International Ramayana Festival menghadirkan lakon Ramayana yang di bawakan oleh berbagai versi dari negara penyaji masing-masing. Meskipun dengan ciri yang berbeda-beda, namun tetap menceritakan satu alur yang sama, yang tentu saja diadopsi dari Kitab Ramayana.
Dengan mendapatkan tiket melalui pemesanan tiket on-line, mayarakat dapat menikmati suguhan budaya Internasional dengan gratis. Namun, karena terbatasnya tiket, banyak masyarakat yang kecewa.
Pada hari ini, 7 September 3013 adalah hari kedua festival tersebut dilaksanakan. Setelah kemarin, 6 September 2013 yang telah menceritakan pengasingan Prabu Rama, kali ini menceritakan bagaimana Dewi Sinta hingga sampai ke Negara Alengka.
Antusiasme pengunjung domestik, maupun manca pun sangat besar, terlihat dari banyaknya pengunjung yang hadir. Bahkan dua jam sebelum acara digelar, yaitu pukul 18.00, parkiran Panggung Ramayana telah penuh dengan berbagai kendaraan, mulai dari kendaraan pribadi, misal mobil atau sepeda notor, hingga kendaraan publik, misal bus pariwisata ataupun travel.
Pertunjukan hari kedua ini di tampilkan oleh tiga negara, yaitu Myanmar, Singapura, dan Indonesia.
Sendratari yang pertama yaitu persembahan dari negara Myanmar, yang menceritakan bagaimana Rama, Sinta, dan juga Lesmana berada di Hutan Dandakan. Yang kemudian Sang Dewi Sinta menginginkan seekor rusa. Sinta pun meminta Rama untuk memburunya. Dan dari situlah awal mula, Dewi Sinta dapat dibawa kabur oleh Rahwana ke Negara Alengka.
Pada cerita Ramayana versi negara Myanmar tersebut, sangat jauh berbeda dengan cerita Ramayana yang biasa di tampilkan di theater Ramayana Candi Prambanan.
Perbedaanya yaitu pada iringian musik khas Myanmar yang cenderung keras dan cepat, yang tentunya akan membawa panari membawakan tarian dengan begitu gesit dan lincah. Selain dari gerakan dan musik, perbedaan yang begitu terlihat ialah, pakaian yang digunakan penari Myanmar sangat mencolok pada bagian warna, dan juga pada bagian aksesoris yang terlihat begitu mewah.
Dalam penggambaran Dewi Sinta, terlihat bahwa Sinta ialah sosok seorang istri yang cantik nan jelita, dengan kelincahan serta kegenitan yang ditunjukanya kepada Rama menjelaskan bahwa ia seorang istri yang bahagia, meskipun saat itu, mereka sedang diasingkan di Hutan Dandakan.
Pada cerita selanjutnya, disajikan apik oleh seniman Negara Singapura, yang menceritakan bagaimana Burung Jatayu dapat mengetahui keberadaan Dewi Sinta di Negara Alengka tanpa kehadiran sang suami, yaitu Rama membuatnya penasaran, dan akhirnya ia mencari tahu.
Setelah Jatayu mengetahui kejahatan Rahwana, Jatayu pun segera melawan Rahwana dengan sekuat tenaga. Namun jatayu kalah dan terjatuh. Hingga pada suatu saat Rama beserta Lasmana pun menemukan dan segera tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Cerita Ramayana ala Singapura pun tentu beda dengan Myanmar, di bagian musik yang dibawakan oleh wiyaga Singapura tersebut terkesan modern dan atraktif. Dengan pakaian yang serupa dengan pakaian tradisoanal Cina, dan juga diiringi oleh lagu-lagu khas Cina oleh sang penari sendiri, membuat suasana panggung sangat hidup.
Pada bagian yang terakhir yaitu, kisah Anoman sebagai sang utusan. Yang dibawakan sempurna oleh putra-putri Bangsa Indonesia. Dengan dipadu musik gamelan, dan tembang-tembang Jawa yang khas, sekejap membuat penonton terpesona.
Keterpikatan penonton tidak terhenti hanya pada bagian wiyaga yang sempurna memukul bonang nya. Anoman yang datang dengan pasukan Kera pun masuk diiringi riuh tepuk tangan penonton.
Puncak acara yang mendebarkan yaitu pada saat Anoman dengan gagah berani mampu membakar Negara Alengka, dan membuat para raksasa-raksasa Alengka lari meninggalkan negara tersebut.
Penggalan cerita Ramayana tersebut cukup menjelaskan, bahwa Indonesia adalah negara yang kaya, kaya akan alam, sumber daya manusia, dan juga kaya akan budaya yang membanggakan.
Meskipun birokrasi kenegaraan Indonesia masih carut-marut tak menentu, namun cukup bangga penulis untuk mengatakan pada bule yang duduk bersisian, “Inialah Negaraku, Indonesia....”