Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Masbuloh?

13 Maret 2014   21:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:58 69 1
'Dah tau lom mantan dah meriet'

Sebelah alisku naik ketika membaca balasan atas status kemarin, pertanyaan gaya anak alay yang membuatku malas bacanya dan tanpa tanda tanya. Lebih mengherankan lagi, itu sama sekali tidak ada di notif pesbuk karena kebanyakan dari beberapa grup komunitas dan status orang-orang yang kukenal. Baru tahu belakangan ini, setelah mengubek-ubek wall-ku sendiri. Agak kaget sebenarnya, kok bisa yang ini tidak ada dalam daftar notif? Mengherankan, batinku bertanya.

Pernyataan dari Madi, temannya dia, ya dia. Siapa lagi kalau bukan mantanku sendiri, hanya tinggal menjawab "Sudah" atau "Belum". Tadinya mau membalas itu, tapi kupikir biarkan sajalah. Diam lebih baik, daripada nanti kepancing. Tiba-tiba aku merasa enek mendengar beritanya dan tak ingin tahu, lebih memilih cuek.

"Mas, nggak akan pernah lupain kamu, Dek ..., " ucapnya. "tapi Mas tetap menjalin silaturahmi. Meski kita putus, tapi kita nggak putus silaturahmi." Katanya. Entah apa harus kupercaya, rasanya sulit untuk bisa menerima. Bahwa dia dengan terpaksa memilih orang lain, permintaan Emak-nya. Ya, dijodohkan. Sakit dan kecewa.

"Ya sudah."

"Maafin, Mas ... "

Beberapa minggu kemudian, baru bisa mengikhlaskannya untuk orang lain. Tapi aku benci padanya, bukan dia sendiri. Melainkan benci sifatnya.

'Kalau mau mutus silaturahmi, nggak usah kayak gitu caranya!' Emosiku naik ketika menulis pesan SMS padanya.

'Maksudnya apa sih, Dek ...? Datang-datang sudah langsung marah, nggak jelas.'

'Sudah nggak usah bohong deh. Aku kasih tahu kamu, 'kan kamu sendiri yang bilang nggak mutusin silaturahmi padahal kenyataannya apa?!'

'Mas beneran nggak ngerti maksud Adek apa? Tolong kalau ada masalah apa, bisa ngomong baik-baik 'kan ...? Nggak usah marah-marah, Mas nggak suka itu.' Pintanya.

'Terserah kamu deh, Mas. Aku paling tahu mana yang benar, mana yang bohong. Tapi aku nggak suka kalau mutusin itu pakai blokir segala!' Kasarku padanya, masih dengan agak emosi.

'Mas beneran nggak tahu itu, Dek. Mungkin dia yang blokir.' Sulit kupercaya dengan kata-katanya, tidak bisa membedakannya lagi. Karena masih dikuasai emosiku sendiri.

Sekelebat bayangan masa lalu itu terusik, menganggu pikiran. Kubiarkan saja dia melakukan apa pun yang disukainya, toh itu haknya sendiri. Dan aku juga tidak berhak mencampuri urusan yang bukan urusanku.

Kalau dia bisa, aku juga bisa. Tidak masalah diblokir juga, toh berarti nggak perlu capek-capek stalking apalagi kepo. Kuhapus semua kenangan bersamanya, termasuk nomor ponsel.

Aku memang sudah tahu dari dulu, jauh sebelum berita itu.

'Eh, lu tahu nggak? Si Alil merit ntar Maret.' Aku hanya bisa diam ketika membaca pesan WhatsApp dari Yoga, teman dulu yang sekerja dengannya.

'Terus? Emangnya kenapa?' Balasku.

'Nggak apa-apa sih, gue cuma kasih tahu elu aja. Wkwkwk.' Dahiku berkerut, apanya yang menurutnya lucu, hatiku heran.

'Oh ..., terus ngapain kasih tahu gue? Emang penting gitu?'

'Wkwkwk. Lu bener-bener udah lupa ya?'

'Terserah dia, bodo amat gue juga.' Balasku lagi.

Teringat kejadian beberapa bulan lalu, pesan WhatsApp itu. Aku memang sudah lupa, karena sudah tidak peduli lagi. Perasaan yang ada kini telah hilang tanpa bekas, tanpa jejak. Dihapus oleh waktu yang tak butuh lama. Sebentar.

Tapi aku yakin, bahwa janji Allah itu benar. Tidak pernah main-main.

Selamat kalau kau bahagia dengan pilihanmu sendiri, memang bukan takdirku berjodoh denganmu. Jangan pernah sesali keputusan yang kau ambil, karena itu resiko harus kau tanggung. Kau boleh senang diatas sedihku, membuatku terpuruk. Tapi aku ingat, ibarat karma itu ada.

Bahwa roda selalu berputar, kadang kau berada di atas dan kini aku di bawah. Suatu saat nanti, dunia terbalik. Aku pasti dapatkan semua itu yang kau rasakan sekarang, dan kau akan merasakan seperti yang kurasakan saat ini.

Terima kasih atas semua yang kau berikan padaku, tanpamu aku kuat. Hidupmu adalah pilihan untukmu, hidupku adalah pilihan untukku. Karena aku juga berhak berbahagia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun