpaan, waktu itu. Kebersamaan tanpa protokol kesehatan merupa undangan bagi kematian untuk hadir.
Maka kebersamaan lalu terhenti. Perjumpaan dibatalkan. Sekolah diliburkan. Ekonomi mandeg. Rumah sakit kehabisan bed. Obat-obatan dibeli seperti berbelanja untuk permen. Tenaga kesehatan bertumbangan. Ambulans lebih sering berlalu-lalang membawa kabar dukacita.
Tidak ada pesta kemerdekaan setidaknya dalam dua tahun terakhir.
**
"Hari ini adalah hari yang bersejarah. Karena ini adalah untuk pertama kalinya upacara bendera memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia kita laksanakan di lingkungan RW Mungkidan-Posong," kata Sarjimat, Kepala Dusun, dalam sesi amanat selaku inspektur upacara. Di halaman rumah keluarga Prasetyo.
Tiang bendera dari bambu didirikan di tengah halaman. Tali plastik berwarna putih disambungkaitkan dengan kawat kecil untuk mengibarkan bendera. Terlihat kabel berwarna merah dan hitam mengular di tengah halaman.
Posong bergabung ke Mungkidan secara zona keperangkatan desa karena jumlah KK terlalu sedikit. Agak sulit, misalnya, melaksanakan pemakaman bila tidak dibanturingankan karena keterbatasan penduduk. Sementara Mungkidan sendiri berjumlah lebih dari 100 KK.
Cukup banyak yang hadir pada upacara. Sebagian berseragam. Ada kelompok pengajian. Ada kelompok tani. Ada anak-anak sekolah.
Upacara ini juga menanda bahwa situasi pascacovid sudah relatif normal. Disamping masih berkelindan banyak hal. Ada kegembiraan dan kelegaan. Dan kecemasan pada ketidakpastian.
**
Malam sebelumnya diselenggarakan tirakatan. Di simpang tiga depan rumah Muhdi yang menjabat sebagai Kaum.
Tiga tratag dipasang menutupi barisan kursi. Mengantisipasi hujan pada kemarau yang basah tahun ini.
Teman-teman muda sudah menyiapkan video yang digagas dengan bagus. Antara lain dengan rangkaian melagukan syair Rayuan Pulau Kelapa. Dan kesaksian olah pikir tentang kemerdekaan.
Sambil memberi pakan ternaknya, secara runtut dan berhati-hati, Muhdi menjadi salah satu narasumber. Bagaimana kemerdekaan seyogyanya lebih dimaknai sesuai kondisi terkini.
**
Pesta perayaan kemerdekaan agaknya akan segera usai. Lalu situasi akan berjalan seperti biasanya.
Ruang-ruang publik akan tetap riuh. Jalan-jalan kembali macet. Dan harapan-harapan tentang kemerdekaan akan dinarasikan lagi pada perayaan mendatang.
Disamping ketidakpastian ekonomi global karena krisis, di dalam negeri penegakan hukum masih akan menjadi titik lemah yang serius dan agaknya terus berkepanjangan sampai ada kebijakan yang membuat Polri mampu mengelola dirinya sebagai tiang pandu dan suluh penerang jalan berbangsa.
Kasus-kasus yang justru banyak terjadi di lingkup kepolisian merupa membersihkan halaman dengan sapu yang (justru) tidak bersih.
Lelucon tentang Polisi Hoegeng, patung polisi dan polisi tidur masih menjadi sebuah satire yang sangat pahit dan getir.
| Posong | 18 Agustus 2022 | 00.33 |