Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Dicari: Pemimpin Yang Ideolog

17 Agustus 2011   08:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:42 305 0
[caption id="attachment_129846" align="aligncenter" width="300" caption="Ir. Soekarno"][/caption] Maujudnya Proklamasi Kemerdekaan tidak terlepas dari tampilnya sosok-sosok pemimpin bangsa yang memiliki kapasitas ideolog. Sejarah telah mencatat bahwa kita sempat dikaruniai pemimpin dengan kapasitas seorang ideolog seperti Bung Karno, Bung Hatta, Sutan Sjahrir maupun M.H. Thamrin. Mereka tidak hanya merumuskan pandangan hidup bangsa, tetapi juga mampu menggerakkan seluruh rakyat kearah yang diinginkan.

Di usia Republik yang ke-66 tahun, kita mengalami kehidupan nasional yang carut-marut. Korupsi, skandal, ketergantungan pada asing, kemiskinan, dan rivalitas elit. Negara ini semakin mengarah pada liberalisasi, prinsip hidup yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Pemimpin Ideolog

Dunia pernah menerima kehadiran pemimpin mumpuni di berbagai wilayah. Pemimpin yang bervisi, tegas dan komitmen tinggi pada cita-cita bangsa. Beberapa diantaranya disinggung dalam artikel ini.

Soeharto, diantara banyak kritik dan kecaman terhadapnya, saya berkeyakinan, beliau cukup memiliki kapasitas sebagai pemimpin sekaligus ideolog. Kita memiliki doktrin pembangunan yang dikenal dengan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang berhasil membawa Indonesia swasembaga pangan. Tahun 1984, merupakan puncak produktivitas pangan Indonesia. Yang semula tak kurang dari 2 juta ton pertahun, beras diimpor untuk memenuhi kebutuhan pangan, maka tahun 1984 telah bisa memenuhi kebutuhan sekitar 160 juta penduduk saat itu.

Dr. Mahathir Muhammad, Perdana Menteri Malaysia ke-4 ini mewarisi New Economic Policy (NEP) yang dirancang untuk meningkatkan posisi ekonomi bumiputeradalam kepemilikan perusahaan dan pendidikan. Dengan berakhirnya NEP pada tahun 1990, Mahathir menggariskan visi ekonominya. 1991, ia mengumumkan Vision 2020, di mana Malaysia ditargetkan menjadi negara maju dalam waktu 30 tahun, yang akan memerlukan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% persen per tahun. Saat krisis 1998, Mahathir berani menolak proposal IMF dan memberlakukan kurs tetap dollar terhadap ringgit. Kebijakan yang membuat negeri jiran lebih dulu selamat dari krisis dibanding Indonesia.

Muammar Khaddafi, sosok yang berani menentang kapitalisme. Pemikiran Khadafi yang terkenal adalah “Buku Hijau” (Kitabul Akhdlar/Green Book). The Green Book yang ia tulis sendiri adalah bentuk sosialisme Islam yang mendasari kebijakan nasionalisasi sektor ekonomi, perluasan lapangan kerja, peningkatan taraf hidup buruh, dan jaminan sosial untuk rakyat miskin.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun