Hanya kendaraan-kendaraan yang tergesa berlalu ke arah jalan pulang
Ya, sore menjadi begitu lengang
Semenjak engkau tidak melintasinya lagi
"Aku juga akan ke selatan," katamu, dulu, ketika sore begitu riuh
Lampu merah terasa terlalu lama menyala
Dan jalan kembali macet sebelum lampu kuning mendapat giliran
Suara klakson menggantikan cicit burung menanti maghrib
Lalu lampu-lampu jalan benderang bersinar untuk menipu malam
"Benarkah kamu ke selatan?" tanyaku pada perjalanan yang semakin jauh ke arah utara
Melewati tugu melengkung dengan ruas lintasan di bawahnya yang terlihat penuh nyaris tanpa sisa
"Aku ke selatan," gelakmu tanpa suara, sambil menerka bahwa aku sudah semakin ke utara
Aku menengok ke luar jendela
Melihat sore yang segera berlalu
"Kapan sore kau lintasi lagi?" tanyaku
Sore yang riuh seperti sudah terlalu lama berlalu
Saat kendaraan terus saling berhimpit
Dan langkah kaki terus tergesa mengejar waktu
Ternyata kita tidak menyukai sore yang lengang
Kita mencintai sore yang tergesa dan malam yang cepat berlalu
Lalu pagi segera tiba
Pada irisan siang yang beruntung, kita akan dapat melewatkan sepotong waktu di bawah lonceng yang berdentang
Dan nyanyian merambati dinding-dinding tinggi di dekat altar
"Aku harus segera ke timur, ke tempat dengan banyak lampu merah. Sebelum pukul 14, aku sudah harus di lantai 25 di gedung berwarna coklat tua," kataku tergesa, hanya sesaat setelah lonceng berhenti berdentang, dan suaranya masih memantul di tangga balkon
Sore nampaknya masih akan begitu lengang
Dan aku harus tetap di timur jauh
Untuk menjaga asa tentang sepotong siang dan saat yang tergesa berlalu
"Aku masih akan berdiri di sisi jauh kematian, sejauh dimungkinkan," gelakku dalam kegamangan
Banyak hal akan ditinggalkan ketika kematian terus mendekat dan tidak ada tempat untuk menghindarinya lagi
Dan sedikit hal selalu dibawa serta, seperti pada suamu
Sore masih akan begitu lengang, nampaknya
| Prambanan | 14 April 2020 | 01.20 |