Dikotomi agama muslim-bukan muslim semakin meruak belakangan. Tulisan ini merupakan ungkapan keprihatinan saya dengan perbedaan perlakuan atas nama identitas agama untuk urusan-urusan sosial sehari-hari. Salah satunya adalah kos-kosan yang hanya mau menerima penghuni agama tertentu. Bukankah ini urusan ekonomi? Mereka yang mau menyewa kamar kos, sanggup membayar dan mematuhi peraturan tata tertib kos harusnya bisa tinggal. Toh kalau merasa tidak nyaman, entah dengan ketatnya peraturan, tetangga sebelah kamar yang berisik atau induk semang yang cerewet siapa pun boleh memilih pergi. Walaupun pemilik kos berhak memiliki preferensi penyewa kamar kos, bagi saya kurang beralasan memakai agama untuk menyaring calon penghuni. Akibatnya mahasiswa agama tertentu mendapat kesulitan memperoleh kos di lokasi yang diinginkan.