Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

ARTI MIMPI

29 Oktober 2014   20:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:16 217 1
Pernahkah kau merasakan seperti asing berada di suatu tempat, padahal tak pernah mampir? Pernahkah kau mengalami kejadian yang sama persis, padahal belum pernah ngalamin?

Seperti mimpi, yang awalnya sebagai bunga tidur, kini semakin nyata di depan. Inilah yang tak semua orang mampu mengalaminya, adalah Dejavu.

Semakin sering aku bermimpi, entah ingat maupun tidak. Konon katanya, orang yang sering mengalami hal itu memiliki bakat spiritual tinggi. Benarkah? Menurut para skeptis, itu hanyalah sensasi.

Ya, dulu pertama kali merasakan sensasi yang aneh dan berusaha keras untuk mengingatnya setelah apa yang kualami, lama-kelamaan dan berulang kali, mulai takut. Tak mampu berkata apa-apa, yang bisa hanyalah menjadi penonton dan ─diam─ seperti sebuah misteri yang sulit dipecahkan. Setiap mimpi selalu dikaitkan dengan firasat dan melihat apa yang ada di pikiran jadi kenyataan.

“Tak semua penglihatan masa depan bisa dibicarakan, apa yang akan terjadi juga kadang nggak bisa kita ubah. Itu hanya antisipasi bagi kamu. Yang bisa kamu petik hanya pelajaran dari penglihatan yang jadi kenyataan. Kalau hal buruk, ya itu cermin agar kamu nggak kayak gitu …,” Ujar seseorang yang memahami seperti ─apa kami ini─ dengan bijak, “Tapi penglihatan itu kadang sebagai media, bahwa kamu bisa melakukan sesuatu. Itu semacam permintaan tolong, ujian mengamalkan ‘ilmu’ kamu ….” Tambahnya.

Aku tertegun mendengarnya, karena sempat berfikir ada yang salah pada diri ini atau isi kepala. Ternyata, hadiah istimewa dari Allah, hanya bisa menerima-Nya dan bersyukur. Kadang Dia memberi bocoran masa depan pada manusia biasa ─seperti kami ini─ dan memang masa depan sudah ada di saat ini, mungkin hanya sedikit saja orang yang bisa melihatnya.

“Jadi, semua tergantung kepekaan batin kamu, jangan jadikan penglihatan itu sebagai beban atau jadi punya perasaan bersalah karena kamu diam saja. Penglihatan itu datangnya tiba-tiba, itu tak bisa dikendalikan. Yang bisa adalah, menyiapkan mental, apakah kamu mau berbuat sesuatu atau tidak. Itu satu-satunya jalan agar kamu lebih ringan menjalani banyak hari-hari kamu yang luar biasa itu,” Aku tersenyum mendengar masukan yang memotivasi darinya dan lagi-lagi mengucapkan syukur, “Kehidupan itu misteri, teka-teki. Nggak sesimpel lahir, hidup lalu mati. Hal-hal indah dan buruk pun datang dengan beragam cara, bahkan nggak disangka.” Ucapnya lagi.

“Dulu saya juga pikir bunga tidur, ternyata firasat dan sering banget mimpi yang jadi nyata. Speechless jadinya ….” Aku sengaja ikut mengomentar, di sebuah forum komunitas indigo. Meski bukan sebagian dari mereka, tapi ikut merasakannya. Hei, bukan berarti bisa melihat mahkluk tak kasat mata, karena aku juga bukan seperti mereka.

“Mimpi yang jadi nyata adalah proses penyampaian rahasia alam semesta pada yang punya kelebihan. Di dunia ini, banyak yang seperti kalian.” Aku menghela nafas, ternyata tak sendiri. Batin ini bersyukur lagi.

“Terus, kalau misalnya, bulan lalu saya mimpi sahabat meninggal, sampai keluarga juga. Biasanya, firasatnya jadi kebenaran.” Aku akui, setiap bermimpi pasti selalu mencatatnya di note handphone. Hanya jaga-jaga saja kapan kejadian itu akan atau mau berlangsung, dan kebanyakan tak dicatat.

“Kamu bisa lebih dekat dengan mereka, bukan karena mimpi kamu. Tapi karena mungkin ada hal-hal yang ingin mereka titipkan sama kamu ….” Aku kaget mendengarnya.

“Tapi ‘kan mereka masih hidup, memangnya mau nitip apa coba sebelum meninggal?” protesku. Mendadak aku takut dan tak rela. Dan sadar bahwa pernah kehilangan sosok seseorang yang sangat kusayangi, kini semua terlambat, tak mau kejadian ini terulang lagi. Tapi itu semua tergantung takdir Allah, Dia berhak mengambilnya atau tidak. Aku langsung beristighfar dalam hati.

“Itu seumpama, kenangan juga titipan.” Jelasnya. Oh, kirain, batinku bicara.

“Apapun mimpi kamu, ketika itu terjadi, jangan membuat kamu merasa yakin bahwa kamu berhak mengatakan apa pun itu sebelum saatnya ….” Tegasnya, “Yang bisa dilakukan adalah membimbing ke arah yang lebih baik. Misalnya, kamu mimpi lihat besok teman kamu akan sakit dan parah. Nah, besok temani dia. Ajak shalat, beramal atau kasih makan gelandangan. Siapa tahu, dengan beramal sakitnya akan tertunda.”

Andai saja aku berada di dekatnya sekarang, tapi keadaan ini tak memungkinkan. Sejak kelulusan delapan tahun yang lalu sampai sekarang pun belum pernah ketemu sama sekali, batinku sedih.

“Ada hal-hal yang mampu menunda datangnya musibah, bahkan menjauhkan. Anggap kamu dokter yang tahu obat-obatan. Dulu jin dikisahkan dapat menembus langit dan menguping percakapan di alam sana, lalu menyiarkan pada manusia. Tuhan tak suka itu.” Lanjutnya. Segera saja aku langsung berdoa, memohon perlindungan, kesehatan dan keselamatan untuk sahabat maupun keluarga besarku pada Allah.

Termenung, mengingat-ingat mimpi beberapa tahun silam. Aku tak pernah bisa melupakannya, dan masih terasa membekas di memori.

Awal-awal semester menengah pertama. Sedang berdiri di depan pintu kelas, kutengok ke belakang ruangan lain. Tumpukan tas-tas milik teman-teman sekelas dijadikan satu, entah untuk apa. Dan lebih memilih tak acuh, langsung kemudian pandanganku kembali menuju pelataran halaman depan gerbang sekolah.

Tak percaya dengan apa yang kulihat dari jauh meski tak terlalu jelas. Tapi aku yakin, “Loh, Bapak? Ngapain kesini? Ini ‘kan belum saatnya jam pulang,” tanyaku heran pada diri sendiri. Segera saja kususul bapak di depan, baru saja sampai pos satpam. Malah langsung pergi, “Pak …!” teriakku memanggilnya di luar gerbang. Tapi sosok itu tak menoleh, “Bapak ….!” Teriakku lagi. Malah sosoknya semakin jauh dari pandanganku. Pelan-pelan menghilang.

Ternyata itu benar firasat, bahwa beliau tak akan pernah kembali. Sampai sekarang.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun