Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Ternyata Pekerjaan Rumah Tidak Memberatkan

17 September 2024   14:55 Diperbarui: 17 September 2024   14:59 12 0
"Apa malas umi!"

Ucap seorang anak yang berusia 12 tahun itu. Aku selalu menolak pekerjaan rumah yang umi berikan.

Pagi Minggu yang cerah pada umumnya semua orang tidak pergi sekolah atau bekerja. Minggu adalah hari yang dipenuhi dengan pekerjaan rumah. Caraku menghindari pekerjaan rumah dengan cara tidur setelah sholat subuh.

"Astaghfirullah, Apa bangun!!" Umi berteriak sambil memegang tongkat kayu. Saat aku melihat apa yang dipegang umi, aku langsung berdiri dan pura pura membersihkan tempat tidur.

"Apa, kan umi udah bilang jangan tidur siap sholat! Nanti Apa dimarahin sama ayah!" Ucap umi yang masih memegang tongkat kayu itu. "Iya umi, tadi tidur bentar doang, kan ayah juga belum pulang dari masjid" Ucapku dengan penuh kejujuran.

Setelah aku membersihkan tempat tidur, datanglah hal yang selalu ditunggu tunggu. "Apa! Sapu rumah bersihkan semuanya, umi pergi ke pasar kalau umi udah pulang semuanya udah bersih ya!" Ucap umi yang selalu cerewet setiap detik.

Semua pekerjaan rumah sudah selesai. Aku anak yang sangat ceroboh dalam hal apapun. Aku melupakan satu hal yang harus dikerjakan, mencuci pakaian. Tapi aku tidak bisa menyelesaikannya karena umi sudah pulang dari pasar. "Mampus aku pasti dimarahin" ucapku dalam hati. Dan benar, umi marah kepadaku.

Mungkin hampir setiap hari umi marah padaku, setiap umi marah ia selalu bilang "umi malas punya anak yang pemalas, kalau malas kayak gini jangan tinggal dirumah ini! Disini gak ada yang pemalas!"

Pada hari libur aku melakukan pekerjaan rumah dua kali, pagi dan sore. Tapi pada hari biasa aku hanya melakukannya di sore hari.

Pada sore harinya aku mengerjakannya tanpa diketahui umi. Saat umi mau mengeluarkan suaranya yang nyaring aku datang dengan keadaan wangi dan bersih. " Rumah udah di sapu?" Umi bertanya kepadaku dengan nada yang sedikit rendah. Aku menjawab "sudah, nih udah mandi juga." Saat itulah aku melihat umi mengukir senyum dibibir nya yang berwarna pink itu.

Disitulah aku mengerti bagaimana rasanya menjadi seorang ibu. Selalu mengurus rumah tangganya, belum lagi dengan pekerjaan rumah, anak anak dan suaminya.

Beberapa hari kemudian, aku sudah terbiasa dengan pekerjaan rumah. Apapun itu bentuknya, padahal aku sangat malas dalam hal yang berhubungan dengan mencuci. Tapi aku membuang rasa malas itu untuk membantu semua pekerjaan rumah.

Aku selalu mengerjakan semuanya dengan ikhlas. Aku tidak ingin ia kelelahan dalam mengerjakan pekerjaan itu. Dan saat itulah aku menyukai pekerjaan rumah. Sudah menjadi kegiatan favoritku setiap pulang kampung.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun