Akan kumasuki rumah sebelum adzan sholat subuh
Kubuat teh manis untuk penghangat perutmu yang dulu mengandungku
Pastilah akan banyak tanya dariku:
Seberapa tehnya
Di mana gulanya
Sesendok besar atau kecil
Apakah airnya harus mendidih
Sepenuh gelas atau tiga perempat saja
Perlukah pakai tapak
Atau, yang manakah gelasmu
Segelas teh akan terhidang beserta serentetan tanya, dengan camilan yang tertinggal di almari makan di dekat pintu dapur
Ke mana tanya-tanyamu kau simpan, Ibu?
Tentang ukuran lingkar pinggangku
Tentang besar sepatuku tiga bulan lagi
Tentang makanan yang membuatku rakus mengunyah
Tentang warna kesukaanku
Tentang berapa lama aku tidur
Tentang apa yang membuatku gelisah
Tentang apa yang membuatku bergairah
Tentang sayur kesukaanku
Juga tentang perempuan yang membuatku jatuh cinta
Seberapa besar ruang hatimu, Ibu?
Apakah seukuran almari 5X6 meter?
Di mana semua ingatan tentangku kau simpan serapi menata pakaian-pakaian sehabis diseterika
Tanpa satupun yang tertinggal-cecer di lantai ruang makan
Tentangmu, aku hanya menyimpan sedikit ingatan:
Tentang langkah sepulang dari pasar
Tentang tatapan yang memeluk-sambut tanpa protes akan bau keringat yang mengering di baju sehabis bermain bola
Sudah hanya tentang itu
Ranjangmu sudah kosong sekarang
Hanya debu-debu waktu yang berbaring menggantikanmu
Hanya udara pengap karena tangan lentikmu tidak lagi membuka jendela-jendela berjerejak kayu nangka
Kalau saja Ibu masih berbaring di ranjang itu, akan kuhidangkan segelas teh yang diaduk beserta banyak pertanyaan
Oh, ya. Aku juga akan bercerita bahwa aku bertemu perempuan yang kakinya menjuntai dan senyumnya dibingkai oleh rahang lembut yang indah
Tubuhnya setinggi tubuhmu
Badannya seramping milikmu
Dan langkahnya seringan kakimu sepulang dari pasar
Rasanya aku melihat cinta dua kali: padamu dan pada perempuan itu
Puasa segera tiba, tetapi ranjangmu sudah kosong dan sarang laba-laba menggantung di atas tungku yang bertahun tanpa nyala api
Prambanan | 23 April 2020 | 7.25 |