Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story Artikel Utama

Berkelana di Ranah Minang (11) Menikmati Danau Singkarak dari Puncak Bukit

13 Desember 2010   23:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:45 788 2

Saya sampai di danau Singkarak tanggal 4 Desember 2010 sekitar pukul 17.00. Turun di desa Pasir Jaya yang berada dipinggir Danau Singkarak dari bus Tanjung Jaya yang membawa saya dari Bukittinggi, saya langsung naik ojek menuju rumah kakak ipar yang berada di kaki bukit, sekitar 1 kilometer dari pinggir danau.

Sampai di rumah, setelah bersalaman dengan kakak ipar tertua Malin Bandaro dengan istrinya Nurtini yang telah menunggu, saya meletakkan backpack lalu langsung mandi dan shalat asyar. Selesai shalat nasi sudah terhidang di atas meja, siap untuk disantap.

Semuanya bergerak cepat, karena memang sebelum magrib saya harus sudah sampai di Ranjau, pinggang Bukit Panjang. Salah satu bukit diantara sekian banyak Bukit yang mengelilingi Danau Singkarak. Sekitar7 kilometer dari tempat saya berada saat itu yang hanya berketinggian sekitar 20 meter dari permukaan danau, mendaki ke bukit dengan ketinggiansekitar 300 meter dari permukaan danau Singkarak. Ada acara keluarga yang harus saya hadiri malam itu.

Kalau di tarik garis lurus, jarak yang akan saya tempuh itu hanya sekitar 3 kilometer. Tapi karena mendaki cukup tinggi, maka kami harus melewati jalan yang berkelok-kelok dengan tikungan tajam di sepanjang pinggang bukit, hingga jaraknya menjadi hampir 7 kilometer.

Selagi saya makan, Heri, anak dari kakak ipar saya yang ke empat, datang dengan sepeda motornyamenjemput saya, setelah diberitahu oleh uni Nurtini melalui handphone.

Selesai makan, setelah rehat sejenak. Kami langsung berangkat, menuruni bukit dengan kemiringan mendekati 45 derajat di beberapa tempat, menuju jalan raya yang menuju ke bukit. Heri yang berperawakan cukup tinggi, diatas 170 cm, menuruni jalanan curam itu dengan memakai bantuan kakinya untuk menjaga keseimbangan motornya melewati jalan setapak yang kami lewati.

Sampai di jalan raya yang menuju bukit, Heri memacu sepeda motornya melewati tanjakan dan tikungan dengan piawai, karena memang sudah menjadi santapannya sehari-hari sebagai tukang ojek. Jarak 6 kilometer yang kami lewati, dimana pada satu sisi jalan adalah tebing tinggi dan pada sisi yang lainnya adalah jurang curam kami lalui tanpa halangan. Walau pada tempat-tempat tertentu saya juga merasa ngeri dengan jurang curam yang berada disisi kiri kami, yang dilewati Heri dengan kecepatan cukup tinggi.

Tapi pemandangan indah ke arah danau Singkarak dan sekitarnya yang kami lewati, juga tak bisa saya lewatkan begitu saja di petang hari menjelang malam itu. Sayangnya kami tak bisa menikmati sunset, karena tenggelamnya matahari ditutupi oleh bukit-bukit disekitarnya.

Sampai di Sawah Taruko saya harus turun dari sepeda motor, karena kami harus keluar dari jalan aspal yang kami lewati. Jalan raya terus menuju ke perkampungan di Nagari Padang Luar. Sementara kami akan masuk jalan setapak, mendakibukit Tabiang Gadangyang tingkat kecuraman mencapai 45 derajat, bahkan lebih di beberapa tempat.

Untuk melewati bukit Tabiang Gadang, saya harus berjalan kaki sekitar 200 meter menuju Ranjau. Menunggu di tempat yang cukup landai di puncak Tabiang Gadang untuk kembali naik motornya Heri. Kami tak mungkin naik motor berboncengan, tanjakan licin dan curam dan juga sempit menghadang kami. Tak seorangpun berani berspekulasi melewatinya sambil berboncengan dengan sepeda motor.

Sampai di puncak Tabiang Gadang barulah kami kembali berboncengan menuju rumah kakak ipar saya, orang tuanya Heri di Ranjau, beberapa ratus meter lagi menjelang puncak Bukit Panjang.

Setelah menginap semalam, besoknya baru saya dapat mengabadikan danau Singkarang dari puncak bukit ini. Itu juga memanfaatkan waktu di sela acara keluarga yang berlangsung hingga malam hari.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun