Joo Hwon lebih senang berteman dengan Rudi. Karena Rudi orang yang baik, ramah, dan santun. Terlebih Rudi lebih banyak tahu soal agama ketimbang teman-temannya yang lain.
"Lee Joo Hwon, jika kau ingin banyak tahu soal agama, sebaiknya kau berguru pada orang yang tepat," usul Rudi.
Joo Hwon tersenyum. "Aku mau. Tapi, jam kerjaku padat. Aku hanya bisa belajar pada jam salat seperti ini denganmu. Lagi pula aku hanya minta belajar mengaji dan sedikit dasar-dasar Islam. Kulihat kau tidak masalah."
"Lee Joo Hwon, aku hanya takut salah. Itu bukan kapasitasku. Kau butuh yang lebih." Rudi mengelak dengan halus. "Oh, apa kau mau belajar di pesantren tempatku dulu?"
"Ng?" Joo Hwon bingung. "Apa artinya aku harus tinggal di asrama itu? Lalu ... bagaimana dengan pekerjaanku?"
"Tidak. Kemarin aku menerima kabar dari temanku yang sekarang mengajar di pondok itu, namanya Agus. Dia sekarang Ustadz Agus. Dia pandai bahasa asing dan dia mengajar santri-santri asing dan beberapa mualaf yang serius belajar agama. Dia membuka kelas setiap hari minggu. Tidak banyak, hanya tiga orang. Tempatnya memang agak jauh dari sini."
"Jinjja? Benarkah?" Joo Hwon antusias.
"Benar. Apa kau mau?"
"Ne, mullon imnida. Tentu saja. Itu sangat bagus."
Rudi memberikan alamat pondok pesantren Baithul Tahfidz kepada Joo Hwon. Rudi lalu mengabari temannya, Ustadz Agus, bahwa hari minggu akan datang temannya, Lee Joo Hwon untuk belajar agama di pesantren itu.
"Assalamu'alaikum, Ustad. Apa kabar?" sapa Rudi.
"Wa'alaikumussalam. Alhamdulillah, khair. Antum jangan begitu, jangan panggil saya ustadz. Kita kan berteman," jawab Ustadz Agus di telepon.
Rudi tertawa. "Ah, kau kan sekarang seorang ustadz. Kau betah juga di sana. Apa karena dia ...." Rudi menggoda temannya.
"Astaghfirullah, Rud. Jaga bicaramu. Aku hanya ingin lebih dekat dengan Allah. Itu saja, sekalian mengamalkan ilmu."
"Iya, aku tahu." Rudi membenarkan posisi pecinya. "Lama-lama santri idola perempuan ini akan jadi menantu Ustadz Ahmad."
"Rudi!" Ustadz Agus tersipu malu, tapi kesal.
"Ya sudah, afwan. Oya, besok teman yang kuceritakan kepadamu akan datang. Tolong kau bantu dia, ya?"
"Alhamdulillah. Baiklah kalau begitu, datang saja kemari. Insya Allah, akan ana bantu," kata Ustadz Agus.
"Nah, sudah dulu. Assalamu'alaikum, akhi. Salam untuk gadis yang kau tunggu itu." Rudi tertawa menutup telepon.
"Wa'alaikumussalam. Astaghfirullah, Rudi ...." Ustadz Ahmad menggerutu. "Kau tidak berubah."