Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Berkelana di Ranah Minang (40) Aku Pergi 'tuk Kembali

20 April 2011   12:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:36 355 2

Saya meninggalkan loket Qurai Ramindo Travel dengan SuzukiAPV yang kelihatan masih lumayan mulus. Dikemudikan oleh pengemudi yang tadi juga menjemput saya ke kampung dan sempat berbicara dengan saya lewat telpon. Pengemudinya masih muda, mungkin sekitar 25 tahun atau lebih, tapi nampaknya belum 30 tahun. Oleh petugas loket tadi disebutkan namanya Rudi.

Waktu menunggu di lokettadi, saya sudah minta kepada petugasnya agar saya dapat duduk di depan di samping sopir. Karena saya juga akan mengabadikan suasana perjalanan ini dengan kamera saya. Sambil menyerahkan kartu nama, saya mengatakan kalau mereka ingin membaca tulisan saya Berkelana di Ranah Minang ini, silakan melihatnya di Kompasiana.

Sampai di kampung, diantara rasa heran dan gembira, keluarga menyambut kedatangan saya bersama mobil travel yang sudah datang sebelumnya. Secara singkat saya lalu menjelaskan bahwa saya tadi ke loket menunggu mobil jemputan ini. Kakak-kakak maupun adik sepupu saya saling bercerita, bahwa mereka semua sudah kebingungan serta cemas dengan keadaan saya. Karena ketika mobil travel datang, saya masih belum sampai di kampung dan ketika mereka mencoba menghubungi telepon genggam saya, tak satupun yang berhasil menyambung. Hingga akhirnya mobil yang menjemput kembali ke Bukittinggi.

Dengan kembalinya saya bersama mobil travel yang akan membawa saya bersama penumpang lain ke Pekanbaru, baru semuanya tenang. Kecemasan yang tadi melanda semua anggota keluaraga serentak sirna. Sayapun segera membenahi semua perlengkapan dan barang bawaan saya, lalu memasukkannya ke mobil.

Setelah semuanya beres, saya lalu menyalami semua anggota keluarga. Tiga kakak kandung dengan satu kakak ipar yang masih hidup, satu kakak sepupu pensiunan guru bersama suaminya, satu adik sepupu yang juga seorang guru serta suaminya direktur BPR yang tadi pagi mengantar saya ke Bukittinggi, beberapa orang kemenakan dan cucu.

Mobil travel yang saya tumpangi bergerak meninggalkan dusun Baburai atauBuah Baurai, Jorong Ladang Darek, Kamang Ilia. Membawa saya kembali ke tanah perantauan, dengan diiringi lambaian tangan keluarga yang saya tinggalkan, serta pesan agar saya sering-sering pulang, menengok keluarga di kampung. Saya hanya bisa menjawab Insya Allah, bila umur masih panjang dan Allah memberi rizki yang cukup untuk kembali melihat kampung halaman kami tercinta ini.

Saya menarik nafas panjang, sungguh singkat rasanya perjalanan saya pulang kampung saat ini. Walaupun saya meninggalkan Jakarta 18 hari, tapi sesungguhnya waktu saya di kampung bersama keluarga tak lebih dari 3 hari atau paling lama 4 hari. Itupun dalam dua kali kedatangan. Pertama pada hari ketiga dan keempat yang kalau di hitung jamnya malah kurang dari 24 jam. Kedua kepulangan pada hari ke 16 bersamaan dengan Kemenakan saya Dafris dari Payakumbuh.

Hari-hari selanjutnya adalah berkelana mengunjungi keluarga yang berserakan di mana-mana. Mereka itu terdiri dari kakak sepupu, adik sepupu, kemenakan, cucu serta keluarga dari bako atau keluarga keturunan ayah. Selanjutnya keluarga dari istri saya, para kakak ipar dan beserta anak-anaknya yang sebagiannya juga berada di perantauan, diantaranya di Riau.

Mobil semakin jauh meninggalkan kampung saya, meninggalkan Bukit Barisan yang di puncaknya bertengger Batu Bajak. Sebuah batu granit berwarna putih yang menjadi saksi bisu dan selama ribuan tahun mengawal nagari Kamang Ilia. Sebuah noktah yang terlihat dari manapun di sekitar kota Bukittinggi atau Kabupaten Agam yang masih bisa menyaksikan Bukit barisan yang memagar kampung kami.

***

Sebelum meluncur menuju Pekan Baru, mobil travel kami juga menjemput satu orang penumpang lagi di Panampung, dekat Biaro. Kampungnya Kompasianer Erianto Anas.

Sampai di Biaro pengemudi mobil kami berganti, Rudi kini berganti membawa Avanza dan kembali ke Loket di Bukittinggi. Hendi, penggantinya.Dialah yang membawa saya kembali keperantauan, menyusurijalan penuh kenangan antara Bukittinggi dan Pekanbaru.

Selamat Tinggal Ranah Minangkabau, aku pergi 'tuk kembali. Insya Allah....

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun